Mengajak Suci Hati Melindungi Bumi

Jurnalis : Ivana, Fotografer : Ivana
 
foto

Para siswa Sekolah Suci Hati belajar memilah sampah yang akan mereka buang agar lebih mudah didaur ulang.

Mulanya Siu Cu sering berkunjung ke SMP Suci  Hati untuk mengurus pembayaran Intan, anak asuh Tzu Chi yang duduk di kelas 2 SMP Suci Hati. Sewaktu relawan komunitas aktif mendorong sosialisasi pelestarian lingkungan di sekolah-sekolah, bersama Wen Mei, Siu Cu mencoba untuk mengadakannya pula di Sekolah Suci Hati.

Sekolah di Halaman Vihara
Pintu gerbang berwarna merah itu bertuliskan Vihara Lupan, namun tampak banyak anak berseragam sekolah didampingi ayah atau ibunya keluar dari pintu tersebut. Dari luar memang tidak nampak tanda-tanda bahwa ada sebuah sekolah berjenjang dari TK sampai SMP di dalam bangunan vihara tersebut. Padahal, Sekolah Suci Hati yang terdapat di daerah Pinangsia, Jakarta Barat ini sudah berdiri sejak tahun 1950-an. “Awalnya dibangun oleh orang-orang Buddhis untuk sekolah anak-anak umat yang beribadah di sini,” terang Maria Magdalena, kepala sekolah. Saat ini jumlah muridnya mencapai 161 orang.

Setelah melewati pintu gerbang, langsung terlihat pintu utama vihara yang lebih menyerupai kelenteng tersebut. Halaman panjang yang di-paving membatasi gerbang dengan pintu utama. Di sisi kanan dan kiri halaman panjang inilah terdapat ruang-ruang kelas Sekolah Suci Hati. Lebar tiap ruang kelas tak lebih dari 4 meter. Dengan memanfaatkan ruang vihara seadanya, sekolah ini memberikan pendidikan pada anak-anak yang juga tinggal tak jauh dari vihara.

Intan Mulyani, salah seorang siswa diterima menjadi anak asuh Tzu Chi sejak kelas 5 SD. “Waktu itu mama yang mengajukan ke Tzu Chi untuk bantu,” ceritanya. Intan merasa senang Tzu Chi berkunjung ke sekolahnya.

foto  foto

Ket : - Sekolah Suci Hati berada dalam lingkungan Vihara Lupan, Pinangsia, Jakarta Barat. Di sisi kanan dan kiri
           halaman vihara terdapat ruang-ruang kelas untuk tempat belajar para siswa. (kiri)
         - Sekitar 100 siswa dari kelas 3 SD sampai kelas 2 SMP menyimak presentasi relawan Tzu Chi yang
           mengajak mereka untuk melakukan daur ulang sampah dan menjalankan budaya hidup hijau. (kanan)

Hati yang Suci di Hati Suci
Pagi menjelang siang, tanggal 15 Mei 2009, Tzu Chi mengadakan sosialisasi pada para siswa Sekolah Suci Hati. Awalnya mereka memutarkan video lagu-lagu Tzu Chi, yang kemudian dilanjutkan dengan presentasi Tzu Chi dan pelestarian lingkungan. Para siswa sangat aktif dan tidak malu-malu. Sewaktu ditanya oleh para relawan, mereka bahkan berebut hendak menjawab. Ruang kelas TK yang kecil, tempat sosialisasi berlangsung cukup panas siang itu, namun para siswa memperhatikan dengan sungguh-sungguh.

“Tadi dijelaskan supaya kita tidak membuang sampah sembarangan, juga tidak melepaskan gas-gas beracun ke udara supaya bumi kita tidak panas,” kata Kartono, siswa kelas 5 sewaktu ditanya apa yang ia pelajari hari ini. Ia juga memahami bahwa Tzu Chi menyerahkan 2 tempat sampah kepada Sekolah Suci Hati dengan tujuan supaya sampah-sampah dipilah agar bisa didaur ulang.

foto  foto

Ket : - Beberapa siswa menampilkan isyarat tangan "Sebuah Dunia yang Bersih". Di tangan anak-anak inilah masa
           depan bumi akan diwariskan. (kiri)
         - Relawan Tzu Chi menyerahkan 2 buah tempat sampah kepada Maria Magdalena, Kepala Sekolah Suci Hati
           agar para siswa bisa mulai membangun kebiasaan memilah sampah di sekolah. (kanan)

Para siswa menyimak sepenuh hati ketika Suryadi, relawan Tzu Chi, menjelaskan agar mulai esok harinya para siswa membuang sampah ke tempat sampah yang sesuai, “Nanti kalau ada sampah kertas ingat dimasukkan ke tempat sampah abu-abu. Nah, kalau sampah beling, plastik, kaleng dimasukkannya ke tempat sampah warna ijo.”

Maria Magdalena menyambut baik kunjungan Tzu Chi ke sekolahnya. “Saya berterima kasih pada Yayasan Buddha Tzu Chi sudah banyak memberikan pengalaman baru pada anak-anak kami tentang lingkungan hidup. Harapan saya agar anak-anak kami semua bisa menerapkan apa yang jadi visi atau misi dari Tzu Chi,” harapnya.

 

Artikel Terkait

Kita Semua Satu

Kita Semua Satu

11 April 2014 Drama musikal ini menceritakan mengenai kehidupan sekelompok anak SD di desa yang penduduknya terdiri dari beragam suku. Meski berbeda, mereka saling kompak dan saling mendukung.
Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-146 di Aceh: Sebuah Mukjizat Penglihatan di Baksos Kesehatan Tzu Chi di Aceh

Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-146 di Aceh: Sebuah Mukjizat Penglihatan di Baksos Kesehatan Tzu Chi di Aceh

24 Desember 2024

Trisnayanti, seorang ibu asal Sabang yang telah menderita katarak selama lima tahun, merasakan mukjizat ketika penglihatannya kembali terang setelah menjalani operasi.

Perhatian Relawan Kepada Para Penerima Bantuan Tzu Chi

Perhatian Relawan Kepada Para Penerima Bantuan Tzu Chi

07 September 2022

Para relawan Tzu Chi di Bekasi, Jawa Barat begitu perhatian kepada para Gan En Hu yakni penerima bantuan Tzu Chi jangka panjang di wilayah tersebut. Pagi itu, Denasari beserta empat relawan lainnya mengunjungi Sara (41) yang belum lama kehilangan anak sulungnya, Yehezkiel dalam usia 11 tahun.

Kesuksesan terbesar dalam kehidupan manusia adalah bisa bangkit kembali dari kegagalan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -