Peran Orang Tua dalam Mendidik Generasi Z dan Alfa

Jurnalis : Vincent Salimputra (He Qi Pluit), Fotografer : Vincent Salimputra, Rohana, Merry Tiaras, Henny Yohannes (He Qi Pluit)

Murid kelas bimbingan budi pekerti yang tergabung dalam Qin Zi Ban kecil diajak untuk membaca dan memahami kesimpulan dari materi yang disampaikan.

Bertajuk Paradigma Baru dalam Pola Asuh, sesi parenting yang digelar relawan pendidikan Tzu Chi komunitas He Qi Pluit dan He Qi Angke kali ini dihadiri 30 orang tua murid kelas bimbingan budi pekerti. Andrias Wijaya yang berprofesi sebagai EC Counselor di Tzu Chi School menjadi pengisi materi.

Andrias menjelaskan sejumlah karakteristik yang dimiliki anak-anak yang tergolong generasi Z ataupun generasi Alfa, yang mencirikan cara mereka berinteraksi dengan teknologi, pembelajaran, termasuk dunia di sekitar mereka. “Kenapa saya menjelaskan rising children ini? Karena sifat, karakter, dan kepandaian anak-anak ini sudah sangat jauh berbeda dengan kita yang hadir di sini, yang termasuk generasi X atau Y,” ungkap Andrias.

Dilansir dari situs UNICEF, generasi Z merupakan istilah yang merujuk pada kelompok demografi yang lahir pada rentang tahun 1995 sampai dengan 2009. Sedangkan, generasi Alfa merupakan generasi termuda saat ini, lahir mulai dari tahun 2010 ke atas.

Herawaty, selaku MC, mengajak beberapa murid Qin Zi Ban besar untuk membaca Kata Perenungan Master Cheng Yen sebelum memulai pemaparan materi.

Kedua generasi ini tumbuh dalam era yang didominasi oleh teknologi, internet, dan media sosial. Bukan hanya sekadar alat, namun juga sebagai komponen integral dalam setiap aspek kehidupan mereka. Sebuah cerminan dari masa depan yang tak terhindarkan, yang mana akses cepat terhadap informasi dan keterlibatan teknologi menciptakan pondasi pembentukan karakter dan keterampilan yang unik. “Mereka cenderung lebih terbiasa dengan gadget dan teknologi, punya akses luas terhadap informasi, membuat mereka punya cara pandang dan kebiasaan berbeda dalam menghadapi perubahan dan tantangan di era sekarang,” tutur Andrias.

Oleh karena itu, orang tua perlu menjembatani kesenjangan generasi tersebut dengan memahami dan mengawasi penggunaan teknologi oleh anak-anak mereka. Tentunya, orang tua butuh strategi khusus untuk mendidik mereka agar menjadi anak yang mahir teknologi namun tetap menghargai nilai-nilai kekeluargaan.

Berlokasi di Basemen Gedung DAAI, sejumlah murid Tzu Shao Ban berkumpul untuk membahas topik mengenai bersyukur dan menghormati.

Andrias mengajak orang tua melakukan pendekatan terhadap anaknya dengan memahami makna parenting terlebih dulu sehingga mereka bisa memperlakukan, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak dengan membentuk karakter anak yang sesuai dengan norma dan nilai yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. “Parenting adalah soal bagaimana kita mengenal peran dan siapa diri kita. Orang tua yang menjadi role model dan anak-anak yang harus patuh. Peran orang tua yang menegur, meluruskan, menyediakan kehangatan cinta kasih bagi anak-anak yang dididik dan didisiplinkan,” jelas Andrias. “Paling penting, fokusnya pada membangun relasi. Bukan fokus pada keinginan orang tua terhadap anaknya seperti apa, namun bagaimana orang tua bisa menerima apa adanya kondisi dan keberadaan anaknya. Selain itu, parenting juga soal membangun emosi yang terhubung antara satu sama lainnya,” tambah Andrias.

Tak hanya itu, Andrias juga memberikan sejumlah pilihan benar-salah untuk didiskusikan bersama orang tua agar mereka tidak terjerumus ke dalam pola asuh yang palsu. “Mana yang akan kita pilih, expecting atau nurturing? Tentunya, parenting adalah soal menumbuhkembangkan (nurturing) sesuai dengan apa yang dibutuhkan anak, seperti pendidikan, sosial, emosional. Bukan tentang siapa dan apa yang kita mau, bukan tentang ekspektasi atau keinginan kita. Itu adalah salah,” jelas Andrias ketika menampilkan salah satu pilihan di layar.

Sejumlah orang tua murid berlatih isyarat tangan “Wo De Ming Zi Jiao Yong Gan” yang akan ditampilkan dalam acara penutupan kelas bimbingan budi pekerti pada bulan April nanti.

Beberapa macam pola asuh yang bisa mulai diterapkan kepada anak juga dibeberkan oleh Andrias, seperti responsive parenting dan gentle parenting. “Responsive parenting berarti kita merespon dan mengenali kebutuhan anak. Kita harus mengetahui kelebihan dan kekurangan, potensi dalam diri anak yang perlu kita bangkitkan dan gali terus menerus,” ujar Andrias. “Kita juga harus memahami kebutuhan anak yang berbeda-beda, seperti sensori, psikologis, edukasional, dan lainnya. Dan terakhir, kita harus hadir sepenuhnya ketika berusaha memahami kerentanan anak,” tambahnya.

“Lalu yang kedua, gentle parenting. Ini bukan berarti soft parenting. Orang tua tetap memiliki batasan dan otoritas untuk menegur dan mendisiplinkan anaknya. Dengan berfokus pada tumbuh kembang (nurture) dan hubungan emosional (emotional connection), kita benar-benar bisa mendengarkan dan berempati terhadap kondisi yang dialami anak,” jelas Andrias lebih lanjut.

Pemaparan materi yang berlangsung 40 menit tersebut diselingi dengan sesi tanya jawab. Namun, sebelum mengakhiri pemaparan materinya, Andrias menyampaikan kesimpulan terkait paradigma pola asuh. “Orang tua harus menyadari bahwa anak-anak sangat sensitif dengan nada bicara, mudah downloading (mengunduh) dan absorb (menyerap) emosi yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, orang tua harus belajar mengelola kondisi emosionalnya, agar tidak mudah marah dan bisa menjaga nada bicaranya,” kata Andrias. “Orang tua adalah sosok yang dihargai dan dihormati keberadaannya, jadi ketika quality time bersama anak-anak, sebaiknya tidak menerima telepon bisnis di depan mereka. Lalu juga jangan ada tv gede di kamar tidur atau ruang keluarga, karena itu biasanya adalah space untuk bermain bersama,” lanjutnya sambil memberikan contoh.

Andrias Wijaya membawakan materi “Paradigma Baru dalam Pola Asuh” dalam sesi parenting yang diikuti oleh sejumlah orang tua murid kelas bimbingan budi pekerti, Minggu, 31 Maret 2024.

Dengan mempraktikkan beberapa strategi yang telah dijelaskannya, Andrias sangat berharap orang tua dapat membimbing anak mereka yang termasuk generasi Z atau generasi Alfa untuk menjadi individu yang adaptif, kreatif, dan bertanggung jawab. Komunikasi terbuka, dukungan emosional, dan pendekatan positif akan membantu membangun hubungan yang kuat antara orang tua dan anak-anak mereka di era yang penuh tantangan.

Sesi parenting yang dibawakan Andrias merupakan bagian dari rangkaian acara kelas bimbingan budi pekerti yang rutin diadakan tiap bulan. Tak hanya sesi parenting saja, ada juga sesi pembelajaran tersendiri yang disiapkan dalam tiap kelas bimbingan budi pekerti, yang diikuti sejumlah murid, mulai dari Qin Zi Ban kecil, Qin Zi Ban besar, hingga Tzu Shao Ban. Segala aktivitas kelas yang digelar pada hari itu menandakan berakhirnya tahun ajaran 2023/2024.

Editor: Khusnul Khotimah

Artikel Terkait

Kebahagiaan Yang Didapat dari Memberi

Kebahagiaan Yang Didapat dari Memberi

01 Oktober 2020

Pagi itu kelas dimulai dengan menonton video dengan tema Makna Kebahagiaan dan Bagaimana Bersikap kepada Orang Tua. Dalam video tersebut diceritakan tentang seorang anak yang hidup berdua dengan ayahnya. Namun sang anak sangat membenci ayahnya hingga akhirnya Ia menemukan rahasia besar sang ayah.

Menyelami Makna Sutra Bakti Seorang Anak

Menyelami Makna Sutra Bakti Seorang Anak

30 Desember 2015
Untuk menumbuhkan rasa hormat dan berbakti kepada orang tua, relawan Tzu Chi Medan mengadakan pementasan Drama Musikal Isyarat Tangan Sutra Bakti Seorang Anak yang diadakan bertepatan dengan penutupan Kelas Budi Pekerti pada Minggu, 13 Desember 2015. Acara yang digelar di Selecta Ballroom  Lantai 5 Medan ini melibatkan 180 orang anak.
Kelas Budi Pekerti yang Begitu Berkesan

Kelas Budi Pekerti yang Begitu Berkesan

16 Mei 2016

Cindy Gusti Melania, salah satu anak kelas budi pekerti merasakan perubahan positif setelah mengikuti kelas budi pekerti.  

 

Dalam berhubungan dengan sesama hendaknya melepas ego, berjiwa besar, bersikap santun, saling mengalah, dan saling mengasihi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -