Pesan cinta kasih dari Supini dan Sophie, Ketua dan Wakil Ketua Misi Amal, menjadi penutup penuh makna. Keduanya mengingatkan relawan agar senantiasa menanam kebaikan dan menjaga semangat pelayanan.
Suasana hangat penuh semangat welas asih menyelimuti acara Gathering Relawan Misi Amal yang diadakan di Kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Surabaya pada 26 Oktober 2025. Sebanyak 25 relawan dari tiga komunitas Xie Li hadir sejak pagi dengan wajah ceria dan hati penuh sukacita. Acara dibuka oleh Sheila selaku pembawa acara dengan pantun ceria yang memecah keheningan, sebelum sesi materi utama dibawakan oleh FX Santoso.
Dalam pemaparannya, FX Santoso mengajak para relawan merenungkan kembali makna kegiatan amal. “Amal bukan sekadar kegiatan, tapi jalan hidup,” ujarnya tegas. Ia menekankan bahwa amal sejati bukan hanya rutinitas membantu sesama, melainkan pelatihan batin yang menuntun pada perubahan diri. Ketika amal menjadi bagian dari napas kehidupan, setiap pikiran, ucapan, dan tindakan akan mengalir dalam kasih tanpa menunggu momentum tertentu.
Melalui kisah-kisah nyata penerima bantuan, FX Santoso menumbuhkan kesadaran bahwa dalam proses menolong, kita pun sesungguhnya ikut ditolong. “Dari aku menolong orang, menjadi aku dan dia saling menguatkan,” ucapnya. Amal, lanjutnya, adalah cermin yang melembutkan hati dan menumbuhkan rasa syukur. Rasa syukur dari penerima bantuan sejatinya menjadi pantulan cinta kasih bagi para relawan.
FX Santoso dengan penuh semangat dan welas asih membawakan materi bertema “Amal sebagai Benih Transformasi Diri”, mengajak relawan memahami makna amal bukan sekadar kegiatan sosial, tetapi jalan menuju perubahan batin.
Para relawan mengikuti sesi materi dengan khidmat. Setiap penjelasan dari FX Santoso menjadi bahan perenungan untuk menumbuhkan cinta kasih dan kebijaksanaan dalam menjalankan Misi Amal Tzu Chi.
Dalam materi bertema Langkah Hidup dalam Amal, FX Santoso memperkenalkan empat tahapan yang dapat diterapkan dalam keseharian: menyadari bahwa semua makhluk ingin bahagia, melatih kepekaan hati, membiasakan kebaikan kecil, dan menyelaraskan pikiran, ucapan, serta tindakan. Ketika langkah-langkah ini dijalani, amal bukan lagi aktivitas, tetapi cahaya yang menuntun kehidupan.
Sesi berikutnya diisi dengan sharing dari para relawan Xie Li Utara. Alam, pendamping penerima bantuan, berbagi kisah tentang Ibu Munayah yang menderita tumor sejak 2009. Meski hidup dalam keterbatasan, Ibu Munayah tetap bersyukur, dan hal itu menjadi pelajaran berharga bagi Alam. Sementara Ermin menceritakan pendampingannya kepada Ibu Nur, seorang ibu tunggal dengan empat anak. “Memberi bantuan bukan hanya soal materi, tapi juga menjalin jodoh baik,” tuturnya.
Becky menambahkan kisah Lie Yuni, penerima bantuan yang rumahnya dahulu penuh tumpukan barang. Para relawan muda membersihkannya hingga menjadi tempat tinggal yang layak. Dari pengalaman itu, para relawan belajar arti kebersamaan dan pelayanan dengan hati.
Sutina bercerita tentang perjalanan hidupnya sejak bergabung dengan Tzu Chi hingga kini dipercaya sebagai Fungsionaris Pelestarian Lingkungan. Ia menegaskan pentingnya menabur jodoh baik melalui setiap langkah pelayanan.
Becky memandu pada sesi tanya jawab berlangsung hangat. Pertanyaan seputar pengalaman Becky dalam mendampingi Gan En Hu dijawab dengan penuh suka cita.
Dalam sesi diskusi, para relawan bertanya tentang berbagai tantangan di lapangan, seperti menghadapi penerima bantuan yang sulit diajak berbenah. Becky menekankan pentingnya memberi teladan dan bimbingan penuh kasih, bukan paksaan. Alam menambahkan, sebelum melakukan kunjungan kasih, relawan harus meninggalkan ego dan emosi agar dapat hadir sepenuhnya dengan empati. “Ketika kita menjadi tempat curhat bagi penerima bantuan, di sanalah cinta kasih bekerja,” ujarnya.
Ermin juga berbagi refleksi pribadi tentang perubahan karakternya selama menjadi relawan. Ia belajar menahan diri, lebih sabar, dan tidak memaksakan kehendak. Tina, relawan di depo daur ulang, turut bercerita bagaimana aktivitas memilah sampah menjadi latihan untuk membersihkan hati. “Dari sampah menjadi emas, dari emas menjadi cinta kasih,” ujar Ermin dengan penuh semangat.
Kisah dari Dr. Chien di Taichung pun turut dibagikan. Seorang pasien yang dulu didampingi tim TIMA kini justru menjadi komite Tzu Chi. Dari penerima bantuan menjadi pemberi bantuan, inilah transformasi sejati yang diharapkan oleh Master Cheng Yen, membangkitkan kekuatan cinta kasih dalam diri setiap orang agar bermanfaat bagi sesama.
Supini, Ketua Misi Amal Tzu Chi Surabaya, menyerahkan cendera mata kepada para pemateri sebagai ungkapan terima kasih atas pengalaman dan inspirasi yang telah dibagikan. FX Santoso dengan penuh suka cita membawakan materi tentang Amal sebagai benih transformasi diri sendiri.
Acara ditutup dengan pesan dari Ketua Misi Amal, Supini, dan Wakil Ketua, Sophie. “Berbuat amal ibarat menanam kebaikan dalam hati sendiri. Jangan biarkan semangat kita tumpul,” pesan Supini penuh haru.
Melalui kegiatan ini, para relawan kembali diingatkan bahwa setiap amal adalah latihan jiwa. Dalam membantu orang lain, sesungguhnya kita tengah menumbuhkan benih kebajikan dalam diri sendiri. Seperti pesan Master Cheng Yen, “Hanya kekuatan cinta kasih tanpa pamrih yang dapat menjernihkan kekeruhan di masyarakat dan menumbuhkan kedamaian sejati di hati manusia.”
Editor: Anand Yahya