Henry sedang mempraktekkan jatuhnya sinar dari lampu terhadap objeknya. Sebanyak 21 relawan Tzu Chi berkumpul mengikuti kelas belajar memotret dengan ponsel. Kegiatan ini bukan hanya sekadar pelatihan teknis, tetapi juga menjadi ruang untuk menyelami makna dokumentasi sebagai bentuk cinta kasih dan kontribusi dalam misi kemanusiaan.
Di tengah suasana mendung dan gerimis, sebanyak 21 relawan Tzu Chi berkumpul mengikuti kegiatan kelas belajar memotret dengan ponsel pada Minggu, 25 Mei 2025. Kegiatan ini berlangsung di ruang kelas Budaya Humanis Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng. Kelas ini tidak hanya memberikan pembelajaran teori dan praktik teknik fotografi dengan ponsel, tetapi juga menjadi ruang untuk menyelami makna pendokumentasian sebagai kontribusi dalam menjalankan Misi Kemanusiaan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.
Kelas dipandu oleh Henry Tando, seorang fotografer inspiratif sekaligus relawan Zhen Shan Mei (ZSM) sejak tahun 2007. Materi yang dibawakan mencakup cara menentukan komposisi foto yang menarik, teknik pengambilan gambar yang efektif, hingga etika fotografi dalam kegiatan relawan Tzu Chi. Henry menuturkan bahwa konsep kelas ini ia rancang selama dua bulan berdasarkan pengalaman belasan tahun di dunia fotografi.
Henry menjelaskan sudut pengambilan objek foto (komposisi) mulai dari sisi kiri, kanan, atas, dan bawah. Penentuan komposisi foto juga menentukan jatuhnya sinar pada objek yang akan kita dokumentasikan.
Di awal sesi, Henry memperkenalkan peserta pada filosofi dasar fotografi, seni menggambar menggunakan media cahaya. Ia menekankan bahwa foto bukan sekadar hasil teknis, melainkan ekspresi rasa, momen, dan pesan yang ingin disampaikan.
“Saya ingin setiap peserta menjadi Ren Ren ZSM (setiap orang adalah bagian dari Zhen Shan Mei). Saya senang melihat antusiasme peserta, baik yang aktif bertanya maupun yang tenang tetapi menyimak dengan saksama,” ujar Henry.
Henry juga mengapresiasi kehadiran peserta dari komunitas He Qi Cikarang dan He Qi Angke dan Pluit sebagai bentuk dukungan dan kolaborasi antarkomunitas.
“Saya merasa memiliki tanggung jawab moral agar semua peserta benar-benar memahami materi yang saya sampaikan,” tambahnya.
Semangat Belajar dari Semua Kalangan
Kelas ini diikuti oleh peserta dari berbagai usia, termasuk Bryan (11 tahun), siswa kelas 5 SD yang mengikuti kelas dengan penuh perhatian dan aktif dalam praktik memotret.
Nadya (seragam abu-abu) menunjukkan semangat belajar yang tinggi. Ia aktif bertanya dan bertekad memahami materi fotografi ini dengan baik demi mendukung tim ZSM di komunitas He Qi Barat 1.
Kelas ini diikuti oleh peserta dari berbagai usia dan latar belakang. Salah satunya adalah Bryan (11), siswa kelas 5 SD yang mengikuti sesi praktik dengan penuh semangat. Ayahnya, yang juga relawan Tzu Chi, aktif dalam dokumentasi kegiatan di komunitas.
Sementara itu, Nadya (50), memperlihatkan semangat belajar yang tinggi. Ia aktif bertanya dan menunjukkan kemauan kuat untuk memahami materi, demi bisa mendukung tim ZSM di komunitas He Qi Barat 1. Kegigihannya menjadi contoh bahwa belajar tidak mengenal usia.
Fotografi sebagai Bentuk Sumbangsih
Ira, Ketua He Qi Barat 1 yang turut hadir, menekankan pentingnya dokumentasi dalam setiap kegiatan Tzu Chi. “Saat ini, hampir semua orang menggunakan ponsel dalam keseharian, terutama relawan yang perlu memantau berbagai kegiatan. Sayangnya, banyak yang belum memaksimalkan fitur kamera di ponselnya,” ujar Ira.
Ira (kiri) mempraktikkan teknik memotret secara langsung di kelas agar semakin memahami cara mengambil gambar yang baik, meski hanya menggunakan model dari sesama relawan.
Ia menambahkan bahwa kegiatan ini bukan sekadar belajar memotret, tetapi juga mengasah pemahaman soal sudut pengambilan, komposisi, dan nilai dari setiap foto. “Setiap relawan bisa menjadi bagian dari Ren Ren Zhen Shan Mei, bukan sekadar mengambil gambar, tetapi menciptakan foto yang menginspirasi,” harapnya.
Menurut Ira, materi yang disampaikan Henry mudah dipahami dan sangat aplikatif, terutama bagi pemula. Praktik langsung di kelas membuat peserta lebih menguasai teknik fotografi, bahkan hanya dengan menggunakan sesama relawan sebagai objek foto.
Sesama peserta relawan Tzu Chi saling belajar, mendukung, bekerja sama dalam kegiatan belajar teori dan praktik secara langsung seputar teknik fotografi dengan menggunakan ponsel.
Bobby, koordinator kegiatan, menekankan pentingnya pelatihan ini untuk memperkuat tim dokumentasi di tiap komunitas.
“Jumlah relawan ZSM terbatas, sementara kegiatan Tzu Chi sangat banyak. Kami berharap setelah pelatihan ini, peserta dapat turut mendokumentasikan momen-momen inspiratif di komunitasnya masing-masing,” kata Bobby.
Ia menutup dengan menegaskan bahwa sebuah foto bisa menjadi sarana menyentuh hati. “Ketika ada yang terharu melihat hasil jepretan kita, di situlah kekuatan sebuah foto yang mampu bercerita.”
Editor: Anand Yahya