Sepuluh Tahun Kelas Budi Pekerti : Ajarang Jing Si yang diterapkan dalam Keseharian

Jurnalis : Canny, Michelle (Tzu Shao), Fotografer : Teddy Lianto. Michelle (Tzu Shao)

Pada tanggal 24-25 Oktober 2015, diadakan kegiatan bimbingan kelas budi pekerti guna melatih para murid untuk mandiri dan mengenal dunia Tzu Chi dengan baik. Para relawan pendamping kini telah dibantu oleh para murid yang telah lulus dari kelas Erdongban.

Kamp Bimbingan Kelas Budi Pekerti Erdongban selama 2 hari (24-25 Oktober 2015) meninggalkan banyak kesan bagi murid-murid. Tidak hanya kesan, tetapi niat untuk berubah yang dimulai dari diri sendiri pun mulai terbentuk. Seperti halnya Bryan Harim, peserta kamp yang berada di kelompok  Yong Qi B1. Pada sesi renungan malam di Kamp Bimbingan Kelas Budi Pekerti Erdongban, Anak Kelas 6 SD ini menangis setelah menonton video mengenai “Kasih Sayang Ayah”. Ia sadar telah berbuat salah  karena ia sadar sering tidak menghabiskan, membuang makanan, dan menyia-nyiakan berkah. Dan melalui surat, ia meminta maaf kepada orang tuanya. Setelah menonton video tersebut ia bersyukur dengan keadaannya sekarang dan akan menghabiskan makanan yang ada dan tidak disisakan.

Saat menulis surat ia menangis dan menuliskan kata-kata minta maaf kepada papa dan mama, Karena terharu orang tuanya yang sudah menyayangi dan menjaganya dari kecil hingga sekarang. Salah satu bentuk kasih sayang orang tuanya adalah dengan mengajak Bryan masuk ke kelas budi pekerti  Erdongban.  Dalam surat Bryan meminta maaf kepada papa mama dan berjanji tidak akan menyia- nyiakan makanan . “Memang pada awalnya bergabung ke Erdongban karena disuruh oleh papa dan mama. Dan ketika pertama kali diajak ikut kegiatan merasa malas tetapi karena sering datang dan berkegiatan, lama-lama dapat teman baru dan sudah tidak bosan lagi,” Ucap Bryan siswa kelas 6 SD di sekolah Kemurnian 2 Jakarta.

Bryan Harim (tuang celengan), salah seorang murid peserta dalam kamp merasa dalam kamp tersebut ia belajar untuk memahami kesalahan dan mengubahnya.

Pembelajaran tidak hanya dirasakan oleh Bryan. Jesslyn, murid kelas budi pekerti di kelompok Da Ai 1  ini juga bisa mendapat teman baru di kegiatan ini. “Saya ikut kelas budi pekerti Erdongban karena ingin mencari teman baru dan mengisi waktu luang di akhir pekan,” ujar Jesslyn. Sebelumnya Jesslyn juga pernah mengikuti kamp selama 5 hari di kegiatan Dharma kamp. Di sana  ia bertemu dengan teman-teman baru. Begitu juga di kelas budi pekerti  Erdongban.

Menurut Jesslyn, papa dan mamanya sering menasihatinya agar mengurangi main game, sehingga nilai pelajaran di sekolah dapat lebih bagus. “Saya suka main game setiap hari sampai malam, sehingga nilai pelajaran di sekolah jadi menurun. Dari kamp Erdongban, saya melihat video-video yang ditayangkan dan saya merasa sadar ternyata papa dan mama telah memarahi saya demi kebaikan saya,” Ucap Jesslyn .

Pemahaman positif juga dialami oleh Jesslyn. Selama mengikuti kamp Erdongban ia merasa bersyukur karena relawan pendamping selalu memperlakukannya dengan penuh kasih sayang layaknya seorang ibu.

Di sesi renungan malam, Jesslyn juga menulis surat kepada papa dan mamanya yang berisi  ucapan terima kasih. “Terima kasih buat semua yang telah mama papa berikan dan saya mengakui kesalahan saya.  Saya sayang mama papa,” kata Jesslyn yang bersekolah di Pelangi Kasih Grisenda, Jakarta. Selama mengikuti kamp Erdongban ia pun merasa bersyukur karena Daai mama selalu memperlakukannya dengan penuh kasih sayang layaknya seorang ibu. Contohnya jika jesslyn salah mengerjakan tugas yang di berikan, Daai mama tidak akan memarahi tetapi akan membimbingnya. Jesslyn bersyukur karena selama kamp berlangsung, ia mendapat makanan yang lezat. Meskipun ada masakan yang tidak Jesslyn suka tetapi tetap ia makan. “Karena mama bilang di luar sana masih banyak orang yang tidak dapat makanan enak,” ujar Jesslyn yang merupakan anak tunggal. Selama mengikuti kamp Erdongban ia pun berjanji akan berbakti ada orang tua dan bersyukur atas apapun .

Menjalin Jodoh Baik

Pada kamp tahun ini, kesan mendalam tidak hanya dirasakan oleh para murid, tetapi juga dialami oleh para relawan yang aktif di misi pendidikan. Sebut saja Ingawati. Ibu dari satu anak ini merasa di tahun 2015 ini, kegiatan kelas budi pekerti Tzu Chi menciptakan prestasi baru. Sudah ada murid-murid yang lulus dari Erdongban yang membantu relawan pendamping untuk membimbing adik kelas mereka dan juga membantu relawan lain seperti misalnya dirinya yang bertugas di bagian pelayanan.

 Selama bersumbangsih di bagian pelayanan (Sheng Huo Zhu) Ingawati  (memegang kain) dapat menjalin jodoh baik dengan para murid dan orang lain.

“Ketika berkegiatan di ITC Mangga Dua (kantor Tzu Chi)  jumlah relawan bagian pelayanan kurang dari 10 orang. Di tahun berikutnya, anggotanya makin berkurang. Maklum relawannya rata-rata sudah 65 tahun ke atas. Di tahun ini (2015) ada kemajuan, ada bantuan tenaga dari anak-anak  Erdongban yang telah lulus,” ujar Ingawati gembira. Adapun hal menarik bagi Ingawati selama berada di bagian pelayanan (Sheng Huo Zhu) adalah ia dapat menjalin jodoh baik dengan para murid dan orang lain. ”Saya di sana juga dapat melatih kesabaran, karena sifat setiap anak berbeda-beda, ada yang lucu, dan ada yang aktif. Selain itu, kita kerja bareng-bareng, saling mendukung,” tuturnya.

Beberapa tahun terakhir kondisi kesehatan Ingawati pun menurun. Ingawati yang telah berusia 68 tahun memiliki penyakit jantung. Bila penyakitnya kambuh, ia hanya bisa mengerjakan hal-hal ringan atau duduk diam. Tetapi kalau tidak, ia dapat mengerjakan  apa saja. Contohnya, berkegiatan di Tzu Chi. “Saya tetap bertahan di sini, karena kalau semuanya mundur sekaligus, nanti nggak ada yang urus,” ujar relawan yang bergabung sejak tahun 2006 ini.

Dalam berkegiatan Tzu Chi, Ingawati juga mendapat dukungan dari  keluarga. Setiap kali hendak berkegiatan Tzu Chi, pukul 05.00 WIB sudah bangun dan melakukan pekerjaan rumah: memasak untuk keluarga, dan membersihkan rumah. “Pokoknya keluarga tetap menjadi prioritas yang pertama, baru kerja Tzu Chi,” terangnya.

Bergabung menjadi relawan Tzu Chi, membuat Ingawati perlahan berubah menjadi pribadi yang positif. “Sejak bergabung di Tzu Chi, saya merasakan ada perubahan dalam diri saya, yaitu jadi lebih sabar dalam menghadapi sesuatu, banyak pelajaran yang di dapat dibandingkan dulu saya sering marah-marah,” jelasnya. “Harapan saya, semoga tahun ajaran Erdongban selanjutnya murid-muridnya jadi lebih disiplin, dan semoga ajaran Jing Si dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,” sambungnya berharap.


Artikel Terkait

Beramal bukanlah hak khusus orang kaya, melainkan wujud kasih sayang semua orang yang penuh ketulusan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -