Menyadari dan Bertobat

Jurnalis : Stephen Ang (He Qi Utara), Fotografer : Melliza Suhartono, Stephen Ang (He Qi Utara)
 
 

foto Melihat dan berinteraksi langsung dengan pasien penerima bantuan Tzu Chi membuat hubungan antar sesama menjadi erat dan tumbuh rasa syukur dalam diri setiap orang.

“Setiap hari kita harus berterima kasih kepada orang tua dan semua makhluk hidup, jangan melakukan hal yang mengecewakan mereka sepanjang hidup kita,”
kata perenungan Master Cheng Yen.

Minggu, 2 Juni 2013, aku bangun dari tempat tidurku yang cukup nyaman. Karena sedikit telat, aku pun tergesa-gesa untuk segera berangkat menuju Jing Si Books & Café Pluit tempat dimana biasanya para relawan berkumpul sebelum berangkat kegiatan. Setelah sejenak menenangkan hati dan pikiran, pukul 9 pagi aku bersama 4 relawan Tzu Chi lainnya menuju ke sebuah rumah kos yang terletak di jalan TPI II, Pasar Gang Kantong, Kelurahan Pejagalan Jakarta. Suasana sekitar jalan ramai dan penuh dengan aktivitas warga. Lain halnya ketika masuk ke dalam rumah kos yang cukup luas terdiri dari banyak kamar penghuni ini terasa sepi dan sejuk. Kami menaiki tangga menuju lantai tiga untuk melakukan kunjungan kasih kepada seorang pasien penerima bantuan Tzu Chi bernama Arman.

Perubahan Hidup
Tanggal 16 Desember 2012 lalu, ketika hendak menuju sebuah wihara menggunakan sepeda motornya, Arman ditabrak dengan sebuah angkot. Kaki kanannya terluka parah karena tersangkut besi hingga tulangnya remuk. Arman yang masih sadar saat itu masih sempat untuk menasehati warga sekitar untuk tidak bertindak gegabah terhadap supir angkot. Kemudian setelah dibawa ke rumah sakit, keesokan harinya Arman pun menjalani operasi pemasangan pen di bagian dalam paha sebelah kanan. Karena pemasangannya ada yang tidak benar dan terjadi infeksi, maka dilakukan operasi tahap ke-2 untuk memperbaiki pen dan dipasang semen dan pen besi luar. Biaya operasi awalnya dibantu oleh pamannya dan menggunakan Kartu Jakarta Ssehat. Dokter menyarankan agar dapat segera operasi untuk pemasangan tulang. Karena diperlukan biaya yang cukup besar dan berhubung tidak memiliki uang maka belum dioperasi.

Arman seorang pria berusia 33 tahun, bertubuh besar. Saat aku datang ia sedang duduk sendirian di kasur menyandar ke tembok. Besi panjang dan pen dalam tulangnya terlihat sekilas sangat menyakitkan, namun Arman terlihat kuat dan dapat menerima kondisinya. Saat ini ia tinggal bersama calon istri bersama dua anak di salah satu kamar di lantai bawah. Sedangkan mamanya tinggal di lantai tiga bersebelahan kamar dengan adik laki-lakinya yang juga sudah berkeluarga. Ketika kami mengunjunginya, Arman menceritakan perjalanan hidupnya yang cukup menarik sekaligus menjadi pelajaran kehidupan. “Sewaktu muda dulu, saya adalah seorang anak yang sangat bandel. Kalau orang bilang adu mulut itu sudah biasa, tapi saya ini bersikap kasar terhadap mama. Pekerjaan saya juga tidak tetap yang penting halal. Ada orang yang memberi nasehat kepada saya. Saya juga sering ke wihara sembahyang dan bantu orang tanpa mengharapkan imbalan. Saya bertobat dan berlutut minta maaf kepada mama dan akhirnya mama pun memaafkan saya. Tetapi perbuatan saya selama ini sudah tercatat dan tidak bisa dihapus. Sekarang saya sudah membuang dan melepas semua yang buruk dalam batin saya. Kalau saya tidak menjalaninya mungkin kejadiannya bisa lebih parah dari yang ini,” tutur Arman sambil menahan air matanya.

Seseorang yang biasanya selalu aktif seperti Arman menjadi tidak bisa berjalan bahkan sulit untuk bergerak akibat kecelakaan. Tentu tidak mudah mengalami perubahan yang cukup besar dalam kehidupannya. Bagi dirinya, ini merupakan sebuah teguran dan hukuman atas perbuatannya. Saat ini Arman berhenti kerja dan tidak memperoleh penghasilan. Semua biaya tempat tinggal kos masih sanggup ditanggung oleh adik perempuannya yang bekerja di Serpong. Tetapi untuk biaya kehidupan sehari-hari dan periksa ke dokter masih memerlukan bantuan. Dari kejadian inilah jalinan jodohnya dengan Tzu Chi menjadi lebih erat. Mamanya Arman yang bernama Chen Xiu Hua pernah mengikuti kegiatan masak vegetarian bersama relawan Tzu Chi di kantin lama Jing Si Pantai Indah Kapuk. “Dulu pernah antar mama ke Tzu Chi yang di PIK dan saat itu bangunannya belum jadi. Dapurnya masih masuk dari pintu samping,” jelas Arman ketika ditanya bagaimana bisa mengenal Tzu Chi. Chen Xiu Hua mengajukan permohonan ke bagian bakti amal Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia untuk bantuan pengobatan terhadap Arman. Setelah dilakukan survei oleh relawan akhirnya Arman disetujui dan menjadi pasien penerima bantuan Tzu Chi.

Keterangan :

  • Arman adalah salah satu pasien penerima bantuan Tzu Chi yang kuat dan optimis dalam menghadapi kehidupannya serta menginspirasi hidup orang banyak..

Arman sangat bersyukur karena dirinya masih diberikan kesempatan untuk hidup. Ia bertemu banyak orang yang membantunya saat kecelakaan terjadi, memiliki seorang dokter yang baik dan ikhlas merawatnya, juga dari Yayasan Buddha Tzu Chi yang telah membantu pengobatan dan membagikan beras cinta kasih. Arman berharap agar kakinya bisa segera dioperasi dan cepat pulih agar bisa beraktivitas kembali. Ia merasa sedih melihat kondisi mamanya yang sudah tua dan adik perempuannya yang menopang hidupnya. Arman juga tidak ingin menambah kekhawatiran mamanya.

Refleksi Diri
Satu hal yang patut dipelajari dari dirinya bahwa setelah menyadari kesalahannya, ia juga melakukan kebajikan yaitu memberikan nasehat kepada anak kecil yang ditemuinya di rumah sakit untuk bersikap baik terhadap orangtua agar tidak lagi terjadi seperti dirinya. Melalui kunjungan kasih kali ini, aku bersama relawan Tzu Chi lainnya sangat bersyukur dan belajar banyak dari pengalaman hidup Arman. Ini juga menjadi cerminan sekaligus mengingatkan diri setiap orang agar kita dapat berbakti kepada orangtua. Salah satu cara adalah menggunakan tubuh yang telah diberikan orang tua untuk melakukan hal yang baik dan bermanfaat.

Tanpa terasa sudah satu setengah jam berbincang-bincang dengan Arman. Aku pun terus memberikannya semangat untuk berjuang dan semoga di lain kesempatan dapat berkunjung kembali. Menjelang pukul 12 siang kami pamit pulang dan membawa perasaan terharu ini untuk dapat berbagi kisah dengan orang lain agar dapat menginspirasi lebih banyak orang berbuat kebajikan.

Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Oleh karena itu hendaknya kita sebagai manusia dapat menyadari perbuatan buruk yang pernah dilakukan dalam kehidupan dan mau bertobat dengan tulus sepenuh hati. Selamat dari sebuah bencana bukan berarti kita menghiraukan begitu saja. Tetapi harus tetap mawas diri dan melalui pertobatan kita belajar untuk mengikis lima racun batin, yaitu ketamakan, kebencian, kebodohan, kesombongan dan keraguan. Sehingga batin kita dapat menjadi bersih dan terang kembali.

  
 
 

Artikel Terkait

Pentingnya Menyayangi Diri Sendiri

Pentingnya Menyayangi Diri Sendiri

05 April 2023

Kelas Budi Pekerti (Tzu Shao) di Tzu Chi Tanjung Balai Karimun selalu menghadirkan materi ajar yang tak pernah membosankan. Seperti pada kelas kali ini, materinya bertemakan Me Time.

Jalinan Kasih Penuh Suka Cita di Tanjung Priok

Jalinan Kasih Penuh Suka Cita di Tanjung Priok

26 April 2017

Senin 24 April 2017 bertepatan dengan hari libur nasional Isra Mi’raj. Pagi itu, sekitar 60 insan Tzu Chi dan tujuh muda-mudi Tzu Chi komunitas He Qi Timur, Hu Ai Kelapa Gading sudah berkumpul di pelataran parkir Gereja Katolik Fransiskus Xaverius, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Mereka bersiap membagikan 1.193 paket beras 10 kg kepada warga lingkungan paroki gereja dan wilayah di sekitarnya.

Bakti Sosial Donor Darah di Super Mall Binjai

Bakti Sosial Donor Darah di Super Mall Binjai

25 September 2023

Untuk membantu persediaan stok darah, relawan Tzu Chi di komunitas Hu Ai Binjai yang merupakan bagian dari Tzu Chi Medan mengadakan bakti sosial donor darah, bekerja sama dengan UTD RSUD DR.RM Djoelham Binjai dan Super Mall Binjai.

Bertambahnya satu orang baik di dalam masyarakat, akan menambah sebuah karma kebajikan di dunia.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -