Pemberkahan Awal Tahun 2017: Menginspirasi Melalui Drama

Jurnalis : Noorizkha(He Qi Barat), Fotografer : Erli Tan, Henry Tando, Joe Suati (He Qi Utara 2), Markus (He Qi Barat)

doc tzu chi

Dalam Pemberkahan Awal Tahun 2017 kali ini ditampilkan pementasan Drama berjudul Budi Luhur Orang Tua Seluas Samudera. Tujuannya adalah untuk mengingatkan kembali pentingnya berbakti kepada kedua orang tua.

”Di dunia ini ada dua hal yang tidak dapat ditunda, berbakti kepada orang tua dan berbuat kebajikan.” (Master Cheng Yen)

Ada yang berbeda dalam acara Pemberkahan Awal Tahun 2017 Tzu Chi kali ini, yakni penampilan drama dan shou yu (isyarat tangan) dengan judul Budi Luhur Orang Tua Seluas Samudera. Drama ini menceritakan tentang kisah seorang laki-laki yang menjalani proses kehidupan yakni lahir, dewasa, menikah, hingga memiliki anak dan kemudian dihadapkan pada tantangan untuk memilih antara tinggal bersama orang tua atau meniti karir dengan pindah keluar kota bersama anak dan istrinya. Pada akhirnya, sang anak lebih memilih karirnya dan pindah bekerja keluar kota. Kesibukan ternyata menyita waktu sang anak hingga akhirnya tidak lagi sempat mengunjungi atau bahkan untuk sekadar berkomunikasi dengan kedua orang tuanya. Setiap pilihan pasti ada konsekuensinya. Pada akhirnya, sang anak kemudian tidak lagi sempat bertemu dengan ibunya di masa-masa terakhir hidup ibunya.

Sebuah Proses yang Panjang

Untuk menghadirkan drama yang menyentuh dan bermakna ini ternyata harus melewati sebuah proses yang panjang. Ada sebanyak 60 orang pemain yang terlibat dalam drama ini. Nelly Kosasih, selaku sutradara sekaligus penulis skenario drama ini menceritakan bahwa proses pembuatan dan pencarian tema dimulai sejak 7 bulan lalu (September 2016). Nelly dengan sepenuh hati menghabiskan sebagian besar waktunya untuk membuat naskah, mencari pemain, merekam suara (dubbing) hingga proses latihan.

Meski pada awalnya pencarian ide terasa sulit, namun setelah tiga minggu Nelly akhirnya dapat menulis naskah dengan lancar dan senang. ”Semoga drama ini dapat menyentuh hati para penonton dan menginspirasi mereka untuk lebih berbakti kepada kedua orang tuanya,” kata Nelly berharap.

doc tzu chi

Nelly Kosasih (kiri), penulis naskah sekaligus sutradara drama ini sudah mulai menulis naskah sejak 7 bulan lalu (September 2016).

doc tzu chi

Nelly juga mengikuti proses dubbing (pengisian suara) para pemain drama ini.

Salah satu peserta yang ikut memerankan drama ini adalah Agus Rijanto. Relawan berusia 73 tahun ini terlihat penuh penghayatan saat melakukan dubbing dan menjalankan perannya sebagai ayah. Tak heran, banyak penonton yang merasa tersentuh dengan penampilannya hingga menitikkan air mata.

Agus menceritakan, saat memerankan drama ini, ia teringat akan ibunya yang belum lama meninggal di usia 101 tahun dan sempat terbawa emosi (sedih). Usia ibunya yang sudah tua membuat kondisi fisik dan juga mentalnya melemah. Kondisi ini membuat Agus kadang merasa keras dan sampai membantah perkataan ibunya. Meski demikian, Agus sangat menyayangi ibunya dan merasa kehilangan atas kepergian beliau.

doc tzu chi

Agus Rijanto dan istrinya, Ho Sok Ceng memerankan tokoh suami-istri yang merasa kesepian dan menderita karena ditinggal anaknya bekerja di luar kota.

doc tzu chi

Salah satu babak yang cukup mengharukan, dimana sang anak dan istrinya menyesal karena tidak sempat berbakti kepada mamanya di hari-hari terakhirnya.

Untuk itu, Agus Rijanto yang juga merupakan relawan yang aktif di Misi Budaya Humanis (Zhen Shan Mei) berharap anak-anak agar dapat menuruti keinginan orang tuanya dan membahagiakan mereka. Menurutnya orang tua tidak hanya membutuhkan materi, tetapi juga pendampingan. Di usia tua itulah mereka mulai mengalami masa-masa yang penuh penurunan, mulai dari kesehatan, fisik, hingga mental. ”Karena itu kita sebagai anak harus berbakti agar tidak menyesal di kemudian hari,” kata Agus Rijanto.

doc tzu chi

Elvy Kurniawan (kanan), penanggung jawab shou yu (isyarat tangan) tengah mengarahkan dialog dan juga gerak para pemain drama yang juga relawan Tzu Chi, Sudarno dan istrinya, Rita.

Selain penampilan drama, acara pemberkahan akhir tahun ini juga diselingi dengan Shou Yu (isyarat tangan). ”Tujuannya untuk memperkuat cerita drama dan membantu para penonton mengerti meski lagu-lagunya berbahasa Mandarin,” kata Elvy Kurniawan, selaku Koordinator Shou Yu. Sebanyak 7 lagu dipentaskan dengan total 206 peserta. Dengan jumlah peserta yang banyak, setiap He Qi (komunitas relawan) diminta untuk mengumpulkan peserta dan mengisi satu lagu isyarat tangan. Untuk mengatur peserta sebanyak ini tidaklah mudah, terutama pembagian waktu latihan. ”Dengan kesungguhan hati dan semangat para relawan inilah maka pementasan drama musikal ini bisa berjalan dengan lancar,” kata Elvy.

Semangat relawan yang terlibat dalam pementasan drama dan shou yu ini, baik yang di atas panggung maupun di belakang layar memiliki tujuan mulia, yakni agar dapat menyentuh hati para penonton dan menjadi pemacu bagi diri sendiri untuk menyayangi, memperhatikan, dan berbakti kepada orang tua. Semoga usaha relawan berbuah manis dan cinta kasih yang ditunjukan dapat tersebar ke seluruh dunia.

Artikel Terkait

Bila sewaktu menyumbangkan tenaga kita memperoleh kegembiraan, inilah yang disebut "rela memberi dengan sukacita".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -