Suara Kasih : Kebiasaan Demi Bumi

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

Mengubah Kebiasaan
Demi Melindungi Bumi
 

Penebangan pohon berdampak buruk bagi lingkungan
Relawan Tzu Chi di Myanmar bekerja sama untuk menyalurkan bantuan
Bersama-sama mengulurkan tangan demi melindungi bumi
Cinta kasih menyelimuti seluruh dunia

 

Bencana alam yang terjadi akhir-akhir ini sungguh membuat saya khawatir dan sedih. Ketidakselarasan Empat Unsur Alam mendatangkan bencana bagi manusia. Karena itu, setiap hari saya selalu mengingatkan setiap orang bahwa manusia adalah kunci ketenteraman dan keharmonisan dunia.

Iklim yang bersahabat serta kehidupan masyarakat yang tenteram bergantung pada pikiran manusia. Dari siaran berita kita dapat melihat bahwa menjelang akhir tahun dan Hari Natal, banyak orang mulai mempersiapkan pohon natal.

Kita harus tahu bahwa tadinya pohon-pohon tersebut dapat melindungi bumi. Namun, demi memenuhi keinginan manusia untuk merayakan Natal, setiap tahun mereka menebang lebih dari 1 juta pohon untuk dihias menjadi pohon Natal. Lihatlah, betapa buruknya dampak yang diakibatkan kepada bumi akibat penebangan ini.

Setiap tahun mereka menebang pohon untuk merayakan Natal. Meski kini banyak negara mengimbau warganya untuk melestarikan lingkungan, menghemat energi, dan mengurangi emisi karbon, namun tetap saja manusia memboroskan sumber daya alam dan terus merusak lingkungan tanpa mereka sadari.

Setiap hari kita mendengar berbagai bencana terjadi di dunia akibat kondisi iklim yang ekstrem. Hal ini telah diketahui oleh setiap orang. Namun, demi merayakan Natal, manusia menebang banyak pohon sehingga menimbulkan dampak buruk  bagi lingkungan tanpa mereka sadari. Saya sungguh sedih melihatnya. Setiap kali melihat gergaji listrik yang memotong dan menumbangkan pohon dalam hitungan detik, saya sungguh sedih. Di samping itu, lampu-lampu Natal yang terus menyala selama perayaan Natal sungguh merupakan pemborosan energi.

 

Proses pengangkutan pohon-pohon Natal pun menciptakan polusi. Terlebih lagi, kembang api sering dimainkan jika ada perayaan. Inikah yang harus dilakukan oleh masyarakat yang makmur? Setiap orang terlihat merayakan hari raya dengan sukacita. Berapa banyakkah uang yang mereka habiskan? Lihatlah tempat-tempat yang tengah dilanda bencana maupun yang belum pulih dari bencana seperti Haiti dan Pakistan, juga banyaknya warga Afrika yang kelaparan.

Jika dapat hidup hemat, kita mampu melindungi hutan dan memiliki dana untuk menolong orang yang membutuhkan. Bukankah ini sangat baik dan mampu menstabilkan unsur alam? Meski dilanda bencana, namun jika setiap orang memerhatikan para korban bencana dengan penuh cinta kasih, maka mereka pun dapat turut mengulurkan tangan untuk menolong orang lain. Bila setiap orang terinspirasi, maka dunia ini akan penuh dengan cinta kasih. Contohnya, Myanmar. Pascabencana tahun 2008 lalu, insan Tzu Chi masuk ke Myanmar untuk menyalurkan bantuan.

Beberapa hari lalu, terjadi sebuah kebakaran di sekitar wilayah Yangon. Bencana tersebut melahap banyak rumah warga. Dahulu, jika terjadi hal seperti ini, warga setempat sungguh tak berdaya. Namun kini, karena benih cinta kasih Tzu Chi telah tersebar, bertunas, dan tumbuh, maka sesaat setelah bencana terjadi, insan Tzu Chi segera menuju lokasi bencana untuk membagikan selimut, dan barang-barang kebutuhan sehari-hari.

Mereka segera melakukan penyaluran bantuan. Mereka segera melakukan penyaluran bantuan. Lihatlah, setelah terinspirasi, setiap orang akan segera mengerahkan kemampuan untuk turut membantu. Hal ini dapat terwujud karena adanya hakikat murni dalam diri setiap orang. Jika setiap orang di dunia dapat saling menyayangi, maka meski hidup dalam kondisi serba minim pun, kita akan dapat merasakan kehangatan cinta kasih.

Kini kita juga dapat melihat setiap orang bersama-sama mengulurkan tangan dan bersatu hati untuk melakukan kegiatan daur ulang. Di Nanjing, Provinsi Fujian, Tiongkok, insan Tzu Chi mulai mensosialisasikan pelestarian lingkungan di pasar-pasar. “Saya membawa kotak untuk menaruh tahu. Kotak ini dapat dicuci dan digunakan kembali,” ujar seorang insan Tzu Chi.  “Kantong plastik tidak ramah lingkungan. Berapa harga rebung bambu?” tanyanya lagi.  “Lima setengah dolar,” jawab si pedagang.  “Saya tidak butuh plastik. Saya bawa kantongan sendiri. Langsung ditimbang saja dan masukkan ke kantongan ini. Tiga atau empat buah saja. Empat buah juga tidak apa-apa,” kata insan Tzu Chi lagi.

Selain itu, relawan setempat berpikir bahwa tidak ada orang yang mengumpulkan barang daur ulang, maka mereka mengumpulkannya. Botol-botol kaca sangat berat. Mereka tetap mengumpulkannya meski harga jual botol-botol kaca tersebut hanya sekitar Rp90 ribu per ton. Mereka memanfaatkan hasil penjualan barang daur ulang untuk membantu dana pendidikan anak-anak yang kurang mampu.

Selama 5 tahun ini, mereka telah membantu lebih dari 300 anak dari keluarga kurang mampu. Mereka juga memberi perhatian kepada keluarga-keluarga tersebut. Sungguh, ini semua berawal dari satu niat. Penerima bantuan pun terinspirasi oleh kontribusi para relawan ini. Contohnya, Tuan Feng. Keluarganya hidup dalam kondisi minim dan penglihatannya lemah. Ia sabar menghadapi keterbatasan fisik dan kesulitan keluarganya. ia bertekad untuk terus menyekolahkan anaknya. Putrinya lulus tes masuk ke salah satu perguruan tinggi. Agar putrinya itu dapat belajar dengan tenang, insan Tzu Chi membantunya membersihkan rumah. Kini, Tuan Feng bersama-sama dengan insan Tzu Chi melakukan daur ulang.

“Anda memiliki berapa botol kaca?” tanya insan Tzu Chi. “Di sana banyak,” jawabnya. “Masih banyakkah?” tanya insan Tzu Chi lagi.  “Ya. Masih banyak,” jawabnya.  “Anda sungguh hebat dapat mengumpulkan ini semua,” kata insan Tzu Chi. “Semua orang membantu saya. Bila mengandalkan penglihatan saya, mana mungkin saya dapat mengumpulkannya sendiri. Ya. semua orang membantu,” katanya, “sudah habis. Baik, terima kasih. Ini semua sudah sangat banyak. Ya, sudah sangat banyak.”

Ia tahu saya mengumpulkan botol untuk Tzu Chi guna membantu biaya pendidikan anak-anak kurang mampu. Inilah lingkaran cinta kasih yang tercipta dari kesungguhan hati dan cinta kasih. Orang yang hidup dalam kondisi minim pun dapat turut berkontribusi. Jika dapat demikian, bukankah masyarakat dapat hidup damai dan Empat Unsur Alam pun berjalan selaras?

Singkat kata, tidaklah sulit untuk mencapai hal ini asalkan  manusia dapat mengubah kebiasaannya. Baiklah. Intinya, insan Tzu Chi harus mempercepat setiap langkah dan bekerja keras untuk menggalang Bodhisatwa dunia agar setiap benih cinta kasih dapat tersebar ke seluruh dunia. Dengan demikian, bumi kita akan senantiasa damai. Diterjemahkan oleh: Lena

 
 

Artikel Terkait

Keras Melawan Keterbatasan Alam (Bag. 1)

Keras Melawan Keterbatasan Alam (Bag. 1)

24 Agustus 2010 Kini setelah ratusan bahkan ribuan tahun berlalu, Gunung Kidul telah berkembang menjadi daerah pedesaan yang mayoritas masyarakatnya berpenghasilan dari bercocok tanam.
Kasih Ibu Tiada Batasnya

Kasih Ibu Tiada Batasnya

08 Juli 2015

Minggu pagi, 24 Mei 2015 terdengar alunan lagu “Lukisan Anak Kambing Berlutut”.  Pagi yang spesial karena sebanyak 95 relawan berkumpul di Aula lantai 2 SMK Sekolah Cinta Kasih Cengkareng, Jakarta Barat. Mereka berkumpul pada acara Kunjungan Kasih Pasien Kasus (KKPK) yang bertema  “Hari Ibu”.

Menjalin kekeluargaan di Festival Dongzhi, Senantiasa Melakukan Kebajikan

Menjalin kekeluargaan di Festival Dongzhi, Senantiasa Melakukan Kebajikan

16 Desember 2021

Relawan Tzu Chi Bandung merayakan Hari Wedang Ronde sebagai harapan untuk saling Bersatu sesama insan Tzu Chi.

Kita sendiri harus bersumbangsih terlebih dahulu, baru dapat menggerakkan orang lain untuk berperan serta.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -