Christin saat persiapan operasi implan koklea di Tzu Chi Hospital PIK, pada 11 September 2024 lalu. Wajahnya yang menggemaskan selalu berhasil membuat orang lain mudah menyayanginya.
Tak pernah terlintas sedikitpun di benak Djioe Nie (56) untuk kembali mengadopsi anak, yang kemudian ia beri nama Christin Monica. Suatu hari, delapan tahun yang lalu, di rumah makan miliknya, seorang pria paruh baya bertanya apakah ia bersedia mengadopsi bayi yang tengah dikandung oleh keponakannya yang hidup serba kekurangan.
“Saya lihat hati kamu baik, anak kamu yang besar kamu angkat. Kamu juga kasih tahu ke dia siapa orang tuanya. Kalau keponakan saya sudah melahirkan, saya kasih kamu ya?” ujar pria itu.
“Enggak ah, saya tidak mau angkat anak lagi,” jawab Djioe Nie ramah.
Dengan sopan pria itu meminta nomor teleponnya. Djioe Nie pun memberikan. Beberapa hari kemudian keponakan pria itu, yang tengah hamil empat bulan menelepon Djioe Nie dan memintanya mengadopsi jabang bayinya usai dilahirkan. Djioe Nie tak bersedia. Namun pemilik suara di seberang sana memohon dengan sangat agar ia datang ke rumahnya dulu untuk melihat keadaanya.
Sebenarnya Djioe Nie agak enggan. Namun suara hati menuntun langkahnya untuk datang, lokasi yang sebenarnya jauh dari tempat tinggalnya di Kota Bangka. Tiba di sana, rasa iba menghinggapi terutama melihat kondisi rumah keluarga itu yang reot. Sang suami seorang nelayan. Suami istri dengan satu anak itu hidup melarat. Jangankan persiapan biaya persalinan, makan sehari-hari saja mereka sulit.
Albert turut mendampingi Christin sebelum persiapan operasi implan koklea.
Sejak saat itu Djioe Nie kerap membantu. Termasuk mengantar si ibu ke rumah sakit untuk USG dan membayar biayanya. Ketika usia kehamilan berjalan delapan bulan, perut perempuan itu mulas tak keruan. Ia pun melahirkan di sebuah klinik, lebih cepat dari waktu yang diprediksi.
Pasangan suami istri ini kembali menelepon Djioe Nie dan meminta tolong untuk membayarkan biaya persalinan yang tak memakai BPJS itu. Djioe Nie dengan ikhlas datang dan membayar semua biayanya. Namun apa yang terjadi? si ibu justru bersikeras hendak meninggalkan bayinya.
“Saya bilang, ‘kalau misalnya kamu mau kasih ke saya, ya sudah saya terima, tapi tolong berikan dia ASI selama seminggu’. Dia bilang ‘aku enggak mau’,” cerita Djioe Nie.
Sejak itulah Djioe Nie mencurahkan segenap kasih sayangnya pada Christin. Kasih sayang mendalam seperti yang ia curahkan pada Tomy Andreas (25), anak pertamanya yang juga ia adopsi.
Kasih Sayang yang Mendalam dan Penuh Pengorbanan
Kehadiran Merry (seragam biru) dan tim relawan dari komunitas He Qi Barat 2 membuat Djioe Nie lebih tenang.
Christin yang terlahir prematur harus masuk inkubator dengan berbagai perawatan yang biayanya tak sedikit. Termasuk harus menyewa perawat yang berpengalaman. Tak terhitung berapa kali keluarga besar Djioe Nie mendesaknya untuk mengembalikan Christin pada orang tua kandungnya. Ia bergeming, kasih sayang sudah tumbuh di hatinya untuk bayi cantik itu.
Waktu berjalan, rupanya Christin tak bisa mendengar. Di usia empat tahun, dokter sudah menyarankan agar Christin menggunakan alat bantu dengar, namun yang terbaik adalah operasi implan koklea. Tentu Djioe Nie ingin anaknya bisa menjalani operasi implan koklea yang biayanya ratusan juta rupiah itu, tapi biaya dari mana?
Untuk pendidikan, Djioe Nie menyekolahkan Christin ke sebuah sekolah yang bagus di Kota Bangka. Meski baru bisa mengucapkan alfabet dan angka, Christin pada dasarnya anak yang cerdas. Ia pandai berhitung dan suka sekali pelajaran komputer. Djioe Nie juga membawa Kristin ke beberapa tempat terapi bahkan hingga ke Surabaya, Jawa Timur.

Menyaksikan bagaimana Djioe Nie mencurahkan kasih sayangnya pada Christin Monica yang begitu dalam, orang lain mungkin tak menyangka jika hubungan mereka bukan darah daging.
Menginjak usia tujuh tahun, Djioe Nie seakan berpacu dengan waktu. Ia membawa Christin ke RSCM Jakarta dan melakukan tes pemeriksaan ASSR dan BERA. Hasilnya, Christin memang mengalami gangguan pendengaran bilateral dengan derajat sedang hingga berat. Ia disarankan untuk melakukan evaluasi lanjutan oleh dokter THT guna mempertimbangkan implan koklea.
Dokter Halim yang menangani bertanya mengapa sudah umur tujuh tahun belum diusahakan untuk operasi. Tentu masalahnya ada di biaya. Tersentuh dengan perjuangan Djioe Nie, Dokter Halim berkoordinasi dengan tim sales Nobel, perusahaan penyedia alat bantu dengar untuk dapat membantu Christin.
Pihak Nobel menghubunginya dan merekomendasikan agar mengajukan bantuan biaya implan koklea ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Oh Tzu Chi? Djioe Nie pernah mendengar tentang Tzu Chi. Ia pun datang ke Kantor Tzu Chi Indonesia di Pantai Indah Kapuk dan ditemui oleh staf dari Divisi Bakti Amal, divisi di Tzu Chi yang menangani pengajuan bantuan.
Sambutan yang Hangat
Christin yang baru saja menjalani operasi. Di balik wajah Djioe Nie, tersimpan kisah panjang perjuangan, air mata, dan doa yang tak pernah putus.
Djioe Nie terkesan dengan sambutan hangat itu meski diterima atau tidak diterima pengajuan itu tergantung dari proses survei. Tim relawan dari komunitas He Qi Barat 2 menjalankan survei ini dan datang ke tempat tinggal sementara Djioe Nie di Grogol, Jakarta Barat.
Merry dan empat relawan yang menjalankan survei sepakat bahwa Christin harus dibantu. Namun ternyata saat dibahas dalam meeting, ada pertimbangan lain yang harus dipikirkan. Yakni terkait kondisi Djioe Nie yang single parent, yang dikhawatirkan di masa depan akan sulit mendampingi Christin menjalani banyak terapi yang dibutuhkan.
Ini karena keberhasilan implan koklea sangat ditentukan oleh teraturnya terapi setelah implan terpasang. Biayanya tak sedikit, jangka waktunya juga lama. Karena itu akan lebih baik jika orang tua komplit sehingga bisa saling mendukung.
“Saya bilang tolong dilihat dulu, kalau sudah ketemu, seandainya ditolak pun kami yang survei merasa puas. Akhirnya, Wie Sioeng Shixiong (Ketua Misi Amal Tzu Chi Indonesia) bilang, ‘oke kita atur waktu ya untuk ketemu Djioe Nie dan Christin’. Setelah ketemu saya jelaskan kalau kokonya (kakak Christine) sudah kuliah dan bekerja, bisa mendukung juga. Akhirnya diterima,” kata Merry, bahagia.
Para relawan Tzu Chi dari komunitas He Qi Barat 2 dengan tulus mendampingi Djioe Nie bertemu dengan dokter.
Pada 11 September 2024, Christin menjalani operasi pemasangan implan koklea di Tzu Chi Hospital PIK. Merry dan beberapa relawan Tzu Chi dari He Qi Barat 2 turut mendampingi Djioe Nie yang harap-harap cemas. Juga beberapa staf Bakti Amal, seperti Yully dan Albert. Operasi pemasangan implan tersebut berjalan lancar.
Terapi demi terapi dijalani Christin. Perubahannya sungguh menggembirakan. Ia makin bisa mengikuti pelajaran di sekolah, kemampuan berbicara dan mendengarnya juga signifikan.
Reuni Lagi

Kegembiraan Christin saat berkunjung lagi ke Tzu Chi Center pada 30 Oktober 2025. Bertemu dengan orang-orang yang begitu tulus menyayanginya. Albert dan juga Yully sangat bersyukur dengan perkembangan di diri Christin.
Lobby Gedung DAAI yang biasanya hening siang itu, Kamis 30 Oktober 2025, tiba-tiba riuh. Yully Kusnadi dan Albert menyambut kedatangan Christin dan Djioe Nie. Merry yang hari itu seyogyanya bekerja juga menyempatkan waktu menemui Djioe Nie dan Christin yang sudah ia anggap cucu sendiri.
“Kadang Christine suka Video call sama saya. Ya senang lah. Kami bahagia bisa melihat Christine hasilnya bagus,” katanya.
Setiap kali bertemu Djioe Nie, Merry selalu terharu akan betapa besar kasih sayang yang Djioe Nie berikan pada Tomy dan Christine meski bukan darah dagingnya sendiri. Merry selalu berdoa Christin dapat tumbuh dengan baik, dan bermanfaat bagi orang-orang di sekelilingnya.
Pun dengan Albert, staf Bakti Amal yang sudah ce-es banget dengan Christin. Ia merasa haru dan bahagia melihat Christin yang dulu hanya bisa berinteraksi lewat gerak bibir, kini sudah bisa mendengar dan kemampuan bicaranya juga terus berkembang. Ia pun semakin percaya diri.
“Saya jadi teringat kembali betapa besar perjuangan seorang ibu dan betapa pentingnya kesempatan yang diberikan lewat bantuan ini,” tutur Albert.
Albert pun memetik pelajaran hidup bahwa kasih seorang ibu dan semangat pantang menyerah bisa mengubah masa depan seorang anak. “Dari Bu Djioe Nie dan Christin, saya belajar arti kesabaran, keyakinan, dan rasa syukur dalam menghadapi setiap ujian hidup,” sambungnya.

Semua orang bersyukur atas perkembangan Christin setelah menggunakan implan koklea. Ia sudah dapat mendengar suara dengan jelas, sudah bisa membaca, pelafalannya pun makin hari makin jelas. Dan juga ia makin ceria.
Jika dibanding dulu, raut wajah Djioe Nie kini sangat semringah dan penuh harapan. Terutama karena banyak sekali perkembangan dari Christine pascaoperasi.
“Dulu dia panggil saya papa, papa. Sekarang sudah bisa panggi saya mama. Sekarang sudah tahu banyak. Kalau sekarang ke Jakarta, dia sudah bisa cerita. Sekarang kalau misalnya saya kesal, dia sudah mengerti. Dia bisa tanya mama kenapa sedih. Dia bisa ubah sifatnya itu,” katanya.
Selain itu jika sebelumnya tabungan Djioe Nie terkuras habis untuk keperluan Christin, kini justru keberkahan datang bertubi-tubi. Usahanya makin lancar, sehingga ia sudah bisa menyiapkan tabungan untuk masa depan Christin.
Tak lupa, setiap hari Christin menyisihkan uang jajan ke celengan bambu Tzu Chi untuk membantu orang lain yang membutuhkan uluran tangan. Ia pun gembira dapat menuangkan celengannya.
Melangkahkan kaki ke Tzu Chi Center selalu membuat hati Djioe Nie bahagia. Tzu Chi menemani perjuangannya melebihi keluarganya sendiri. Christine juga seakan paham jika begitu banyak cinta yang sudah ia terima di tempat ini dan akan selalu ada banyak cinta yang menyambutnya.
“Kami sangat gembira dengan Tzu Chi. Ada yayasan yang bersedia membantu kami. Saya terima kasih banget kepada Tzu Chi, semua karyawannya, semua relawannnya, juga pada Tzu Chi Hospital, dari dokter, relawannya, semua sangat baik dari awal sampai akhir. Saya juga ingin suatu saat nanti jadi relawan Tzu Chi,” pungkas Djioe Nie sambil menyeka air mata yang berlinangan di pipinya.
Editor: Metta Wulandari