Memahami Dharma Melalui Drama

Jurnalis : Metta Wulandari, Yenny, Fotografer : Metta Wulandari

Pementasan drama adegan saat pemain sulap mempertunjukan sulapnya di depan penonton

Saat ini kehidupan manusia khususnya anak muda sangatlah mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Apabila sudah terjerumus hal negatif maka untuk dapat kembali ke “rumah” amatlah sulit. “Rumah” yang dimaksud adalah kondisi batin yang masih jernih dan belum tercemar. Buddha mengajarkan bahwa dengan mengendalikan diri, seseorang baru dapat mengontrol amarah, kesedihan, kecemasan, dan lain sebagainya. Dengan cara itu, maka seseorang baru bisa menemukan “Jalan Pulang ke Rumah”. Hal itulah yang ditampilkan oleh mahasiswa Tzu Chi College of Technology Taiwan yang pada Selasa, 4 Agustus 2015 menampilkan sebuah drama berjudul “Di Manakah rumah Saya”.

Drama yang diadopsi dari Sutra Lotus dalam Bab Cerita Anak Miskin ini ditampilkan begitu apik oleh mahasiswa hingga mengundang keriuhan dan tepuk tangan dari kurang lebih 500-an penonton yang hadir. Salah satunya Nelly Kosasih Shijie. Nelly Shijie yang sering mengemban tanggung jawab sebagai sutradara atau PIC drama dalam beberapa kegiatan besar di Tzu Chi mengaku terpukau dengan permainan peran dari masing-masing karakter dalam drama. “Permainan karakter mereka sangat kuat,” katanya. Ia juga menambahkan bahwa kerja sama tim yang solid juga pasti menjadi penunjang dalam setiap pertunjukkan. “Jadi satu pertunjukkan yang sukses bukan hanya dari satu orang melainkan dari kesatuan tim,” tambahnya.

Persiapan make up penari dalam drama oleh tata rias yang telah disiapkan


Penampilan Tarian “Tangan Seribu” oleh siswi Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng

Walaupun drama yang ditampilkan diambil dari Sutra, namun dengan sedikit polesan yang menarik seperti atraksi sulap dan penampilan tari, terbukti drama ini tidak membosankan dan bisa menarik minat para penontonnya. Salah satu siswa, Ibnu Fadhol Mubarokh (13) mengaku senang bisa turut menonton drama dari mahasiswa Taiwan ini. “Ceritanya menarik, pemerannya juga bagus, dan nilainya mudah dicerna. Drama ini juga mengajarkan kita bagaimana cara berperilaku dan bertatakrama yang baik,” ujarnya. Hal senada juga diungkapkan oleh Bennet Angga Kusuma (12) yang mengatakan, “drama mereka seru, mereka juga sungguh-sungguh dan teliti.” Michelle Pricillia siswi kelas 10 di SMP Cinta Kasih Tzu Chi juga merasakan hal yang sama seperti kedua temannya. “Pesan yang saya dapat dari drama ini yaitu belajar harus sungguh-sungguh tidak bermalas-malasan,” ucap siswi yang baru berusia 14 tahun ini.

Bagi Direktur Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng Dyah Widayati Ruyoto, bisa menyaksikan drama yang langsung diperankan oleh mahasiswa Taiwan merupakan kesempatan yang luar biasa. “Bagi saya ini adalah bentuk motivasi dari mahasiswa Taiwan untuk kami semua supaya siswa kami nantinya bisa berkembang sama seperti mereka,” ucap Dyah. Ia juga berharap nilai yang terkandung dalam drama dapat diserap oleh siswa dan diterapkan dalam kehidupan nyata.

Seusai pementasan drama para pemain dari Tzu Chi College of Technology Taiwan meminta sumbangsih dari penonton-penonton yang hadir untuk bencana di Nepal beberapa waktu lalu

Menemukan “Jalan Pulang ke Rumah”

Wu Yi Lun, mahasiswa tahun pertama jurusan Keperawatan di Institut Teknologi Tzu Chi Taiwan merasa beruntung bisa memerankan tokoh Alun, yang merupakan tokoh utama dalam drama ini. Walaupun ia merasa kesulitan pada awalnya untuk melepaskan figur diri dan ego, namun lama kelamaan ia mampu mendalami peran ini. “Karena anak muda, kondisi hati kami sering terpengaruh oleh lingkungan dan hati tidak tenang. Dan dalam proses pelatihan ini, kami dapat merenungkan kehidupan diri sendiri, berlatih memahami isi Sutra dan belajar lebih tenang dan menenangkan hati saya,” ucap Yi Lun.

Bagi Yi Lun dan timnya, menampilkan satu pentas di Indonesia mempunyai tantangan tersendiri. The Dean of the office of Humanities Tzu Chi College of Technology Cheah Lee Hwa menjelaskan bahwa kesulitan pertama yang dihadapi adalah bahasa. “Di Singapura dan Malaysia, anak-anak di sana menggunakan bahasa mandarin dan sedikit banyak mengerti Mandarin. Berbeda dengan di Indonesia,” tuturnya. Mengatasi hal tersebut, kekompakkan tim untuk memberikan hasil yang terbaik kembali diasah. “Kami harus membabarkan Dharma melalui bahasa tubuh dan ekspresi kami agar mereka memahaminya,” ucap Yi Lun.

Sebanyak 48 peserta dari Tzu Chi College of Technology Taiwan serta relawan-relawan yang hadir berfoto bersama pada akhir acara.

Melalui pementasan yang telah tiga kali ditampilkan ini (Penampilan pertama di Singapura, kedua di Malaysia) Yi Lun berharap melalui kerja sama dan kekompakan tim mereka dapat memberikan penampilan terbaik, sehingga penonton dapat mengetahui dan memahami nilai yang terkandung dalam drama. Ia pribadi juga berharap nantinya dapat mengikuti ajaran Master Cheng Yen dan tidak terpengaruh oleh lingkungan luar.

Sementara itu Cheah Lee Hwa berharap bahwa setiap hal yang dihadapi para mahasiswa dapat dijadikan tantangan dan juga pembelajaran. “Melalui drama mereka dapat mengembangkan diri mereka. Melalui drama mereka belajar mengenai orang lain, mereka belajar musik, kinestetik, logika, dan mereka belajar banyak keterampilan lainnya. Melalui drama mereka juga menjadi percaya diri dan belajar mencintai dan menyebarkan cinta kasih bagi orang lain,” pungkasnya.


Artikel Terkait

Tak perlu khawatir bila kita belum memperoleh kemajuan, yang perlu dikhawatirkan adalah bila kita tidak pernah melangkah untuk meraihnya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -