Rasa Syukur dan Haru dalam Perayaan Tiga Hari Besar Tzu Chi

Jurnalis : Listania (Tzu Chi Tanjung Balai Karimun), Fotografer : Abdul Rahim, Wiyzhien (Tzu Chi Tanjung Balai Karimun)
Prosesi Waisak yang digelar Tzu Chi Tanjung Balai Karimun berlangsung dengan khidmat.

Perayaan Hari Waisak digelar untuk memperingati tiga peristiwa penting bagi umat Buddha, tiga peristiwa tersebut ialah: Terlahirnya Buddha, Buddha mencapai penerangan sempurna, dan Buddha Parinibbana. Biasanya dirayakan setiap bulan Mei, sama halnya dengan Tzu Chi yang menggelar perayaan Waisak di Minggu kedua yang tahun ini jatuh pada tanggal 14 Mei 2023, relawan bersama-sama merayakan tiga hari besar yakni; Hari Trisuci Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia.

Persiapan demi persiapan telah dilakukan oleh relawan Tzu Chi Tanjung Balai Karimun sebelum acara Waisak diselenggarakan. Mulai dari rapat penyusunan kegiatan, penempelan penanda barisan di lantai, bersih-bersih kantor dan gladi kotor. Persiapan ini diharapakan bisa mempelancar acara dengan khidmat.

Para relawan pembawa persembahan meletakkan persembahan berupa air, pelita, dan bunga.

Pagi, pukul 08.00 WIB, sebanyak 74 relawan dan sukarelawan dengan khidmat mulai memasuki ruangan kegiatan untuk mengikuti prosesi Waisak. Acara diawali dengan memberikan penghormatan kepada para Buddha dan Bodhisatwa. Setelah itu para relawan bersama-sama melafalkan Gatha Pendupaan (Lu Xiang Zan) dan Gatha Pujian bagi Buddha (Zan Fo Ji). Dengan penuh khidmat relawan melantukan setiap bait Sutra.

Setelah itu acara pun dilanjutkan dengan prosesi pemandian Buddha Rupang, para relawan pembawa persembahaan dipersilahkan meletakkan persembahan berupa air, pelita, dan bunga. Persembahan berupa air, pelita, bunga memiliki makna tersendiri. Air melambangkan pembersihan noda batin, pelita merupakan penerangan sinar Dharma ke seluruh dunia sehingga dunia terbebas dari bencana, sementara bunga melambangkan harumnya Dharma yang menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Prosesi pemandian Buddha Rupang (Yu Fo) pun dimulai, dengan kesungguhan hati para relawan meletakkan tangan di air dengan perumpamaan memegang kaki Buddha, dan dilanjutkan dengan mengambil sekuntum bunga.

Perayaan Waisak ini sangat bermakna bagi Pui Huat karena bisa membalas budi luhur Buddha, orang tua, dan semua mahkluk hidup serta menjalin jodoh baik dengan para relawan yang berpartispasi pada kegiatan ini.

Perayaan Waisak ini sangat bermakna bagi relawan komite, Pui Huat (51) karena bisa membalas budi luhur Buddha, orang tua, dan semua mahkluk hidup serta menjalin jodoh baik dengan para relawan yang berpartispasi pada kegiatan ini. “Sangat berarti hari ini, bisa balas budi luhur Buddha, Orang Tua dan Semua Makhluk Hidup. Saya merasa senang bisa menjalin jodoh baik dengan shixiong dan shijie yang lain. Saya hari ini sangat terharu, semua relawan hadir dalam kegiatan ini untuk membersihkan noda batin diri masing-masing, dan memberikan doa terbaik untuk semua mahkluk,ungkapnya.

Bagi umat Buddha, Waisak adalah hari yang sangat penting dan bermakna. Pui Huat pun sangat menantikan hari tersebut karena bisa berkumpul bersama dan memahami ajaran Buddha. “Momen ini semuanya berkumpul bersama dan memahami ajaran Buddha yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia,” ucapnya.

Setelah acara Waisak, pada pukul 10.00 WIB, sebanyak 96 relawan dan partisipan mulai memadati ruangan kegiatan untuk mengikuti kegiatan Hari Ibu Internasional.

Suka Duka Perayaan Hari Ibu Internasional
Perayaan Waisak berjalan dengan lancar dan khidmat, setelah itu kegiatan pun dilanjutkan dengan merayakan Hari Ibu Internasional. Pada pukul 10.00 WIB, sebanyak 96 relawan dan partisipan mulai memadati ruangan kegiatan. Serangkaian acara menarik dan bermanfaat telah dipersiapkan relawan pada kegiatan ini. Mulai dari isyarat tangan yang diperagakan oleh siswa-siswi kelas budi pekerti dan kelas Tzu Shao, pemotongan kue hari ibu, drama yang menceritakan kisah perjalanan seorang ibu yang membesarkan anaknya, hingga acara yang dinanti-nantikan oleh para partisipan yaitu membasuh kaki ibu.

Diah Kananto merasa sedih saat sesi membasuh kaki karena teringat orang tuanya yang berada di kampung halaman.

Diah Kananto (48) salah satu orang tua merasa sedih saat sesi membasuh kaki karena teringat orang tuanya yang berada di kampung halaman. “Pada tahun ini saya merasa betul-betul bisa merasakan perasaan orang tua saya yang di kampung. Ketika acara hari ibu seperti ini, lalu anak saya mencuci kaki atau melihat Lentera Kehidupan Master Cheng Yen. Saya merasa iya, saya belum bisa membalas budi yang sebenarnya kepada orang tua saya. Bukan saya ingin anak-anak saya gimana-gimana, enggak. Tapi saya sedihnya tidak bisa melakukan hal ini kepada orang tua saya karena jauh, baru saya merasa betul-betul sedih,” ungkapnya.

Walau tidak bisa membasuh kaki orang tuanya, Diah Kananto membalas budi orang tuanya dengan terus berbuat kebajikan agar karma baik tersebut bisa diberikan kepada orang tuanya. “Saya merasa sedih karena belum bisa benar-benar membalas budi orang tua saya, tapi saya yakin pada saat saya melakukan karma baik di sini contohnya donor darah, orang tua saya juga akan mendapatkan hasil perbuatan karma baik disana. Bagi saya seorang ibu merupakan segala-galanya bagi saya, dan saya berharap semoga orang tua saya sehat selalu,” ucapnya.

Eka Fitriana (kanan) yang juga seorang orang tua tersadar untuk lebih  meluangkan waktu dan memberikan perhatian kepada orang tuanya sendiri.

Kegiatan ini menyadarkan Eka Fitriana (30) yang juga sebagai orang tua untuk meluangkan waktu dan memberikan perhatian kepada orang tuanya sendiri. “Dengan hari ibu ini yang diselenggarakan oleh Tzu Chi, sangat menggugah hati seorang anak, terutama saya pribadi sebagai anak yang jauh dari orang tua. Ini sangat luar biasa, saya tersadarkan dengan kegiatan ini untuk memberikan waktu kepada mereka walaupun di kesibukan saya yang terus kerja,” ungkapnya.

Seperti Kata Perenungan Master Cheng Yen yang berbunyi “Berkontribusi dengan jiwa dan raga yang diberikan oleh orang tua bagi masyarakat adalah sikap berbakti yang mulia.”

Editor: Khusnul Khotimah

Artikel Terkait

Menjadi Satu dari Ribuan Potong Puzzle

Menjadi Satu dari Ribuan Potong Puzzle

13 Mei 2016
Dalam peringatan hari besar Tzu Chi, relawan Tzu Chi kerap kali membagi kelompok menjadi beberapa bagian dan menggarap “ladang” (tugas) yang berbeda-beda. Di antaranya ada sepasang suami istri, yaitu Sudarman Koh dan Lim Jeniliwaty.
Menghimpun Kekuatan Niat Baik dan Berterima kasih pada Ibu

Menghimpun Kekuatan Niat Baik dan Berterima kasih pada Ibu

23 Mei 2018

Peringatan tiga hari besar Tzu Chi yang digelar insan Tzu Chi Pekanbaru masih menyisakan banyak kisah. Di antaranya bagaimana para koordinator menghadapi kendala-kendala hingga acara dapat berlangsung dengan khidmat.


Waisak 2017: Genderang untuk Semangat Cinta Kasih

Waisak 2017: Genderang untuk Semangat Cinta Kasih

14 Mei 2017

Kesungguhan hati para penabuh genderang dalam acara Hari Waisak, Hari Ibu Internasional dan Hari Tzu Chi Sedunia tercermin dari persiapan dan keseriusan 20 orang pemain dalam berlatih.

Bila kita selalu berbaik hati, maka setiap hari adalah hari yang baik.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -