Kembalinya Sebuah Harapan (Bagian 1)

Jurnalis : Leo Samuel Salim (Tzu Chi Medan), Fotografer : Rusli Chen, Leo Samuel Salim (Tzu Chi Medan)
 
 

fotoAyu besar dalam keluarga yang menggantungkan hidup pada hasil menarik becak motor Syaiful, ayahnya. Di tengah kesulitan hidup, Ayu mengidap tumor kista yang menyebabkan perutnya membesar.

Tanggal 12 Juli 2010, adalah hari pertama bersekolah di tahun ajaran yang baru. Tiga orang relawan menuju ke rumah Sri Rahayu untuk mengucapkan selamat kepadanya karena dapat kembali bersekolah. Melihat Ayu (panggilan Sri Rahayu -red) mengenakan seragam SMP-nya adalah harapan semua orang. Dua bulan yang lalu, itu adalah sebuah hal yang sangat menyulitkan bagi seorang Ayu, karena tumor kista telah membuat perutnya membesar. Dengan lingkar perut yang demikian besar Ayu akan kesulitan bernafas jika sedang mengenakan seragamnya.

Seorang Ayu di mata ayahnya, Syaiful Lubis, adalah anak yang penurut dan pengertian. “Ayu tidak pernah minta apapun karena dia tahu kondisi orang tuanya yang tidak mampu. Semua yang kita suruh kerjakan, pasti dikerjakan, tidak pernah menolak,” ujar Syaiful dengan mata berkaca-kaca. Ayu sendiri adalah anak ke-5 dari 8 bersaudara. Semua saudaranya tinggal bersama orang tuanya kecuali kakak perempuan Ayu yang sudah menikah dan tinggal bersama suaminya di Tebing Tinggi. Kedua saudaranya yang tertua sudah tidak melanjutkan pendidikannya dengan alasan kemauan belajar yang kurang. Maka saat ini mereka hanya bisa bergantung kepada orang tua. Sedangkan saudara Ayu yang lainnya tetap melanjutkan sekolahnya dan bekerja paruh waktu di tempat pembuatan pot bunga yang ada di sekitar rumahnya untuk membiayai sekolah sendiri dan membantu ekonomi keluarga.

Becak Tempat Menggantungkan Hidup
Dengan bermodalkan becak motor, Syaiful harus menghidupi seluruh keluarganya. “Terkadang harus bawa (menarik becak -red) sampai tengah malam buat biaya rumah,” jelasnya. Syaiful juga menceritakan pengalamannya yang pernah tidak mendapatkan pemasukan sama sekali pada suatu kali. Penyebabnya karena dulu becak motor yang dipakai adalah model lama yang sering rusak dan boros bahan bakar. Semua pendapatan hari itu, hanya digunakan untuk membeli bahan bakar dan memperbaiki becaknya. “Pernah saya hanya bawa Rp 2.000,- , pulang pun bawa Rp 2.000,- itu,” tambahnya.

 

foto  foto

Ket : - Ayu baru duduk di bangku SMP, namun tumor kista di rahimnya membuat perutnya membesar seperti             orang yang sedang mengandung.(kiri)
         - Berbagai upaya sudah dicoba oleh orang tua Ayu untuk kesembuhan anaknya. Ketika akhirnya Ayu dapat            dioperasi, sang ibu tak dapat menahan rasa khawatirnya. (kanan)

Pada tahun 80-an, di mana becak motor tidak begitu banyak, pendapatan Syaiful cukup lumayan sehingga berani meminta istrinya yang bekerja di pabrik rokok untuk berhenti dan konsentrasi menjaga anak-anak di rumah. “Dulu uang sewa becak masih bisa tertutupi, lumayanlah dulu itu,” jelasnya. Tak disangka, setahun demi setahun berlalu, anak semakin banyak dan beban keluarga semakin berat. Meskipun demikian, sedikit demi sedikit penghasilannya ditabung dan pada tahun 2002, akhirnya Syaiful berhasil membeli sebuah becak motor yang baru seharga Rp 7.000.000,-. Tahun 2007, dimana becak bermotor menjamur di kota Medan, persaingan antar penarik becak semakin ketat dan berimbas kepada pendapatannya yang menurun drastis. Ditambah lagi dengan penetapan peraturan daerah yang baru, bahwa semua becak lama harus diremajakan maka Syaiful mau tidak mau, harus menjual becak motornya seharga Rp 400.000,- . Mulailah lagi Syaiful dari nol dengan mencicil becak motor baru dengan dengan down payment Rp 2.000.000,- dan membayar cicilan sebesar Rp 630.000,- per bulan selama 3 tahun. Kondisi anak-anak yang tumbuh semakin besar dan tuntutan ekonomi semakin tinggi ditambah dengan pendapatan yang semakin menurun dan tidak menentu membuat Syaiful seringkali mengalami kesulitan dalam membayar cicilan becak motornya.

Cobaan Berat untuk Ayu
Kesulitan demi kesulitan dapat dilalui oleh keluarga Syaiful. Tetapi pada awal tahun 2010, ada yang aneh pada perut anaknya, Sri Rahayu. Perut Ayu mulai membesar. Semua anggota keluarga kebingungan menghadapi kondisi Ayu tersebut. “Ayu sampai dibawa ke dokter-dokter spesialis kandungan untuk diperiksa. Ada 7 dokter yang kami cari, tapi tidak tahu penyakitnya apa,” ujar Syaiful dengan sedikit nada emosi. “Sampai ada satu hari, adik saya, memutuskan untuk membawa Ayu ke rumah sakit untuk diperiksa supaya dapat diketahui penyakitnya,” tambahnya. Syaiful juga merasa bersedih dan tersentuh karena uang yang dikeluarkan adiknya untuk membiayai pengobatan Ayu adalah simpanan satu-satunya. Sempat satu bulan lamanya Ayu dirawat di rumah sakit tersebut tanpa ada kejelasan mengenai penyakit yang dideritanya. “Tes ini tes itu, berulang-ulang Ayu diperiksa. Darah diambil, di-USG. Tapi sewaktu ditanya apa hasilnya, pihak rumah sakit tidak dapat memberi jawaban,” sesal Syaiful. Beban biaya rumah sakit membengkak dan benar-benar memusingkan Syaiful. Akhirnya ada orang yang menganjurkannya untuk mengurus surat keterangan tanda tidak mampu agar pihak rumah sakit dapat memberi keringanan. Setelah semuanya selesai diurus dan pihak rumah sakit memberi keringanan, kemudian Ayu dibawa pulang karena tak kunjung sembuh.

Setelah Ayu dibawa pulang ke rumah, Ayu kembali bersekolah tetapi dengan kondisi perut yang semakin membesar. Keterbatasan biaya membuat Syaiful memutuskan untuk mengobati Ayu dengan metode alternatif. “Di mana ada anjuran dari teman, saya pasti membawa Ayu ke sana untuk berobat. Pokoknya supaya Ayu sembuh,” ujar Syaiful. Ramuan-ramuan yang pahit terpaksa diminum oleh Ayu. Efek-efek samping dari ramuan-ramuan tersebut, terkadang membuat Ayu menjadi pusing dan muntah-muntah tetapi demi menuruti anjuran dari orang tuanya, dia tetap menjalankannya. Perut yang membesar juga membuat Ayu kesulitan untuk buang air besar sehingga ada kalanya harus menggunakan obat pencahar untuk melancarkannya.

Ada salah satu kerabat Syaiful yang tinggal tidak jauh dari rumahnya bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit menganjurkan agar Ayu untuk diperiksa kembali. Akhirnya baru diketahui bahwa yang membuat perut Ayu semakin membesar adalah tumor di rahimnya. Jalan satu-satunya untuk menyembuhkan Ayu adalah dengan cara operasi. Dengan hubungan yang baik antara kerabat Syaiful dengan pihak rumah sakit tersebut, maka Ayu mendapat keringanan biaya. Yang menjadi permasalahannya adalah meskipun biayanya sudah dikurangi, jumlahnya masih termasuk tinggi dan satu-satunya jalan untuk menutupinya adalah dengan menjual becak yang masih dicicil tersebut. Mendengar kalau untuk membayar biaya operasinya, becak ayahnya harus dijual, Ayu menolak untuk operasi. Ayu menyadari kalau nasib saudara-saudaranya di rumah, semuanya bergantung dari becak tersebut. Ayu pun terus mengikuti anjuran ayahnya untuk berobat dengan cara alternatif dan tetap berharap dapat sembuh.

foto  foto

Ket : - Ayu tak nampak takut menghadapi operasi. Ia sempat menolak dioperasi ketika mengetahui ayahnya             akan menjual becak demi biaya operasi. Tapi kini, biaya operasi itu dibantu oleh Tzu Chi. (kiri)
         - Sang ibu sangat khawatir melihat Ayu menjalani operasi pengangkatan tumor kistanya. Ia terus             memanjatkan doa bagi kesembuhan Ayu. (kanan)

Seberkas Cahaya Harapan
Doa tetap dipanjatkan demi kesembuhan Ayu. Sekitar akhir bulan Mei 2010, relawan Tzu Chi Medan mendapatkan laporan kalau ada yang memohon pengobatan karena menderita tumor di perut. Tidak lama berselang, relawan Tzu Chi langsung melakukan survei ke rumah pemohon, Sewaktu tiba di rumah, Syaiful sedang memperbaiki becak motornya sehingga di sana sini terlihat onderdil mesin. Dengan tangan yang masih kotor, Syaiful mempersilakan relawan untuk masuk ke rumahnya. Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan oleh relawan dan dijawab dengan baik oleh Syaiful. Sewaktu berbicara dengan Syaiful, Ayu tampak. Setelah dipanggil untuk bergabung, barulah para relawan melihat kondisi Ayu dimana perutnya membesar seakan-akan sedang hamil tua. “Tidak sakit. Biasa aja,” jawab Ayu sewaktu ditanya apakah perut yang membesar itu membuat dirinya merasa sakit. Setelah mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan, relawan pun pulang dan membawa semua informasi survei tersebut ke rapat pasien penanganan khusus.

Setelah dilakukan rapat, diputuskan bahwa Ayu harus segera diperiksa oleh dokter spesialis kandungan untuk mengetahui jenis penyakit yang dideritanya. Para relawan pun menemani Ayu untuk diperiksa. Ayu yang ditemani oleh kedua orang tuanya tidak merasa takut dan hanya tersenyum. Dokter yang memeriksanya merasa terkejut di umur yang baru beranjak 14 tahun sudah mengidap tumor kista yang panjangnya berukuran 31cm. Tumor dengan ukuran yang lumayan besar tersebut, membuat Ayu kesulitan untuk buang air besar karena telah menghimpit usus besarnya. Dokter menganjurkan agar segera dilakukan tindakan operasi kalau tidak nantinya akan membuat usus besarnya membusuk dan akan muncul penyakit lainnya.

Ayu tidak merasa takut sewaktu mendengar bahwa dirinya harus dioperasi agar dapat segera sembuh. Dan yang tidak membuatnya khawatir adalah ayahnya tidak perlu menjual becaknya untuk membiayai operasi tersebut sehingga Ayu langsung setuju untuk dioperasi. Meskipun Ayu sudah setuju untuk dioperasi, pemeriksaan demi pemeriksaan tetap dilakukan. Setelah ditetapkan tanggal untuk dioperasi, Ayu beserta kedua orang tuanya tiba di rumah sakit tersebut pukul 06.45 Wib karena waktu operasinya adalah pagi hari itu juga pada pukul 10.00 Wib. Para relawan pun senantiasa menemani Ayu dan kedua orang tuanya. Di usianya yang masih muda, Ayu tidak terkesan takut atau khawatir kalau dirinya sebentar lagi hendak dioperasi. “Ngak takut. Biasa aja,” ujar Ayu sewaktu ditanya oleh relawan apakah dirinya takut atau tidak. 

Relawan Tzu Chi senantiasa bersenda gurau dengan Ayu dan Absah (ibu Ayu -red) di ruang opname. Sembari menunggu waktunya dioperasi, relawan bercerita tentang Yayasan Buddha Tzu Chi kepada Ayu dan ibunya sambil memperlihatkan Buletin Tzu Chi. Syaiful yang merasa khawatir memutuskan untuk menunggu di luar. Melihat kondisinya seperti itu, salah satu relawan berusaha menenangkan hatinya dan berusaha mengalihkan perhatiannya dengan bertanya-tanya tentang pengalamannya. “Bapak percayakan Ayu ke dokter ya, yang penting Bapak berdoa semoga semuanya berjalan lancar,” saran relawan tersebut kepada Syaiful.
  
Bersambung ke Bagian 2
 

Artikel Terkait

Banjir 2020: Korban Banjir di Teluk Naga Terima Bantuan Sembako

Banjir 2020: Korban Banjir di Teluk Naga Terima Bantuan Sembako

06 Januari 2020

Tzu Chi memberi bantuan kepada korban banjir di Desa Pangkalan, Kecamatan Teluk Naga, Tangerang. Bantuan tersebut berupa sembako yang terdiri dari 40 dus Mi DAAI, 5 dus air mineral, 5 dus minyak goreng, 470 makanan hangat, dan 20 kg beras.

Pembagian Beras Cinta Kasih: Mengukir Senyuman Para Petugas Kebersihan

Pembagian Beras Cinta Kasih: Mengukir Senyuman Para Petugas Kebersihan

30 November 2016
Minggu 27 November 2016, Yayasan Buddha Tzu Chi Medan mengadakan bakti sosial pembagian beras Cinta Kasih kepada petugas kebersihan Kota Medan yang diadakan di Kantor Pemerintah Dinas Kebersihan Kota Medan. Pada kesempatan tersebut, Tzu Chi membagikan 51 ton beras kepada 2.550 petugas kebersihan, masing-masing petugas menerima 20 kg beras per orangnya.
Lomba Memasak Vegan Dengan Produk Jing Si (Bag.1)

Lomba Memasak Vegan Dengan Produk Jing Si (Bag.1)

14 Agustus 2013 Produk-produk makanan Jing si adalah makanan alami yang diproduksi di Griya Jing Si. Master Cheng Yen telah berusaha agar kondisi batin dan pikiran kita dapat terkondisikan dengan baik.
Keteguhan hati dan keuletan bagaikan tetesan air yang menembus batu karang. Kesulitan dan rintangan sebesar apapun bisa ditembus.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -