Memberikan Keteduhan Hati

Jurnalis : Yuliati, Fotografer : Metta Wulandari
 
 

foto
Peletakan batu pertama pembangunan rumah warga korban gempa dilakukan relawan Tzu Chi bersama Pemda dan Polda NTB pada tanggal 5 September 2013.

Membebaskan manusia dari penderitaan merupakan misi Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dalam menjalankan kiprahnya di masyarakat tanpa memandang suku, agama, ras, dan budaya tertentu. Kali ini, Tzu Chi berlabuh di sebuah pulau yang belum lama terkena bencana gempa. Setelah dua kali melakukan survei lokasi oleh Tim Tanggap Darurat (TTD) Tzu Chi, Tzu Chi berjodoh dengan warga korban gempa dengan membantu membangun kembali rumah tinggal warga sebanyak 23 Kepala Keluarga (KK) tepatnya di Dusun Montong, Desa Jenggala, Kec. Tanjung Kab. Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang menjadi pusat gempa terdahsyat 22 Juni 2013 lalu.

Pagi itu, 5 September 2013, relawan Tzu Chi mengadakan acara peletakan batu pertama pembangunan rumah warga korban gempa yang dihadiri oleh aparat pemerintah daerah, polda, dan instansi terkait. Sebelumnya sebanyak lima relawan Tim Tanggap Darurat (TTD) yang hadir. Setibanya di Lombok langsung bergegas menuju lokasi bantuan untuk mempersiapkan acara dengan para warga serta koordinasi persiapan dengan warga dan pemerintah setempat hingga larut malam.

Dukungan Sepenuhnya
Kehadiran Tzu Chi di tengah-tengah minimnya kondisi ekonomi masyarakat Dusun Montong memberikan pelita bagi hati masing-masing setiap insan korban gempa. Mereka yang seratus persen bermatapencaharian sebagai seorang buruh tani dan buruh bangunan merasa bersyukur atas cinta kasih Tzu Chi.

Selain itu, pemerintah daerah setempat juga memberikan apresiasi positif kepada Tzu Chi yang telah melabuhkan perahu cinta kasihnya di pulau yang sama sekali belum mengenal Yayasan Buddha Tzu Chi. “Yayasan ini (Tzu Chi) yang paling awal memberikan perhatian untuk membangun kembali rumah akibat gempa. Atas kepeduliannya kepada masyarakat saya mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya,” ucap H. Djohan Syamsu selaku Bupati Lombok Utara. Ia berharap agar masyarakat yang dibantu membangun kembali rumah mereka turut berpartisipasi dan bergotong royong selama proses pembangunan berlangsung.

foto  foto

Keterangan :

  • Warga saling bergotong royong bekerjasama mempersiapkan acara peletakan batu pertama pembangunan 23 rumah warga korban gempa 22 Juni 2013 lalu (kiri).
  • Para tamu undangan yang turut hadir pada acara peletakan batu pertama di Dusun Montong Desa Jenggala Kec. Tanjung Kab. Lombok Utara Nusa Tenggara Barat (kanan).

Demikian juga dengan Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) yang senantiasa memberikan dukungan kepada Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mulai dari tahap survei hingga pemberian bantuan dengan pembangunan rumah warga. “Kami siap membantu Yayasan Buddha Tzu Chi berupa tenaga,” kata Kombespol Drs. Martono, Wakapolda NTB. Ia menambahkan akan menerjunkan personil dari pihak kepolisian dan bekerja sama dengan TNI untuk membantu dalam pembangunan ini. “Kami akan bicarakan untuk menerjunkan setiap harinya personil dari Polda. Akan di-rolling dan akan kerjasama dengan TNI,” imbuhnya.

Susah Senang Bersama Keluarga
Bantuan pembangunan rumah dari Tzu Chi diperuntukkan bagi warga dengan ketentuan mereka yang jompo, janda, anak yatim piatu, buruh tani atau tidak memiliki pekerjaan. Rumah dengan ukuran 5 x 6 m lengkap dengan fasilitas toilet yang akan dibangun oleh Tzu Chi. Memberikan apa yang dibutuhkan warga itulah yang menjadi prinsip Yayasan Buddha Tzu Chi dalam membantu warga. Hal ini membuat warga menaruh harapan besar dengan hadirnya Tzu Chi dalam memberikan bantuan.

Seperti yang dirasakan oleh Dewi Riwanti (32) bersama suaminya Suryansyah (35) merasa besyukur atas bantuan yang diberikan oleh Tzu Chi. Gempa berkekuatan 5,4 SR meruntuhkan rumahnya hingga rata dengan tanah. Setelah rumah runtuh tanpa sisa, Dewi bersama keluarganya tinggal di tenda darurat yang disediakan oleh dinas sosial. Seminggu kemudian ia menutup dinding berugak (tempat bercengkerama dengan keluarga disaat santai) yang dimilikinya dan dihubungkan dengan sisa tembok dapur yang masih utuh dengan menggunakan papan dan kayu sisa-sisa reruntuhan bangunan rumahnya, kemudian menjadikannya sebagai tempat tinggal sementara hingga rumahnya kembali berdiri kokoh.

foto  foto

Keterangan :

  • Warga bersama-sama bahu membahu mempersiapkan bahan bangunan sehingga pekerjaan menjadi ringan dan segera selesai (kiri).
  • Dewi Riwanti turut membantu dalam mengeruk tanah untuk pembuatan fondasi rumahnya (kanan).

Selama lebih kurang 2 bulan ini, Dewi bersama keluarganya menahan panas di siang hari dan dingin di malam hari. Akibat kondisi ini, stamina Suryansyah kurang fit. Setiap malam ia menggigil kedinginan karena tidak kebagian pemakaian selimut penghangat tubuh dan sore ini nampak kurang sehat. “Suami sering sakit, kalau malam menggigil kedinginan. Selimut cuma 2 dipakai anak-anak. Yang penting anak-anak merasa hangat,” ujar Dewi dengan logat Sasaknya.

Meskipun demikian, anak bungsu Dewi sering merasa sakit karena perubahan hawa panas menjadi dingin yang disertai angin kencang. Terlebih lagi, anaknya sudah sakit sebelum gempa terjadi. Benjolan pada leher yang memicu anaknya sering membuat suhu badan naik turun. “Sudah dua kali opname ke rumah sakit dan harus dioperasi tapi tidak ada biaya,” aku Dewi. Melihat kondisi demikian Dewi bersama suami berinisiatif untuk melakukan pengobatan alternatif. Setelah melakukan pengobatan benjolan berangsur-angsur berkurang dan mengecil.

Kondisi anak Dewi mulai membaik dan sudah bisa makan seperti biasa walaupun sempat mengalami sakit alergi di kepala hingga harus merelakan rambutnya dipangkas habis, namun sekarang sudah tumbuh namun masih pendek. Dewi bersama suami sehari-hari menjadi seorang buruh tani. Penghasilan yang diperoleh pun juga tidak besar. Hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, belum lagi anak sulungnya sedang menempuh pendidikan kelas 5 SD. Buruh tani bukanlah pekerjaan yang menghasilkan pendapatan tetap melainkan musiman. Jika waktu panen tiba maka berkah pendapatan ada. Inilah yang dialami oleh Dewi bersama suaminya, hingga ia sendiri tidak terlintas menentukan waktu akan mendirikan kembali rumahnya. “Saya tidak tahu kapan bisa bangun rumah lagi. Tiap malam selalu berdoa ada yang bantu buat rumah dan  syukur alhamdulillah Allah mendengar doa kami. Sekarang Yayasan Buddha Tzu Chi datang bantu,” ungkap ibu dua anak ini. Ungkap syukur yang tiada henti-hentinya dihaturkan oleh Dewi kepada Tzu Chi. “Saya benar-benar terima kasih sudah di bantu. Saya sangat senang sekali,” ungkapnya penuh syukur.

Joe Riady selaku ketua Tim Tanggap Darurat Tzu Chi mengatakan dalam pembangunan rumah warga bantuan ini ditargetkan satu setengah hingga dua bulan pengerjaan. “Mudah-mudahan pembangunan rumah segera selesai agar warga bisa segera menempati rumah, sehingga tidak kepanasan dan kedinginan lagi dan mereka lebih tenang,” harapnya. Aliran cinta kasih Tzu Chi mampu memberikan ketentraman hati pada hati Dewi dan warga lainnya melalui bantuan pembangunan kembali rumah yang menjadi tempat berteduh dari panas dan dingin.

  
 

Artikel Terkait

Program Bedah Kampung Tzu Chi: Mendorong Perbaikan dengan Bergotong-Royong

Program Bedah Kampung Tzu Chi: Mendorong Perbaikan dengan Bergotong-Royong

15 Februari 2016

Pada Minggu, 14 Februari 2016, Tim relawan Tzu Chi, aparat TNI dan Polri serta Pemerintah Kabupaten Bogor bersama-sama mengunjungi perkampungan warga di Desa Jagabita, Kampung Pabuaran, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kunjungan ini dalam rangka menjalankan Program Bedah Kampung di wilayah tersebut.

HUT Tzu Chi Ke-53 dan Kebaktian Sutra Bhaisajyaguru

HUT Tzu Chi Ke-53 dan Kebaktian Sutra Bhaisajyaguru

30 April 2019

Menyambut HUT Tzu Chi ke-53, relawan Tzu Chi Tanjung Balai Karimun mengadakan kebaktian Pembacaan Sutra Bhaisajyaguru pada Minggu, 28 April 2019.

Kerisauan dalam kehidupan manusia disebabkan dan bersumber pada tiga racun dunia, yaitu: keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -