Kolaborasi dalam Perbedaan

Jurnalis : Willy, Fotografer : Willy

Suriadi, Kepala Sekretariat Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia menjelaskan hal-hal nyata yang dilakukan dalam misi pelestarian lingkungan Yayasan Buddha Tzu Chi.

Pada tahun  1990, Master Cheng Yen berbicara mengenai pelestarian lingkungan di SMA Shinmin Taichung yang membuat para hadirin yang ada pada saat itu terpukau. Mereka kemudian bertepuk tangan dengan meriah. Melihat itu, Master Cheng Yen memberikan dorongan dengan berkata: “Gunakanlah kedua tangan kalian yang sedang bertepuk itu untuk melestarikan lingkungan.” Sejak saat itu banyak relawan yang mulai terjun dalam misi pelestarian lingkungan di Tzu Chi, termasuk di Indonesia.

Hal inilah yang disampaikan oleh Suriadi, Suriadi Kepala Sekretariat Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia saat menjadi pembicara dalam 7th Thought Leadership Forum yang diselenggarakan oleh The Nature Conservancy (TNC) di Graha Iskandarsyah, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Kamis (27/11). The Nature Conservancy merupakan organisasi nirlaba yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan terutama berkaitan dengan keseimbangan ekosistem. Forum yang mengangkat tema “Aliansi Strategis Antara Organisasi Keagamaan dan Lembaga Konservasi dalam Menghargai Keanekaragaman Hayati untuk Kekayaan Alam Berkelanjutan di Indonesia” ini juga menghadirkan Nana Mintarti, Direktur Komunikasi dan Hubungan Eksternal Dompet Dhuafa dan Direktur Eksekutif Pengurus Pusat LAZISNU, H. Amir Ma'ruf serta beberapa organisasi nirlaba lain seperti Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), Parisada Hindu Dharma Indonesia, Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), dan lain-lainnya.


Sapto Handoyo, Direktur Bidang Eksternal TNC,  mengapresiasi langkah yang telah diambil oleh Yayasan Buddha Tzu Chi. Lebih lanjut, dia berharap semangat yang dimiliki oleh Tzu Chi dapat menginspirasi organisasi lain.

Selain itu, menurut Suriadi konsep pelestarian lingkungan yang diterapkan di Tzu Chi salah satunya adalah konsep re-think (memikirkan kembali). “Re-think itu bagaimana berpikir ulang sebelum melakukan sesuatu yang ujung-ujungnya akan menimbulkan sampah. Kalau kita beli barang yang kita ingin atau butuh? Ingin dan butuh minimalkan kita bedakan dulu. Minimalnya sampahnya itu belum terjadi karena diawali niat tidak menimbulkan sampah,” tutur Suriadi.

Tak berhenti di situ, Suriadi menjelaskan mengenai donasi sampah daur ulang yang hasilnya akan digunakan untuk biaya amal dan lain sebagainya. Suriadi mencontohkan di Tzu Chi Malaysia menyediakan Pusat Cuci Darah gratis yang dibiayai oleh donasi sampah daur ulang ini. Hal inilah yang kemudian dicerminkan dalam moto misi pelestarian lingkungan yang dilakukan oleh Tzu Chi yaitu: “Mengubah sampah menjadi emas, mengubah emas menjadi cinta kasih, dan bersih dari sumbernya”.

(Dari kiri ke kanan) Sapto Handoyo Sakti (Direktur Bidang Eksternal TNC), Wahjudi Wardojo (Penasihat Senior untuk Kebijakan Terestrial TNC), Suriadi (Kepala Sekretariat Yayasan Buddha Tzu Chi), Nana Mintarti (Direktur Komunikasi dan Hubungan Eksternal Dompet Dhuafa), H. Amir Ma'ruf (Direktur Eksekutif Pengurus Pusat LAZISNU), dan HS. Dillon, pemerhati lingkungan dan pertanian dalam 7th Thought Leadership Forum

Menurut Sapto Handoyo Sakti, Direktur Bidang Eksternal The Nature Conservancy (TNC), alasan Tzu Chi diajak membagikan konsep pelestarian lingkungan karena memiliki memiliki konsep yang berbeda. “Saya melihat sendiri langsung teman-teman saya menjadi volunteer di sana (Tzu Chi)  tuh luar biasa antusiasnya. Nggak cuma berderma, tapi benar-benar membantu sesama, membantu melestarikan alam. Mereka (relawan Tzu Chi) nggak cuma kasih uang, tapi melakukan dengan tangan kakinya sendiri, dengan tindakan. Ini harus dicontoh, harus disebarluaskan semangat kayak gini,” tutur Sapto yang telah bergabung dengan TNC sejak April tahun 2013 lalu itu.

Hal serupa dikatakan Nana Mintarti, Direktur Komunikasi dan Hubungan Eksternal Dompet Dhuafa. Menurutnya, tindakan nyata yang dapat dilakukan oleh kelompok masyarakat adalah melakukan pemberdayaan dan penyadaran kepada masyarakat di sekitarnya untuk memperhatikan lingkungan. Hal ini menurutnya telah diterapkan dengan baik oleh Yayasan Buddha Tzu Chi dalam relokasi dan pemberdayaan warga bantaran Kali Angke 11 tahun lalu. “Program (Yayasan) Buddha Tzu Chi sangat luar biasa karena memang di sini adalah aspek menyentuh penyadaran, kemudian mengubah perilaku dan gaya hidup. Bagi saya ini adalah hal yang mendasar, fundamen. Ini menurut saya adalah proses yang berlanjut. Jadi sebenarnya sustainable development itu intinya di situ,” tuturnya.

Ke depannya, baik The Nature Conservancy maupun Dompet Dhuafa berkeinginan melakukan kolaborasi dengan Yayasan Buddha Tzu Chi, terutama dalam hal pelestarian lingkungan. Hal ini disambut baik oleh Suriadi. Lebih lanjut, Suriadi berharap potensi lembaga keagamaan tidak hanya sebatas ritual, tetapi dapat menyampaikan pesan-pesan dari pemuka agama kepada umatnya untuk membantu melestarikan lingkungan.

Berbagai perbedaan agama tidak menghalangi berbagai kelompok agama untuk bersatu hati melestarikan lingkungan yang bebannya semakin berat. Inilah yang telah dikatakan Master Cheng Yen. Master Cheng Yen dalam kata perenungannya berkata, “Sebarluaskan cinta kasih dan rasa syukur melalui sumbangsih, dengan demikian kita mendukung terciptanya keharmonisan antar suku bangsa, kedamaian, dan kesejahteraan masyarakat.”


Artikel Terkait

Tekad Menjadi Kota Berkelanjutan

Tekad Menjadi Kota Berkelanjutan

11 November 2014 Memperingati Hari Tata Ruang Nasional, Pemerintah Kota Bogor menyelenggarakan acara jalan kaki bersama dengan Wali Kota Bogor, Bima Arya,  Sabtu, 8 November 2014. Mengusung tema “Kota Bogor Sebagai Kota Pusaka yang Berkelanjutan”.
WAVES di Car Free Day

WAVES di Car Free Day

06 Oktober 2016
Tzu Ching (muda-mudi Tzu Chi) Jakarta mengadakan kegiatan WAVES (We Are Vegetarians and Earth Saviors) di kawasan bundaran HI saat acara Car Free Day (CFD) pada hari Minggu, 2 Oktober 2016, dengan tema “Take Action, Show Love for the Earth.   
Membangun Kesadaran Melindungi Bumi

Membangun Kesadaran Melindungi Bumi

16 September 2020
Sebanyak 38 peserta yang berpartisipasi dalam kelas Tzu Shao pada Minggu 30 Agustus 2020. Dalam kelas online kali ini para peserta diajak untuk terus melestarikan lingkungan dan menerapkan prinsip 5R dalam kehidupan mereka sehari-hari.Sebanyak 38 peserta yang berpartisipasi dalam kelas Tzu Shao pada Minggu 30 Agustus 2020. Dalam kelas online kali ini para peserta diajak untuk terus melestarikan lingkungan dan menerapkan prinsip 5R dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Jika menjalani kehidupan dengan penuh welas asih, maka hasil pelatihan diri akan segera berbuah dengan sendirinya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -