Pariaman, Sum-Bar: Menjaga Kesehatan Korban
Jurnalis : Veronika Usha, Fotografer : Veronika Usha
|
| |
“Amak sudah tidak bisa bilang apa-apa saat melihat rumah amak rubuh,” tegas Mursidah sambil mengurut dadanya. Tidak hanya digoyang gempa, Mursidah menuturkan hujan deras yang turun setelah gempa juga membuat semua warga di Nagari Campago menjadi panik bukan main. Bahkan sebuah isu kalau akan datang banjir bandang, membuat ratusan warga berlarian untuk menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi. “Dengan baju basah, kami berlari menuju kuburan sana,” ucap Mursidah, sambil menunjuk ke arah sebuah lahan pekuburan yang memiliki dataran lebih tinggi dari tempat Mursidah berpijak. Mursidah mengaku sangat ketakutan, “Amak pikir hari itu kiamat sudah datang.” Gempa yang Menyisakan Trauma Sejauh mata memandang, pemandangan menyedihkan kerap kali terlihat. Bangunan yang dulu menjadi tempat berlindung dari teriknya matahari dan derasnya hujan, kini terlihat laksana onggokan bangunan tua yang tidak berarti. Para warga yang rumahnya hancur dan tidak layak untuk ditempati terpaksa mengungsi di rumah saudara atau tetangga mereka. “Mau tidak mau kita harus menumpang sama mereka (tetangga -red),” ucap Mursidah.
Ket : - Mursidah dan Rani merupakan salah satu dari warga Nagari Campago yang menderita sakit pascagempa yang melanda desa mereka. "Karena terlalu sering di luar, Rani sering pilek dan batuk. Sedangkan badan saya rasanya sakit dan sering sakit perut," tutur Mursidah. (kiri) Tidak hanya mereka yang terpaksa kehilangan tempat tinggal, di beberapa rumah yang masih berdiri tegak pun para warga enggan untuk tidur di dalam rumah. Dengan beralaskan kardus-kardus bekas yang ditutupi terpal seadanya, warga memilih tidur di teras atau pekarangan rumah. “Mereka takut ada gempa lagi,” ungkap Mursidah. Trauma juga dialami oleh Rani, cucu Mursidah. Bocah berumur 6 tahun, yang menderita tunarungu (tidak bisa bicara) ini tak henti-hentinya menangis. “Ia selalu bilang, ayahnya sudah mati, sambil mengatupkan kedua tangannya,” tutur Mursidah. Sejak gempa berlangsung, keberadaan Dedi Rianto, ayah Rani memang tidak bisa diketahui. Terputusnya komunikasi, membuat seluruh keluarga semakin cemas dan khawatir. Terlebih Rani, yang sejak kecil sangat dekat dengan sang ayah. “Dua hari setelah gempa, akhirnya telepon genggam Dedi pun bisa dihubungi. Setelah tahu ayahnya selamat, dan berhasil mendengar suaranya lewat telepon genggam, akhirnya Rani yang sudah dua hari tidak tidur , langsung tertidur lelap,” jelas Mursidah.
Ket : - Dibantu oleh dua orang Tim kesehatan lap Yonkes Kosrad, Tim medis Tzu Chi yang terdiri dari dua dokter umum, dua perawat, serta empat orang relawan dari Jakarta dan Pekanbaru mengadakan baksos kesehatan di Nagari Campago dan berhasil melayani 132 pasien. (kiri) Baksos Kesehatan dan Kunjungan Kasih Tzu Chi "Baksos ini, kami berikan dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan kepada para korban gempa. Apalagi pasca bencana alam merupakan saat rentan dengan beragam penyakit,” tutur dr Kimmy, selaku koordinator kegiatan baksos. Kegiatan yang dimulai sejak pukul 09.30 ini berhasil melayani lebih kurang 132 pasien. Menurut para warga Nagari Campago, setelah gempa terjadi ini merupakan pelayanan pengobatan kedua yang mereka terima. “Setelah diperiksa, mayoritas warga menderita penyakit buang air dan pusing. Hal ini mungkin karena mereka stres dan terlalu sering menerima paparan angin malam,” tambah dr Ryan. | ||
Artikel Terkait

Melayani dengan Cinta Kasih
20 Juni 2014 Salah satu dokter yang turut bersumbangsih adalah dokter Laila. Untuk menjangkau Pekanbaru, beliau menempuh jarak sekitar 2 jam dari Kandis. Namun sepertinya jarak tidak menjadi suatu hambatan bagi dokter Laila agar bisa melayani masyarakat.
Turut Menjadi Pewaris Masa Depan Bumi
19 Juni 2019
Semangat Menyukseskan Pembagian Paket Imlek
08 Februari 2018Tzu Chi Lampung membagikan paket Imlek di tiga tempat, yakni Kampung sawah, Sukaraja dan Panjang. Sebanyak 195 Paket ini dibagikan, Minggu, 04 Febuari 2018.