Suara Kasih: Menapaki Jalan Bodhisatwa di Tengah Masyarakat

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News

 

 

Judul Asli:

Menapaki Jalan Bodhisatwa di Tengah Masyarakat

Bertumbuhnya pohon bodhi di Sri Lanka
Membalas budi dengan semangat celengan bambu dan menanam benih berkah
Menerima buah karma di tengah dunia yang penuh bencana
Mempraktikkan semangat ajaran Buddha di tengah masyarakat

Setiap hari saya mengumpulkan barang daur ulang. Ada orang bertanya, “Untuk apa kamu mengumpulkannya?” Saya bilang saya memberikannya kepada Tzu Chi agar mereka bisa membantu orang. Pemandangan yang terlihat sungguh menghangatkan hati.Akan tetapi, di balik kehangatan itu, sang nenek hidup kekurangan dan menderita penyakit dalam jangka waktu yang panjang. Sungguh, beliau membutuhkan pendampinga dan bantuan yang penuh cinta kasih. Meski menderita penyakit, tetapi sang nenek bisa membuka hati untuk menerima kehangatan cinta kasih di dunia.

Kekuatan cinta kasih bisa membuka pintu hati. Meski sebagian besar warga Lesotho juga hidup kekurangan, namun dimulai dari sebutir benih Tzu Chi, kini mereka tumbuh menjadi tak terhingga. Mereka bekerja keras untuk menyebarkan benih cinta kasih dan menggarap ladang batin setiap orang. Contohnya Sri Lanka. Kalian pasti masih ingat pada bulan Desember 2004, tsunami yang menerjang Samudra Hindia juga berimbas pada Sri Lanka. Insan Tzu Chi mengerahkan kekuatan yang besar dan menghabiskan waktu yang sangat panjang untuk menyalurkan bantuan ke lokasi bencana yang terparah. Hingga akhirnya, kita membangun sebuah desa dengan fasilitas yang lengkap di Hambantota. Kini, bahkan pemerintah setempat juga pindah ke desa yang kita bangun. Selain ada pelabuhan internasional, kini juga terdapat jalan tol yang terhubung dengan ibu kota.

Pascatsunami yang melanda Samudra Hindia itu, insan Tzu Chi di seluruh dunia menghimpun tetes demi tetes cinta kasih demi membangun desa bagi para korban bencana. Di dalam desa itu terdapat sekolah, pusat pelatihan kejuruan, dan berbagai fasilitas yang lain. Melihat kehidupan para warga di Sri Lanka sekarang, saya sungguh gembira. Setelah menerima ajaran Tzu Chi, mereka memahami untuk menyisihkan uang ke celengan bambu demi membalas budi Tzu Chi. Meski kekurangan secara materi, tetapi batin mereka sangat kaya.

”Saya tahu di dunia ini, masih terdapat banyak orang yang membutuhkan bantuan seperti kami. Jadi, saya bersedia menyisihkan uang untuk mendonasikannya kepada Tzu Chi agar kalian bisa menggunakan uang ini untuk membantu orang yang lebih membutuhkan. Kami sangat gembira karena bisa menyisihkan uang untuk membantu orang lain. Ini hanya sedikit yang bisa kami lakukan. Tzu Chi telah membantu kami, karenanya kami juga ingin membantu orang lain. Setiap hari, kami menyisihkan koin ke dalam celengan bambu. Meski jumlahnya tidak besar, tetapi kami sangat senang bisa ikut membantu,” ucap warga Sri Langka.

.Saudara sekalian, inilah Dharma. Dharma bisa membimbing manusia. Buddha mengajarkan kepada kita untuk bersumbangsih. Jadi, kita juga mengajarkan kepada mereka untuk ikut bersumbangsih. Tanpa memedulikan besar atau kecil donasi, mereka semua memiliki satu cinta kasih yang sama. Donasi yang hanya sebesar 10 sen atau 20 sen tak berarti cinta kasih mereka lebih sedikit. Tidak. Mereka juga telah berusaha segenap tenaga. Yang lebih berharga adalah setiap orang di desa itu bisa saling membantu. Inilah harapan kita. Ini juga merupakan harapan Buddha. Meski semua makhluk tidak bisa segera mencapai pencerahan, tetapi setidaknya setiap orang bisa saling membantu.

Jadi, Bodhisatwa dunia datang untuk menjangkau semua makhluk yang menderita. Saat makhluk yang menderita memahami ajaran Buddha, mereka akan terbebas dari kemiskinan batin. Mereka juga bisa kaya secara batin dan membantu orang lain yang membutuhkan. Inilah Dharma. Bodhisatwa sekalian, melihat kondisi di dunia masa kini, kita harus lebih meningkatkan kewaspadaan, mawas diri, dan berhati tulus. Belakangan ini, hujan lebat di Taiwan telah mendatangkan tidak sedikit bencana di wilayah pegunungan. Salah satu wilayah pegunungan di antaranya pernah dilanda Topan Morakot pada tahun 2009. Saat itu, kita memikirkan segala cara untuk menenangkan begitu banyak korban bencana. Kata-kata yang saya ucapkan pada masa itu dibuat menjadi sebuah lagu yang berjudul “Sepuluh Pedoman Hati”. Saya sangat berharap kita bisa membiarkan gunung memulihkan diri dalam jangka waktu panjang.

Saat itu, saya juga mengimbau insan Tzu Chi di 50 negara lebih bersama-sama menggalang dana untuk membangun perumahan bagi para korban bencana Topan Morakot agar mereka bisa tinggal di dataran rendah yang aman. Akan tetapi, itu masih sangat sulit. Ada beberapa warga yang memilih untuk tetap tinggal di wilayah pegunungan dan terus mengembangkan tempat wisata demi meningkatkan perekonomian. Karena itu, pegunungan masih terus dirusak. Kali ini, hujan lebat saja sudah mengakibatkan tanah longsor. Bukankah ini terjadi akibat ulah manusia? Pikiran manusia mengalami fase timbul, berlangsung, berubah, dan lenyap.

Saat manusia membangkitkan nafsu keinginan, nafsu itu akan terus berada di dalam hati sehingga manusia akan terus memikirkan cara untuk mendapatkan keuntungan pribadi meski mereka harus merusak alam. Banyak hal terjadi seiring akumulasi waktu.

Pada masa sekarang ini, banyak orang yang hanya mengutamakan keuntungan pribadi. Demi mengejar nafsu keinginan, manusia menghalalkan segala cara sehingga kini kita bisa melihat berbagai bencana terjadi di dunia akibat ketidakselarasan empat unsur alam. Demikianlah yang terjadi di Taiwan. Taiwan hanyalah sebuah pulau kecil. Kondisi alamnya berbukit-bukit dengan sedikit dataran rendah. Akan tetapi, gunung terus dirusak sehingga kondisi alam pun ikut terpengaruh. Karenanya, hanya sedikit hujan deras saja bisa mengakibatkan jembatan rusak, akses jalan terputus, dan terjadi tanah longsor. Jika demikian, berapa orang yang tinggal di dataran rendah bisa aman dan selamat? Karena itu, kita sungguh harus meningkatkan kewaspadaan.

Amerika Serikat sangat besar. Akan tetapi, beberapa hari ini, warga Amerika Serikat juga mengalami penderitaan yang tak terkira.Empat negara bagian Amerika Serikat diterjang oleh badai tornado. Wilayah yang tersapu badai itu bagai hanya tersisa puing-puing. Badai itu sungguh mendatangkan kerusakan parah. Dua gedung sekolah di Oklahoma juga tergulung badai sehingga banyak anak yang tertimbun dalam puing-puing. Banyak orang tua dan guru yang segera datang mencari anak-anak. Saat melihat anak mereka, orang tua segera memberi pelukan erat karena takut akan kehilangan mereka lagi.

Segala bencana yang terjadi di dunia adalah hasil dari perbuatan manusia sendiri. Kini, kita tengah menerima buah karma. Dahulu, kita terus menanam benih, dan kini adalah saatnya bagi kita untuk menerima buahnya. Melihat berbagai bencana yang terjadi tanpa henti, saya sungguh merasa khawatir. Semua ini bermula dari pikiran manusia. Karena itu, kita harus mengendalikan pikiran, memiliki hati yang lapang bagaikan Buddha, dan segera berbagi Dharma agar setiap orang bisa senantiasa memiliki hati yang murni bagaikan kristal, melenyapkan noda batin, dan membangkitkan cinta kasih. (Diterjemahkan Oleh: Karlena Amelia )

 
 

Artikel Terkait

 Rumah Insan Tzu Chi Batam

Rumah Insan Tzu Chi Batam

15 Juni 2015 Setelah Jakarta, Bandung, dan Padang, kini insan Tzu Chi Batam pun akan memiliki Rumah Batin (Aula Jing Si).
Bulan Tujuh Penuh Berkah

Bulan Tujuh Penuh Berkah

11 Agustus 2016

Relawan Tzu Chi menggelar sebuah kegiatan untuk memberikan pencerahan tentang Bulan Tujuh yang selama ini banyak dianggap sebagai bulan hantu. Acara yang digelar pada 7 Agustus  2016 di Aula Jing Si Pantai Indah Kapuk Jakarta ini dikemas menarik.

 

Membentuk Manusia Berbudi

Membentuk Manusia Berbudi

06 Februari 2010
Sekolah Tzu Chi diharapkan dapat mencetak anak-anak yang bisa menjadi teladan bagi masyarakat, tidak hanya di bidang akademis, tapi juga memiliki budi pekerti yang baik.
Keharmonisan organisasi tercermin dari tutur kata dan perilaku yang lembut dari setiap anggota.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -