Sebungkus Nasi Berarti Ekonomi, Sebungkus Nasi Berarti Rezeki

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari

Lampu etalase di stan kecil bertuliskan WAROENG MENIK pagi-pagi sekali sudah menyala terang. Si empunya warung, Ibu Priasih, yang lebih dikenal dengan Bu Menik juga sudah sibuk sejak subuh. Sudah sejak pukul empat pagi, Bu Menik pergi ke pasar berbelanja semua kebutuhan untuk berdagang hari itu. Ditemani suaminya yang sedang sehat, usai berbelanja ia langsung diantar ke Mall Taman Palem, Cengkareng, Jakarta Barat. Biasa kalau asam lambung dan asam urat suaminya kambuh, si ibu pergi sendirian atau ditemani anaknya. Predikat tulang punggung memang telah disandangnya sejak sepuluh tahun lalu.

Lily, karyawan sekaligus relawan dari komunitas Xie Li Badan Misi Yayasan dan DAAI TV datang ke Waroeng Menik untuk mengambil pesanan 100 kotak makanan vegetaris.


Berkutat dengan kompor dan lain-lain, pagi itu Bu Menik selesai memasak semua menu sekitar pukul 8 pagi. Namun dia malah belum menyempatkan diri untuk sarapan. Cukup segelas teh manis hangat saja katanya. Kondisi pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai membuat pola makan Bu Menik acak-adut. Ia sempat dilanda stres dan sakit karena bingung sekaligus takut kalau-kalau usahanya tidak bisa lagi menjadi tumpuan hidupnya. Itu juga yang membuat berat badan ibu berusia 53 tahun itu menyusut sekitar 9 – 10 kg. “Sekarang orang kalau beli suka bilang saya kurusan. Ya gimana, banyak stresnya,” timpalnya penuh canda.

Ibu Priasih atau Ibu Menik (baju merah) melayani pembeli di warungnya. Sejak pandemi melanda, Waroeng Menik sangat terdampak dan hampir saja gulung tikar.

Ibu Priasih memberi nama warung makannya dengan nama Waroeng Menik. Dalam Bahasa Jawa, Menik bisa diartikan menjadi beberapa makna. Menurut Ibu Priasih, Menik itu berarti mungil dan kecil. Alasannya karena warungnya yang memang kecil. “Menik-menik gitu,” katanya menjelaskan. Tapi Menik juga bisa berarti pekerja keras dan cerdas. Makna yang memang menggambarkan si Ibu Priasih ini, yang sudah belasan tahun membangun usaha untuk menghidupi anak dan bahkan membantu suaminya dengan penuh kerja keras.

Terletak di foodcourt Lt. 3 Mall Taman Palem, dulu Waroeng Menik memiliki 2 stand. Bu Menik bercerita penghasilan kala itu (sebelum pandemi) bisa menutup seluruh biaya sewa yang sebulannya bisa mencapai 2 jutaan per stand-nya. Ia juga punya 3 karyawan yang masing-masing digaji sekitar 2 juta setiap bulan. Penghasilannya juga masih bisa ditabung untuk persiapan hari tua. “Coba nggak ada aneh-aneh (pandemi Covid-19) begini, Neng,” ucapnya sedikit mengeluh.

Sebanyak 100 kotak makanan vegetaris siap dibagikan kepada masyarakat oleh tim Tzu Chi Peduli, Tzu Chi Berbagi (Gerakan Membantu Pedagang Kecil) dari Xie Li Badan Misi Yayasan dan DAAI TV.

Diterpa pandemi sejak 2020 lalu, tak kuat rasa hati Bu Menik melihat warungnya sepi setiap hari. Makanan yang sudah ia masak selalu tersisa. Sayur yang basi dan tidak bisa dibagikan kepada orang lain, terpaksa ia buang. Untuk lauk, ia bawa pulang dan dibagikan kepada tetangga atau keluarga dekat lainnya.

Berbagai peraturan untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 memang membuat keramaian di mall dan berbagai pusat perbelanjaan mulai dibatasi. Hanya sektor-sektor tertentu yang masih diperbolehkan membuka usahanya. Sementara itu karyawan-karyawan lain di sana dipekerjakan dari rumah, departement store besar pun ikut gulung tikar, di tambah lagi aktivitas mingguan di rumah ibadah yang ada di mall tersebut juga ditiadakan. Omset Waroeng Menik turun drastis, tapi Bu Menik tidak sehari pun menutup warungnya. “Uang sewa jalan terus, Neng. Jadi tetep buka, siapa tahu besok ramai. Begitu aja doa saya. Mungkin hari ini lagi sepi, semoga besok ramai,” tuturnya.

Relawan Tzu Chi komunitas Xie Li Badan Misi Yayasan dan DAAI TV mengambil makanan yang sudah siap untuk dibagikan.

Saat Covid-19 semakin meluas, Bu Menik kemudian melepas salah satu stand jualannya. Tak kuat ia menanggung biaya sewa yang terus menunggak. Mau bagaimana lagi? Saat itu, ia juga seperti kehilangan salah satu anaknya. Ketiga karyawannya juga terpaksa dirumahkan dulu. Ia tak sanggup membayar gaji mereka. Sementara itu tabungan untuk hari tua menjadi bantalan untuk membayar sewa stand. Tiris, habis.

Bu Menik bekerja keras pontang panting mengurus warungnya dibantu tiga anaknya secara bergantian. Ia mengatakan saat itu rasanya seperti antara hidup dan mati, bingung, sekaligus ingin putus asa saja. Beruntung keluarga menguatkan dan mendukungnya. Mereka tetep berjualan walau dengan kepasrahan.

Pekan lalu, saat Lily, seorang karyawan sekaligus relawan dari komunitas Xie Li Yayasan dan DAAI TV datang ke warung untuk bertanya-tanya dan berencana memesan makanan, Bu Menik menangis haru.

Lily, membagikan makanan kepada para pemulung yang ditemui di jalan menuju TPA Rawa Kucing, Tangerang.

“Ya Allah, seneng banget. Kemaren-kemaren kan dagangan sepi. Terima kasih mau bantu Ibuk. Terima kasih banyak sama Tzu Chi. Terima kasih banyak sama Neng Lily yang ke sini langsung nemuin Ibuk. Jadi bisa bantu buat bayar sewa atau lainnya,” ungkap Bu Menik penuh syukur.

Sejak Senin, 6 September hingga Jumat 10 September nanti, tim Tzu Chi Peduli, Tzu Chi Berbagi (Gerakan Membantu Pedagang Kecil) dari Xie Li Yayasan dan DAAI TV memesan 100 porsi makanan vegetaris dari Waroeng Menik. Makanya sejak subuh Bu Menik semangat memasak. Seminggu ini pula, ia memanggil satu karyawannya untuk kembali datang bekerja membantunya.

Walaupun rencananya tim relawan hanya sepekan memesan makanan darinya, tapi ada kelegaan tersendiri yang terpancar dari mata Bu Menik. Ia yakin usaha yang dirintisnya dari nol itu akan kembali berjalan dan ia bisa mengembalikan perekonomiannya yang terpukuk, pun perekonomian karyawannya.

Jumlah seluruh makanan yang dibagikan hari itu ada sebanyak 170 porsi.

Ketika tahu masakannya akan dibagikan kepada para masyarakat yang membutuhkan, yang kebetulan hari itu (7/9/21) akan diperuntukan bagi pemulung di TPA Rawa Kucing, Tangerang, Bu Menik semakin antusias. “Semoga yang menerima makanan ini biar pada sehat selalu, dilindungi, rezekinya bertambah, berlimpah,” doanya yang diamini oleh anak yang mendampinginya hari itu.

Jumlah seluruh makanan yang dibagikan kepada para pemulung di TPA Rawa Kucing hari itu ada sebanyak 170 porsi. Selain dari Waroeng Menik, ada satu warung lagi yang dipesan oleh relawan. Antusiasnya sungguh besar.

Luhandi Hermawan, Pengawas Lapangan di TPA Rawa Kucing menyambut baik kedatangan relawan. Ia mengaku senang apabila banyak masyarakat yang peduli dan mengadakan baksos semacam ini di lingkungan TPA. “Artinya ada niatan untuk membantu, untuk kemanusiaan. Kami antusias sekali,” katanya mewakili para pemulung.

Wajah sumringah penerima makanan yang bersyukur bisa mendaparkan rezeki untuk makan siang.

Andi, panggilan akrab Luhandi, bercerita bahwa kondisi pandemi memperparah semua aspek, termasuk para pemulung. Bahkan, banyak masyarakat yang dulunya dirumahkan atau di-PHK, kini mengais rezeki dengan cara memulung.

“Kami punya data dari yang awalnya 400-an lebih pemulung, sekarang jadi 500-an lebih. Setelah diteliti, ada juga ternyata yang dulunya kerja, sekarang memulung karena dirumahkan,” ungkap Andi. “Prihatin juga, tapi bagaimana lagi,” tambahnya.

Lily, yang hari itu ikut serta dalam pembagian pun merasakan keprihatinan yang sama. Terlebih mendapatkan cerita bahwa perekonomian warga memang sedang anjlok. “Itu menjadi salah satu pertimbangan kami untuk mencoba berbagi berkah dengan program Tzu Chi Peduli, Tzu Chi Berbagi ini,” katanya.

Kondisi sebagian kecil gunungan sampah di TPA Rawa Kucing. Kondisi semakin memprihatinkan karena banyak masyarakat yang dulunya bekerja, kini mengais rezeki dengan cara memulung karena dirumahkan atau di-PHK.

Walaupun tak banyak dan dalam jumlah yang terbatas saja. Lily berharap UMKM maupun warga yang menerima berkah rezeki berupa sebungkus makanan bisa sama-sama bersyukur. “Walaupun kami nggak bisa bantu semua, tapi semoga ini dapat meringankan beban saudara kita yang sangat terdampak pandemi,” harapnya.

Lily pun ingin program ini berlangsung lebih lama sehingga semakin banyak UMKM dan warga yang bisa menerima berkah. “Semoga kita ke depannya kita bisa menjalin jodoh lagi dengan para pemulung di sini,” katanya.

Editor: Arimami Suryo A.

Artikel Terkait

Meski sebutir tetesan air nampak tidak berarti, lambat laun akan memenuhi tempat penampungan besar.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -