Pariaman, Sum-Bar: Menjaga Kesehatan Korban

Jurnalis : Veronika Usha, Fotografer : Veronika Usha
 

fotoKegiatan baksos kesehatan Tzu Chi ini, merupakan pelayanan kesehatan kedua yang diperoleh masyarakat Nagari Campago, Pariaman, pascagempa. Lokasi yang terpencil membuat wilayah ini sulit dijangkau tenaga medis.

 

Masih terekam dengan jelas di kepala Mursidah kejadian sore itu (Kamis 30 September 2009) yang hampir saja merenggut nyawanya. Sambil menerawang wanita 66 tahun ini pun mulai bercerita, “Waktu itu amak sedang memasak. Lalu setelah mematikan kompor, lantai mulai bergoyang-goyang. Amak coba keluar dari rumah, tapi goyangan semakin keras dan teras rumah mulai rubuh,” jelas Mursidah, sambil menghela nafas. Tidak hanya terjebak dalam reruntuhan, Mursidah juga sempat terguling beberapa kali, akibat kuatnya guncangan gempa. Untung saja, salah satu tetangga Mursidah membantunya untuk segera keluar dari rumah, karena tidak beberapa lama kemudian rumah Mursidah luluh lantak rata dengan tanah.

“Amak sudah tidak bisa bilang apa-apa saat melihat rumah amak rubuh,” tegas Mursidah sambil mengurut dadanya. Tidak hanya digoyang gempa, Mursidah menuturkan hujan deras yang turun setelah gempa juga membuat semua warga di Nagari Campago menjadi panik bukan main. Bahkan sebuah isu kalau akan datang banjir bandang, membuat ratusan warga berlarian untuk menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi.

“Dengan baju basah, kami berlari menuju kuburan sana,” ucap Mursidah, sambil menunjuk ke arah sebuah lahan pekuburan yang memiliki dataran lebih tinggi dari tempat Mursidah berpijak. Mursidah mengaku sangat ketakutan, “Amak pikir hari itu kiamat sudah datang.”

Gempa yang Menyisakan Trauma
Untung saja apa yang dipikirkan Mursidah itu salah. Namun meskipun demikian, gempa yang mengguncang selama lebih kurang lima menit itu telah berhasil menghancurkan sebagian rumah di Nagari Campago, Pariaman.

Sejauh mata memandang, pemandangan menyedihkan kerap kali terlihat. Bangunan yang dulu menjadi tempat berlindung dari teriknya matahari dan derasnya hujan, kini terlihat laksana onggokan bangunan tua yang tidak berarti. Para warga yang rumahnya hancur dan tidak layak untuk ditempati terpaksa mengungsi di rumah saudara atau tetangga mereka. “Mau tidak mau kita harus menumpang sama mereka (tetangga -red),” ucap Mursidah.

 

foto  foto

Ket : - Mursidah dan Rani merupakan salah satu dari warga Nagari Campago yang menderita sakit                  pascagempa yang melanda desa mereka. "Karena terlalu sering di luar, Rani sering pilek dan batuk.                  Sedangkan badan saya rasanya sakit dan sering sakit perut," tutur Mursidah. (kiri)
             -  Inilah kondisi rumah Mursidah dan Rani di Nagari Campago. Rani yang mengalami cacat sejak lahir                  (bisu) sempat trauma dan tidak tidur selama hampir dua hari pasca terjadinya gempa. "Tadi saya                  mengira hari itu adalah kiamat," seru Mursidah tergetar. (kanan)

Tidak hanya mereka yang terpaksa kehilangan tempat tinggal, di beberapa rumah yang masih berdiri tegak pun para warga enggan untuk tidur di dalam rumah. Dengan beralaskan kardus-kardus bekas yang ditutupi terpal seadanya, warga memilih tidur di teras atau pekarangan rumah. “Mereka takut ada gempa lagi,” ungkap Mursidah.

Trauma juga dialami oleh Rani, cucu Mursidah. Bocah berumur 6 tahun, yang menderita tunarungu (tidak bisa bicara) ini tak henti-hentinya menangis. “Ia selalu bilang, ayahnya sudah mati, sambil mengatupkan kedua tangannya,” tutur Mursidah.

Sejak gempa berlangsung, keberadaan Dedi Rianto, ayah Rani memang tidak bisa diketahui. Terputusnya komunikasi, membuat seluruh keluarga semakin cemas dan khawatir. Terlebih Rani, yang sejak kecil sangat dekat dengan sang ayah. “Dua hari setelah gempa, akhirnya telepon genggam Dedi pun bisa dihubungi. Setelah tahu ayahnya selamat, dan berhasil mendengar suaranya lewat telepon genggam, akhirnya Rani yang sudah dua hari tidak tidur , langsung tertidur lelap,” jelas Mursidah.

foto  foto

Ket : - Dibantu oleh dua orang Tim kesehatan lap Yonkes Kosrad, Tim medis Tzu Chi yang terdiri dari dua dokter             umum, dua perawat, serta empat orang relawan dari Jakarta dan Pekanbaru mengadakan baksos             kesehatan di Nagari Campago dan berhasil melayani 132 pasien. (kiri)
        - Selain membagikan bantuan sembako kepada warga, Tzu Chi juga memberikan bantuan berupa             pengobatan gratis kepada para korban. Kegiatan ini dilakukan di sebuah rumah warga, yang bersedia             meminjamkan rumahnya untuk kegiatan yang sudah dinanti-nanti tersebut. (kanan)

Baksos Kesehatan dan Kunjungan Kasih Tzu Chi
Dinginnya udara malam yang dirasakan oleh para warga yang memilih tidur di tenda sementara, membuat kondisi badan mereka setiap hari semakin menurun. Oleh sebab itu, tidak sedikit warga memeriksakan kondisi mereka dalam kegiatan baksos kesehatan yang diadakan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.

"Baksos ini, kami berikan dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan kepada para korban gempa. Apalagi pasca bencana alam merupakan saat rentan dengan beragam penyakit,” tutur dr Kimmy, selaku koordinator kegiatan baksos.

Kegiatan yang dimulai sejak pukul 09.30 ini berhasil melayani lebih kurang 132 pasien. Menurut para warga Nagari Campago, setelah gempa terjadi ini merupakan pelayanan pengobatan kedua yang mereka terima. “Setelah diperiksa, mayoritas warga menderita penyakit buang air dan pusing. Hal ini mungkin karena mereka stres dan terlalu sering menerima paparan angin malam,” tambah dr Ryan.

 
 

Artikel Terkait

Parsel Cinta Kasih untuk Para Penerima Bantuan Tzu Chi

Parsel Cinta Kasih untuk Para Penerima Bantuan Tzu Chi

21 Januari 2022

Relawan Tzu Chi di Komunitas Hu Ai Titi Kuning Medan memberikan parsel cinta kasih kepada 59 penerima bantuan Tzu Chi. Para penerima bantuan Tzu Chi merasa bersyukur.

Berkat Jodoh yang Baik (Bag. 1)

Berkat Jodoh yang Baik (Bag. 1)

22 Juli 2010
Semua serba tidak pasti, demikian yang dialami oleh Ahmad Damanhuri (32) guru Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi yang dahulu tak sedetik pun berpikir dan bercita-cita menjadi seorang guru serta bertemu dengan Master Cheng Yen, pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi.
Suara Kasih: Membangkitkan Ketulusan Warga Melalui Program Bantuan Tzu Chi

Suara Kasih: Membangkitkan Ketulusan Warga Melalui Program Bantuan Tzu Chi

18 Desember 2013 Jalinan cinta kasih antar manusia sungguh menakjubkan. Meski awalnya mereka tidak mengenal kita, tetapi kini sudah terjalin hubungan yang dekat.
Ada tiga "tiada" di dunia ini, tiada orang yang tidak saya cintai, tiada orang yang tidak saya percayai, tiada orang yang tidak saya maafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -