Keputusan Cepat yang Menyelamatkan Jiwa

Jurnalis : Anand Yahya, Fotografer : Anand Yahya

Ibu adalah sosok malaikat tanpa sayap yang bersedia memberikan seluruh kasihnya. Ibu adalah sandaran bagi anak-anaknya. Perjuangan seorang Ibu ketika melahirkan bertaruh nyawa demi anak. Perjuangan inilah yang dialami Sidarlina Mindofa (33), biasa disapa Lina. Ibu muda ini tinggal bersama suaminya, Ari Usman (31) dan dua orang anak mereka (Arsil Waruwu (6) dan Ailifrea Waruwu (14 hari)) di Jl. Gajah Madar, Kelurahan Cipete, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Banten. Ketika melahirkan putra keduanya, Ailifrea di sebuah klinik, Lina harus dibawa ke RS. EMC Tangerang karena mengalami pendarahan hebat usai melahirkan sang buah hati.

Fenny dan Rita berkunjung ke rumah kontrakan Lina di Tangerang. Lina baru melahirkan dan mengalami pendarahan pascamelahirkan.

Lina melahirkan tanpa didamping Ari, karena sang suami bekerja di Kota Bekasi sebagai buruh harian lepas dan baru pulang ke Tangerang sekali dalam sepekan. Lina melahirkan putra keduanya di klinik bidan terdekat rumahnya pada tanggal 6 Juni 2022, pukul 05.00 WIB dini hari secara normal. Mirisnya, Lina tinggal di Kota Tangerang tanpa saudara satupun, sedangkan Ari tak setiap hari pulang ke rumah.

Pada Minggu malam pukul 23.00 WIB, Lina merasa ingin melahirkan. Lina merasakan rasa mulas dan sakit yang teramat dalam. Kontraksi demi kontraksi muncul sekian menit sekali yang menandakan ia akan segera melahirkan anak keduanya.

Para tetangga segera membawa Lina ke klinik bidan terdekat rumahnya. Rasa senang, sedih, khawatir bercampur aduk karena anak kedua yang dinanti akan segera hadir di tengah keluarga. Berharap anak terlahir selamat serta sehat tanpa kekurangan sedikit pun.

Ari Usman, Sidarlina Mindofa dan relawan Tzu Chi sangat berterima ksih kepada dr. Efilda Silfiyana, Sp.OG dari RS. EMC Tangerang dokter yang menangani Lina.

Bayi Lina lahir dengan proses normal dan selamat tanpa halangan apa pun. “Saya melahirkan sangat normal, bayi saya lahir keluar bersama air ketuban,” terang Lina. Bidan lalu membersihkan bayi Lina dan dimasukkan ke ruang khusus bayi. Selanjutnya, bidan mengeluarkan plasenta (ari-ari). Akan tetapi, ketika bidan mengeluarkan plasenta, Lina mengalami pendarahan hebat. “Sakitnya lebih dari saat melahirkan,” ungkap Lina.

Pendarahan tak kunjung berhenti. Bidan segera membawa Lina ke Rumah Sakit EMC Tangerang yang dekat dari klinik Bidan. Saat itu sudah jam 6 pagi dan Lina sudah berada di ruang Unit Gawat Darurat (UGD) RS. EMC Tangerang.

Menurut dr. Efilda Silfiyana, Sp.OG dari RS. EMC Tangerang yang menangani langsung Lina, mengungkapkan bahwa Lina mengalami kondisi rahim terbalik (inversio uteri) pascapersalinan. Menurut dr. Efilda, rahim itu terdiri dari tiga otot mirip anyaman tikar, di sela-sela itu banyak pembuluh darah. “Jadi yang kita perlukan saat persalinan adalah kontraksi yang kuat agar (dapat) menjepit pembuluh darah sehingga perdarahan berhenti,” terang Dr. Efilda.

Hal ini yang tidak terjadi pada Lina. Rahim Lina tidak megalami konrtaksi sehingga rahim mengendur dan mengakibatkan perdarahan. Dokter Efilda berusaha untuk menyelamatkan rahim Lina dengan metode perbaikan, yaitu dengan mereposisi secara manual. “Saya coba dengan mendorong tangan saya ke atas melalui saluran kelahiran cuma tanpa pembiusan si pasien merasa kesakitan, yang kedua darah yang keluar semakin banyak dan tekanan darah makin rendah, kalau saya teruskan tindakan ini sangat berisiko. Jadi saya putuskan untuk masuk ke kamar operasi sambil tranfusi darah,” ungkap dr. Efilda.

Rita (Kiri) dan Fenny ketika mengunjungi Lina di RS. EMC Tangerang di ruang perawatan setelah keluar dari ruang ICU. Lina sangat berterima kasih dan bersyukur relawan Tzu Chi mendampingi Lina selama di rumah sakit.      

Penjelasan dr. Efilda di kamar operasi bahwa rahim Lina sudah berada di posisi, namun tidak mengalami kontraksi. “Saya beri suntikan obat agar kontraksi tetapi nggak mau juga sementara kondisi tekanan darah Lina di kamar operasi 50/25, kalau saya coba teknik lain akan fatal, lalu kita putuskan untuk mengangkat kandungan,”ungkap dr. Efilda.

Keputusan dr. Efilda untuk mengangkat rahim Lina juga melalui beberapa pertimbangan. Pertama usia ibu sudah 33, sudah mempunyai anak dan dr. Efilda sangat memikirkan untuk menyelamatkan jiwa Lina.

“Beruntungnya selama operasi kita terus melakukan tranfusi darah sebanyak tiga kantong darah. Kebetulan sekali di bank darah kami (RS. EMC Tangeranga) tersedia kantong darah yang sama dengan Ibu Lina,” ungkap dr. Efilda.

Pascaoperasi kondisi Lina mulai membaik namun harus dalam pengawasan ketat karena kondisi jantung yang belum stabil. Lina harus di rawat di ruang ICU untuk mendapatkan obat-obatan penopang kerja jantung selama tiga hari karena kondisi jantungnya belum stabil.

Pendampingan Relawan Tzu Chi Tangerang

Pada kesempatan kinjungan ini Rita Malia Widjaja mensosialisasikan program celengan bambu kepada Aris. Semangat celengan bambu untuk melatih setiap orang untuk menyisihkan uang membantu sesama dengan memiliki niat dan pikiran yang baik.

Bantuan kepada Lina ini tak lepas dari pendampingan relawan Tzu Chi yang sangat cepat dalam mengambil keputusan. Rita Malia Widjaja dan Fenny relawan Komunitas He Qi Tangerang. Mereka mendamping Lina pascamelahirkan yang mengalami perdarahan. Pada tanggal 6 Juni 2022, mereka mendapat kabar di grup media sosial bakti amal (Tzu Chi) bahwa ada yang mengajukan permohonan bantuan dan kondisinya sangat urgent. “Waktu itu kami rapatkan sekitar pukul 14.00 WIB, dan keesokan harinya (7 Juni 2022) kami langsung datang ke rumah sakit EMC,” ungkap Rita.

“Saya ketemu langsung dengan Aris (suami Lina) karena ketika saya datang ke RS. EMC Ibu Lina ada di ruang ICU. Kondis Pak Aris sendiri sangat cemas dan kebingungan karena biaya perawatan satu hari saja besar sekali. Operasi dan ruang ICU mencapai puluhan juta rupiah,” terang Rita.

Fenny menyerahkan paket sembako dan beras kepada Lina saat berkunjung ke rumahnya. Kunjungan kasih relawan Tzu Chi adalah sebagai bentuk kepedulian relawan Tzu Chi kepada orang yang sudah dibantu, sekaligus memantau langsung kondisinya.

Kondisi Aris sendiri sangat cemas dan kebingungan, meski ia sangat bersyukur karena istrinya bisa cepat tertolong. Hanya biaya perawatan yang sangat besar membuat Aris merasa khawatir. “Saya bicara dengan Pak Aris agar jangan terlalu khawatir, kita coba cari jalan yang terbaik. Jika permohonan bantuan ini disetujui, Yayasan akan membantu biaya operasi dan pascaoperasi,” kata Rita saat itu mencoba menenangkan Aris. Dan bersyukur, permohonan bantuan ini kemudian disetujui oleh Tzu Chi.

Kini, sepuluh hari kemudian, Kamis, 16 Juni 2022, relawan Tzu Chi Tangerang, Rita dan Fenny berancana bertemu dengan Lina, Aris, dan anak-anak mereka. Pada kunjungan ini Rita dan Fenny sangat senang dan bahagia melihat kondisi kesehatan Lina yang sudah membaik dan bayi yang dilahirkan pun sangat sehat. “Saya sangat bersukacita, luar biasa penyembuhan Ibu Lina karena dari ibu Lina sendiri ketika di rumah sakit ingin cepat pulang karena dia belum melihat anak yang di lahirkan,” ujar Rita.

Rita juga menyarankan kepada keluarga Aris untuk segera mengurus kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan untuk anak yang baru lahir segera lapor ke pos yandu untuk mendapatkan imunisasi lengkapnya.

Editor: Hadi Pranoto

Artikel Terkait

Guratan Tawa di Wajah Al Bukhari

Guratan Tawa di Wajah Al Bukhari

03 Agustus 2018
Mandiri, menjadi kata pertama yang terlintas ketika relawan Tzu Chi Tanjung Balai Karimun kembali bertemu dengan Al Bukhari. Remaja 14 tahun penerima bantuan Tzu Chi asal Pulau Parit itu kini terlihat sangat berbeda. Wajahnya tampak lebih segar dan badannya sudah tegap tanpa tongkat penyangga.
Perhatian Tulus Relawan Tzu Chi kepada Para Gan En Hu

Perhatian Tulus Relawan Tzu Chi kepada Para Gan En Hu

15 Juni 2022

Mendampingi para Gan En Hu agar dapat menjalani hidup yang lebih baik dan lebih mandiri, merupakan salah satu tugas dari relawan di misi amal Tzu Chi.

Sepenggal Kisah Wulandhari yang Merawat Nadia

Sepenggal Kisah Wulandhari yang Merawat Nadia

11 Desember 2019

Tim medis RSCK bersama relawan Tzu Chi mengunjungi seorang pasien di Legok, Banten. Mereka menempuh perjalanan dua jam membelah kemacetan dan cuaca hujan menuju rumah seorang anak bernama Nadia, penderita atrofi cerebri.

Semua manusia berkeinginan untuk "memiliki", padahal "memiliki" adalah sumber dari kerisauan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -