Selamat dari Bencana (bagian 1)

Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto
 

fotoHaerudin (berkopiah) saat sedang menunjukkan rumahnya yang telah ambruk dan hanya tinggal puing-puing yang tersisa. Ia bisa selamat karena sempat melarikan diri ke jalan saat gempa terjadi.

 

Sebelum gempa datang melanda, Kecamatan Mangujaya dan Banjarsari, di Kabupaten Ciamis merupakan tempat yang indah dengan hamparan sawah dan tanaman kacang hijau, bak permadani alam berlatarkan pegunungan yang menjulang tinggi dengan segala keangkuhannya.

Semua Tak Terduga
Hari itu, Rabu, 2 September 2009, Haerudin baru saja selesai menarik ojek dan mengantar putrinya sekolah. Karena merasa lelah, sesampainya di rumah Jajang Sudrajad anak lelakinya, ia segera merebahkan diri di sofa merah yang tergeletak di depan teras. Jajang sendiri masih tidur siang, sedangkan istrinya masih sibuk melayani tiga ibu-ibu yang sedang berbelanja di warungnya.

 

Beberapa puluh meter dari rumah Jajang, Jainal Mutaqin, seorang ustadz di Desa Mangunjaya sedang berleha-leha di depan teras rumahnya, sementara istrinya Euis Munaroh masih asik dengan adonan rempeyeknya yang sedang ia masukkan ke dalam penggorengan di dapur.

Menjelang pukul 3 sore, Jajang terbangun dari tidurnya dan segera keluar dari kamar menuju ruang tengah. Tiba-tiba sebuah guncangan yang hebat terjadi. Tanah bergetar, tembok-tembok bergoyangan. ”Ada apa ini?” tanyanya dalam hati. Menyadari ini merupakan gempa yang berbahaya, nalurinya memerintahkan untuk segera membawa  putri terkecilnya yang sedang tidur di depan televisi. Dengan langkah sempoyongan Jajang berlari keluar rumah. Iis, istrinya pun tanpa berkata-kata segera melarikan diri dari warung menuju jalan raya. Sedangkan Haerudin yang merasa guncangan ini bagaikan sebuah kiamat, ia secepatnya meloncat ke keluar teras sambil berteriak, ”Keluar..., keluar semua. Gempa!”

foto  foto

Ket :- Relawan Tzu Chi saat tiba di Kodim 0612 di Jl. Otto Iskandardinata No. 11, Tasikmalaya, dan sedang             menurunkan logistik berupa mi instan, selimut, air mineral, biskuit, dan obat gosok untuk didistribusikan             kepada para korban gempa. (kiri)
         - Begitu menyadari guncangan yang hebat di Tasikmalaya, Adi Prasetyo, Koordinator Tanggap Darurat Tzu Chi             di Jakarta berkoordinasi dengan relawan Tzu Chi Bandung untuk segera memberi bantuan kepada para             korban gempa. (kanan)

Dari semua anggota keluarga yang berkumpul, Haerudin menyadari kalau salah satu cucunya yang bernama Dea masih belum terlihat. Khawatir dengan keselamatan cucunya, Haerudin berusaha sekuat tenaga melangkahkan kakinya menuju rumah tetangga tempat di mana Dea biasa bermain. Tetapi saat itu guncangan begitu hebat. Haerudin melihat tanah yang ada di depannya bergelombang bagaikan ombak. Tak kuasa menahan guncangan, Haerudin pun tersungkur di parit depan rumah.

 ”La..illahailallah,” teriak Jainal Mustaqin. Begitu menyadari guncangan ini adalah gempa, ia langsung berlari ke halaman rumah sambil mendorong sepeda motornya yang ia parkir di depan teras. Baru beberapa langkah ia menyelamatkan diri dari teras rumah dan menoleh ke belakang, tiba-tiba, ”Bruak..... bum....!” Rumah itu runtuh menghamburkan debu yang mengepul dan hembusan angin.

Sejenak ia tertegun menyaksikan rumahnya yang berdinding bata, beratapkan genteng itu rubuh dengan mudah di depan matanya. Secepat kilat bayangan istrinya melintas di pikirannya. Segera saja Jainal berteriak, ”Mah, mah di mana, Mah?” Euis tak memberikan jawaban. Yang ia ingat saat ia sedang di teras, istrinya itu sedang mengoreng rempeyek di dapur untuk persiapan perayaan Idul Fitri yang akan segera tiba. Emosi Jainal tak tertahankan, air mata pun mengucur dari sela-sela matanya. Jainal merasa istrinya telah tertimbun oleh reruntuhan. Setelah guncangan selesai, sambil melangkah ke arah dapur yang sudah menjadi puing ia masih berteriak, ”Mah, mah di mana?” Kali ini teriakannya semakin keras karena ia masih berharap Euis masih hidup, dan terus begitu sampai ia mendekati dapur. Sekonyong-konyong ia mendengar sayup suara, ”Di sini.” Dan begitu ia melihat, ternyata Euis masih hidup. ”Alhamdulillah, Mah, kamu selamat,” kata Jainal sambil menghampiri Euis.

foto  foto

Ket : - Relawan Tzu Chi saat menurunkan bahan logistik di Kecamatan Banjarsari dan Mangujaya, Ciamis,             Jawa Barat. (kiri)
         -Heming, relawan Tzu Chi memberikan pengarahan kepada warga Desa Mangunjaya yang akan segera             diberikan bantuan. Tzu Chi merupakan organisasi kemanusiaan yang pertama memberikan bantuan di             kedua kecamatan itu, Mangunjaya dan Banjarsari.(kanan)

Sambil memandangi rumahnya Euis berkata, ”Rubuh rumahnya.” ”Ya udah ga usah dipikirin, Mah. Bukan kita aja yang kena musibah yang lain juga kena. Dari rahim juga nga bawa apa-apa, nggak usah disesali, yang penting kamu selamat,” kata Jainal menasehati Euis yang masih terkesima.

Rumah Haerudin berada persis di belakang rumah jajang. Dan setelah gempa itu mereda, Haerudin mendapati rumahnya juga telah runtuh dan hanya menyisakan pondasi bangunan yang terbuat dari bata dan semen. Jajang dan Iis juga tak dapat berkata apa-apa karena sebagian tembok belakang rumahnya ikut rubuh, namun ini masih lebih baik dibandingkan dengan rumah-rumah tetangga dan ayahnya yang rubuh total. ”Ga bisa ngomong lagi. Sudah ambruk, tapi semuanya juga ikut ambruk jadi ga apalah,” kata Iis.

Bantuan Tim Tanggap Darurat Tzu Chi
Gempa berkekuatan 7,3 skala Richter yang berpusat di kedalaman 30 km di dasar samudra Indonesia telah mengguncang hebat, memberi kerusakan parah pada Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis. Di Kabupaten Ciamis, Kecamatan Mangunjaya, sebanyak 5 desa mengalami kerusakan dengan rincian: 268 rumah rusak berat, 652 rumah rusak ringan, 2 orang meninggal dunia, 2 orang luka berat, 2 orang luka ringan. Sedangkan di kecamatan Banjarsari yang memiliki 21 desa mengalami 89 rumah hancur, 971 rumah rusak berat, 1.776 rumah rusak ringan, 1 orang meninggal dunia, 1 orang luka berat, dan 4 orang luka ringan. Jumat, 4 September 2009, di kedua kecamatan ini, Tim Tanggap Darurat Tzu Chi menyalurkan 345 dus mi instan, 1 ton beras, 10 dus kurma, dan 10 tenda pleton.

Bersambung...

 
 

Artikel Terkait

Panutan Hidup dari Dharma Master Cheng Yen

Panutan Hidup dari Dharma Master Cheng Yen

18 Maret 2011 Guna mendalami hal tersebut maka Yayasan Buddha Tzu Chi Bandung mengadakan kegiatan Bedah Buku Dharma Master Cheng Yen pada tanggal 14 Maret 2011 di kantor perwakilan Tzu Chi Bandung.
Berkenalan dengan Aula Jing Si Tzu Chi Indonesia

Berkenalan dengan Aula Jing Si Tzu Chi Indonesia

13 Juli 2018
Relawan di komunitas He Qi Pusat mengajak 210 calon relawan Tzu Chi yang berasal dari Bekasi, Cikarang, PGC, Pademangan, Bogor, Jembatan Lima, dan wilayah Jakarta Selatan, berkunjung Aula Jing Si, Pantai Indah Kapuk. Kunjungan pada Minggu, 1 Juli 2018 ini sekaligus merupakan sosialisasi dan pelatihan Relawan Abu Putih untuk tahun 2018.
Mengembalikan Rumah Nyaman Kho Seng Huat (Bag. 2)

Mengembalikan Rumah Nyaman Kho Seng Huat (Bag. 2)

25 Oktober 2017

Jika seminggu yang lalu para relawan telah membersihkan bagian ruang utama rumah Kho Seng Huat, kali ini relawan akan membersihkan bagian kamar tidur, kamar mandi, dapur, gudang, dan selokan yang terdapat di bagian belakang rumah pada Sabtu pagi, 21 Oktober 2017.

Jangan takut terlambat, yang seharusnya ditakuti adalah hanya diam di tempat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -