Cahaya Mentari Hangatkan Hati

Jurnalis : Juniwati Huang (He Qi Utara), Fotografer : Juniwati Huang (He Qi Utara)
 
foto

Hok Lay, koordinator relawan pemerhati pasien RSKB Cinta Kasih Tzu Chi bercerita tentang adanya cahaya mentari (harapan) baru yang lebih cerah sejak adanya relawan pemerhati pasien.

“Sakit dan sebatang kara, sang veteran sempat merasa sedih. Namun, anak-anak muda tersebut membuka hatinya dan membuatnya sadar bahwa bahkan meskipun dia tak punya keluarga di dunia, masih ada orang yang peduli kepadanya. Anak-anak muda itu telah melakukan yang terbaik dengan waktu dan kemampuan mereka untuk merawat para orang tua yang sakit-sakitan. Tidakkah semangat anak-anak muda tersebut bagaikan pancaran hangat mentari pagi?” Kutipan dari buku Lingkaran Keindahan karya Master Cheng Yen mengantarkan acara bedah buku Kamis malam 20 Agustus 2009 di Jing-Si Books and Café, Pluit, Jakarta Utara.

Cahaya mentari merupakan simbol perhatian, kasih sayang, dan sentuhan yang menenteramkan hati terutama dibutuhkan saat seseorang dalam keadaan sakit. ”Jangankan sakit, saat sehat pun, jika kita mendapatkan pujian atau perhatian, pastinya hati merasa lebih nyaman. Apalagi orang sakit yang menderita fisik dan jiwanya,” ujar Amel Shijie, moderator bedah buku, seraya memberikan contoh-contoh pujian yang jenaka.

Bentuk Sumbangsih Relawan
Cahaya mentari pun mulai terbit di satu-satunya rumah sakit Tzu Chi di Indonesia, Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Tzu Chi, dengan kehadiran para relawan pemerhati RSKB. Hok Lay Shixiong, sebagai koordinator relawan pemerhati pasien RSKB dengan penuh semangat mengantarkan sharing kegiatan relawan pemerhati RSKB. ”Di RSKB, banyak pasien yang tidak memiliki keluarga, sehingga relawan dapat membantu memberikan dukungan dan membantu memberikan pemahaman, bahwa sakit adalah suatu proses yang harus dijalani, dilalui. Peran relawan sangat penting untuk memberikan semangat kepada pasien,” tegas Hok Lay.

Banyak kegiatan yang dapat dilakukan relawan pemerhati di RSKB, antara lain membantu suster mengganti perban luka pasien, menggunting kuku pasien, mencuci rambut pasien, mengganti sprai, atau hingga menyuapi makanan. ”Karena relawan tidak bisa melakukan tindakan medis, maka kita membantu memberikan perhatian dari hal-hal non medis,” jelas Hok Lay seraya menunjukkan foto-foto interaksi relawan dengan pasien dan keluarga pasien.

Sebagian besar pasien RSKB merupakan orang-orang yang kurang beruntung secara finansial. ”Kita belajar ketemu orang-orang yang golongan ekonomi rendah, yang cenderung menjadi sensitif, mudah mengeluh, suka menyalahkan orang lain,” tutur Hok Lay. Relawan pun dapat bersumbangsih dengan memberikan masukan-masukan yang positif bagi mereka. ”Kita bisa bantu nasehati, misalnya ada yang mengeluh keluarganya tidak pernah bantu, tidak peduli, kita bantu berikan pandangan, mungkin keluarganya juga punya kesulitan sendiri. Atau pasien yang stress karena memikirkan biaya yang mahal, (kita) berikan kata-kata yang membangkitkan (perasaan) positif sehingga mereka lebih tenang,” ungkap Hok Lay menceritakan pengalaman pribadinya.

foto  foto

Ket : -Ratna dulu merasa kesal jika ibunya yang telah sepuh sering jalan-jalan. Namun kini ia mensyukurinya
           karena itu berarti ibunya sehat jika bisa jalan-jalan. (kiri)
        - Johan menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan relawan pemerhati lingkungan adalah salah satu
           perwujudan tekad Bodhisattva. Ia juga bertekad untuk mencoba menjadi relawan pemerhati pasien.           

Bagaikan menyirami tanaman yang kering, kesedihan dan penderitaan pasien dan keluarga pasien juga dapat diringankan dengan kehadiran relawan yang memberikan kebahagiaan dan sikap positif. ”Cara melayaninya ya dibawa enjoy aja. Pasien sudah sakit, sedih, kalo ditanya lagi sakit apa, mungkin (bisa) membangkitkan kesedihannya. Kita bisa berikan perhatian, bagaimana supaya pasien bisa tersenyum, tertawa, diajak bercanda, memberikan kebahagiaan untuk mereka,” tambah Asien Shijie, relawan pemerhati lain, mengenai caranya berinteraksi dengan pasien. 

Ragam Kisah di RSKB
”Banyak potret keluarga yang kita lihat di RSKB. Misalnya ada anak yang begitu berbakti terhadap ibunya. Ibunya penderita diabetes (slide menunjukkan foto ibu, anak dan relawan). Lihat! Wajah anaknya sedang tersenyum. Dia tidak pernah terlihat cemberut, selalu happy. Merawat ibunya dengan sabar. Dan sampai sekarang, luka ibunya sudah sembuh,” cerita Hok Lay mengenang keluarga pasien yang memberikan kesan mendalam baginya.

Kisah seorang suami yang sangat setia menunggu istrinya selama menjalani rawat inap juga menjadi berita hangat di antara para relawan pemerhati yang berakhir dengan decak kagum dalam hati. ”Profile keluarga Ibu Rohaya memperlihatkan suami yang setia terhadap istrinya. Pasien ini sering bolak-balik rumah sakit sampai dikenal oleh semua lingkungan rumah sakit. Dan suaminya selalu setia di samping istrinya,” Hok Lay bercerita seraya berpesan bahwa hal tersebut dapat menjadi contoh bagi kita semua.

Slide yang menggambarkan suasana di ruang bayi RSKB seakan menceritakan keindahan, rasa syukur, dan kebahagiaan atas kehadiran bayi mungil di RSKB. ”Tidak hanya penderitaan, ada juga yang bahagia, senang, sedih. Semua emosi bercampur di RSKB,” simpul Hok Lay. RSKB dengan beragam kisah dan emosinya menjadi renungan kehidupan bagi yang hadir dalam bedah buku malam itu.  

Menumbuhkan Bibit Cinta Kasih
Saat kita memberi, sebenarnya kita yang mendapatkan lebih banyak. Tampaknya demikian juga kebenaran yang dialami para relawan pemerhati RSKB. Banyak pembelajaran yang dialami, selain hal-hal mendasar mengenai kesehatan, kebersihan, hingga teknis dasar perawatan bagi orang sakit, namun yang terpenting adalah menumbuhkan rasa cinta kasih dalam diri relawan.

”Saya sendiri punya mama. Mama saya sudah sulit berjalan, tinggal serumah dengan saya. Dulu saya jarang sekali melihat mama saya. Pagi-pagi saya sudah pergi, pulang ya pulang, ga nengokin mama saya. Setelah di RSKB, baru timbul penyesalan, saya mulai sempatkan untuk menengok, mampir ke kamar mama saya,” ujar Hok Lay. Baginya melalui aktif di Tzu Chi, ia tidak hanya menjalankan misi Tzu Chi, namun juga belajar menebarkan cinta kasih dalam dirinya. ”Cinta kasih baru bisa kita miliki saat kita bisa meng-explore cinta kasih dalam diri kita,” tegas Hok Lay.

foto  foto

Ket : - Amelia memberikan beberapa contoh jenaka tentang bagaimana kita memberikan perhatian kepada orang            lain, termasuk kepada orang yang sedang sakit. (kiri)
          - Para peserta bedah buku tidak melupakan tragedi yang sedang dialami penduduk Taiwan. Mereka
          memanjatkan doa bagi para korban topan Morakot. (kanan)

Hal serupa dialami oleh Ratna Shijie, salah seorang pelopor kegiatan relawan pemerhati RSKB. Jika kita bisa berbuat baik terhadap orang lain, berarti dengan orang-orang terdekat pun kita bisa memberikan yang terbaik. Selain tergerak untuk lebih banyak meluangkan waktu bagi mamanya, Ratna merasa bersyukur bahwa mamanya di usia yang cukup senja masih sehat, ”Dulu saya sering complain kalo mama saya jalan-jalan terus. Tapi sekarang (saya) lebih merasa bersyukur mama bisa jalan-jalan karena (berarti) masih sehat. Sekarang (saya) lebih merelakan kalau mama saya bisa bahagia dengan jalan-jalan.”

Bagi Asien, relawan pemerhati yang hampir setiap harinya bersumbangsih di RSKB, mengungkapkan kebahagiaannya menjadi relawan di RSKB. ”Jadi relawan di RSKB, ada rasa enjoy. Kasih sayang di hati saya, yang saya tidak bisa ungkapkan kepada orang lain, tapi di RSKB, bisa saya salurkan,” ungkapnya.

Cahaya yang Menginspirasi
Jalinan jodoh yang baik di RSKB meluas tidak hanya antara relawan dengan pasien, namun juga dengan keluarga pasien, staf RSKB, dan bahkan semakin mempererat relawan antar He Qi. Seraya menunjukkan foto seorang nenek yang menjadi pasien RSKB, Hok Lay mengisahkan tumbuhnya benih cinta kasih baru akibat jalinan jodoh antara relawan dengan keluarga pasien, ”Nenek itu punya cucu yang setiap hari nungguin neneknya, saat itu cucunya sedang liburan sekolah. Karena cucunya tiap hari lihat relawan dan merasa tersentuh, dia tanya sama relawan kita, apakah bisa jadi relawan RSKB? Akhirnya dia ikut pelatihan dan sekarang sudah menjadi relawan RSKB. Namanya Rossi.”

”Ada juga keluarga pasien yang tersentuh. Setelah pasiennya sembuh dan pulang ke rumah, keluarga pasien tersebut masih bisa datang ke RSKB sesekali dan membawakan makanan,” kenang Hok Lay. Bukan makanan yang menjadi nilai pentingnya, melainkan tindakan keluarga pasien itu yang digerakkan oleh hatinya yang telah tersentuh oleh cinta kasih para relawan.

Tidak hanya keluarga pasien, semangat membara dan senyuman yang menghiasi wajah relawan pemerhati pun telah menginspirasi para suster RSKB untuk memberikan pelayanan yang lebih baik. 

Kehangatan bagi Semua
Slide berganti memperlihatkan seorang pasien dengan wajah muram. Tampak relawan sedang berinteraksi mengutarakan maksudnya untuk mencuci rambut pasien. Slide kemudian berganti dengan aktivitas mencuci rambut pasien oleh relawan RSKB. Saat rambut pasien sedang dikeringkan dengan alat yang merupakan sumbangan relawan, tampak senyum kecil di wajah pasien tersebut. Akhirnya, rambut pasien tergerai rapi dan tampak senyum lebar pasien memandang sang relawan dengan tatapan bahagia. Peserta bedah buku malam itu pun ikut tersenyum mendengar kisah tersebut. Semua setuju bahwa hadiah terindah bagi para relawan pemerhati adalah melihat senyuman bahagia di wajah pasien.

Tidak hanya hati pasien yang dihangatkan oleh sang mentari, namun juga para relawan. ”Jika seseorang bisa mengambil sebagian waktunya yang sangat berharga untuk bermanfaat bagi orang banyak, ia telah keluar dari kepentingan dirinya untuk masuk dalam lingkungan luar yang tidak ada ujungnya, demikian tekad Bodhisattva. Dengan terus menggali, memotivasi diri dan orang lain, lingkaran yang dibentuk akan semakin besar, dan suatu hari akan menjadi universal love yang tanpa batas,” rangkum Johan Shixiong dengan filosofi yang sangat mendalam seraya bertekad bahwa dirinya pun akan meluangkan waktu menjadi relawan pemerhati RSKB. Rumah sakit tidak hanya di Cengkareng, RSKB, namun ada di mana terdapat orang yang sakit, sehingga RSKB dapat menjadi tempat pelatihan mendasar bagi kita untuk melangkah lebih luas lagi ke dalam masyarakat. Perwujudan cinta kasih universal laksana cahaya mentari yang membagikan kehangatannya bagi dunia tanpa memilih suku, bangsa, agama, ataupun ras.

Tanpa melupakan penderitaan saudara-saudara di Taiwan akibat bencana topan Morakot, acara bedah buku ditutup dengan doa bersama bagi mereka. 

 

Artikel Terkait

Memperkenalkan pelestarian lingkungan

Memperkenalkan pelestarian lingkungan

12 Oktober 2010 Pada awal September 2010, kantor Tzu Chi Batam kedatangan 4 orang tamu dari Universitas Internasional Batam (UIB). Diantaranya hadir pembantu Rektor 1 dan 3. pada kunjungan itu, Tzu Chi diundang untuk memberikan ceramah tentang pelestarian lingkungan pada saat masa orientasi siswa, yaitu tanggal 21 September 2010.
Sehati dan Sepenanggungan

Sehati dan Sepenanggungan

27 Februari 2014 Titik fokus kegiatan kali ini adalah pembersihan saluran-saluran air (got) yang tersumbat akibat endapan lumpur yang mengeras. Selain bersih-bersih, relawan dan warga (wanita) juga bekerja sama membersihkan dan kemudian mengecat dinding balai kelurahan Tikala Baru.
Siswa Tzu Chi Secondary School Mementaskan Drama Pentingnya Berbakti Kepada Orang Tua

Siswa Tzu Chi Secondary School Mementaskan Drama Pentingnya Berbakti Kepada Orang Tua

20 September 2019

Siswa kelas 11 Tzu Chi School mengadakan Student Assembly tentang pemahaman konsep komunikasi, serta bagaimana pentingnya komunikasi dalam menjaga hubungan dengan orang tua dan keluarga.


Apa yang kita lakukan hari ini adalah sejarah untuk hari esok.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -