Suara Kasih: Menjadi Pelita di Tengah Kegelapan

Jurnalis : DAAI News, Fotografer : DAAI News
 

Judul Asli:

Menjadi Pelita di Tengah Kegelapan

Benih cinta kasih telah tumbuh menjadi hutan Bodhi
Semua orang bersatu hati untuk menolong orang yang menderita
Para siswa dari keluarga kurang mampu turut membantu korban bencana di Filipina
Menjadi pelita di tengah kegelapan

Kita bisa melihat di sebuah geraja di Filipina, para umat berdoa dengan hati yang tulus. Seorang Pastor memimpin doa dan mengungkapkan rasa terima kasih kepada Tzu Chi. Beliau juga menceritakan selama pascabencana, Tzu Chi telah membantu mereka membersihkan lokasi bencana, membantu warga setempat, dan lain-lain. Ini merupakan kerja sama antaragama yang harmonis.

Kemarin, insan Tzu Chi mengadakan pembagian bantuan di Universitas Normal Lyte. Dari tayangan ini kita bisa melihat Chieh Fang. Siaran berita Da Ai TV melaporkan bahwa Chieh Fang sudah berada di lokasi bencana selama sebulan lebih. Kita bisa melihat dengan jelas rambutnya mulai beruban. Dia dan Sheng-hang adalah anggota Tzu Ching Filipina. Kini, sekelompok anggota Tzu Ching ini sudah mulai ikut memikul tanggung jawab. Dalam pembagian bantuan kali ini, kita bisa melihat Chieh Fang berdiri di atas panggung sendirian. Meski kita mempunyai banyak relawan di sana, tetapi mereka memiliki kendala bahasa. Chieh Fang bisa berbahasa lokal.

Selain mengenalkan Tzu Chi kepada para warga, dia juga menjadi penerjemah dan membimbing para warga. Dia sendiri harus melakukan pekerjaan banyak orang. Banyak insan Tzu Chi yang bekerja sama dengannya di samping untuk membimbing para warga dengan menyentuh dan penuh sukacita. Dia memulainya dengan berbagi kisah tentang semangat celengan bambu. Selain itu, dia juga menceritakan bahwa di seluruh dunia ini, ada banyak sekali orang yang memperhatikan mereka. Banyak orang yang berdana serta menggalang dana demi membantu mereka. Dia menceritakan berbagai kisah yang menyentuh dengan sangat singkat dan jelas. Selain itu, dia juga mengambil botol plastik dan selimut untuk menjelaskan kepada para warga bahwa selimut itu merupakan hasil daur ulang botol plastik.

Para relawan daur ulang telah bekerja keras untuk mengumpulkan, memilah, dan mendaur ulang botol-botol plastik. Kita juga bisa melihat tidak sedikit warga yang memahami bahwa mereka juga dapat menjadi setetes air di tengah lautan pahala. Karena itu, mereka menjadikan botol plastic sebagai celengan bambu. Yang paling menyentuh kemarin adalah ada seorang warga yang pergi mencari bambu untuk membuat celengan bambu yang sesungguhnya. Dia memotong, mengampelas, dan mengukir tulisan di celengan bambu itu. Dia mengungkapkan kesediaannya untuk menjadi benih Tzu Chi. Karena itu, dia membuat celengan bambu yang sesungguhnya.

Asalkan ada cinta kasih di suatu tempat, maka tempat tersebut pasti ada harapan. Kita juga melihat dr. Gao, dr. Wang, dan sekelompok besar tenaga medis yang berjumlah lebih dari 40 orang. Kemarin, mereka telah kembali mengadakan baksos kesehatan. Berhubung jumlah pasien sangat banyak, sebagian dokter bahkan harus memindahkan pos pelayanan mereka ke pinggir jalan. Mereka bagai membuka stan medis di pinggir jalan. Akan tetapi, mereka semua melakukannya dengan sukarela.

Para dokter memberikan pelayanan medis dengan sangat sukarela. Di lokasi bencana, ada beberapa keluarga insan Tzu Chi yang beranggotakan belasan orang turut berkontribusi di lokasi bencana, seperti Guo-ying, Wei-song, Wan-lei, dan lain-lain. Mereka berkata bahwa biasanya sulit bagi mereka sekeluarga untuk berkumpul bersama karena anak-anak sudah dewasa dan memiliki karier sendiri. Akan tetapi, kali ini mereka sekeluarga dapat berkumpul bersama. Namun, meski mereka sekeluarga berada di lokasi bencana, tetapi kesempatan untuk bertemu juga tidak banyak karena setiap orang memiliki kesibukan sendiri dan harus menjalankan tanggung jawab sendiri.

Melihat siaran berita Da Ai TV tentang kontribusi para Bodhisatwa di sana, saya sungguh tersentuh. Intinya, pada kehidupan ini, pastilah adakalanya kita mengalami penderitaan. Pada saat mengalami penderitaan, kita membutuhkan cinta kasih yang tulus. Bodhisatwa datang untuk menjangkau semua makhluk yang menderita.

Lihatlah pada tahun 1998, sebuah badai topan mendatangkan bencana bagi delapan negara, yakni Republik Dominika, Honduras, El Salvador, Guatemala, dan beberapa negara lainnya. Pada saat itulah, benih Tzu Chi mulai tertanam di sana dan jalinan jodoh dengan Tzu Chi matang. Kini, benih cinta kasih telah bertumbuh menjadi pohon Bodhi. Karena itu, misi Tzu Chi masih terus dijalankan di sana. Tayangan yang kita lihat tadi adalah di Honduras. Karena Filipina dilanda bencana, kita berkesempatan untuk menebarkan benih cinta kasih. Karena adanya jalinan jodoh ini, kita bisa segera menebarkan benih cinta kasih di dalam hati setiap orang agar cinta kasih mereka bisa bertunas dan kekayaan batin mereka bisa terbangkitkan. Karena itulah, insan Tzu Chi mengadakan bazar amal di sana.

Sebuah perusahaan sistem suara juga meminjamkan alat mereka secara gratis kepada insan Tzu Chi demi kelancaran bazar amal itu. Begitu juga dengan Republik Dominika. Tzu Chi mengubah lokasi gunung sampah di sana menjadi bangunan sekolah bagi anak-anak setempat. Kali ini, insan Tzu Chi juga mengajak para siswa untuk berdana bagi korban bencana di Filipina.

“Sekolah Tzu Chi ini bisa berdiri karena pada tahun 1998, Republik Dominika diterjang Badai Georges. Saat itu, banyak rumah yang rusak dan banyak warga yang tidak memiliki pakaian, bahkan tidak memiliki makanan. Insan Tzu Chi datang dari Taiwan untuk menyurvei lokasi bencana dan membangun gedung sekolah ini. Karena itu, hari ini, kita juga harus membangkitkan rasa empati untuk membantu korban bencana di Filipina,” ucap warga.

Ada pula yang berkata, ”Hari ini saya berbagi dengan anak-anak bahwa membantu orang lain lebih memiliki berkah daripada menerima bantuan. Tiada orang yang hidup sulit hingga tidak mampu membantu orang lain. Meski hanya mencurahkan cinta kasih, itu juga merupakan bentuk berdana.”

Setiap orang mampu untuk bersumbangsih. Di dunia ini, tiada orang yang hidup sulit hingga tidak mampu bersumbangsih. Salah seorang murid di sana berkata bahwa dia tidak memiliki uang, karenanya dia membawa tepung jagung untuk didonasikan kepada korban bencana topan di Filipina. Ada pula seorang siswa yang selain mendonasikan uang, dia juga membawa sebungkus kecil mi untuk dijual di bazar amal demi membantu korban bencana di Filipina. Mereka sungguh polos dan memiliki cinta kasih yang murni. Meski hanya berdonasi sedikit, tetapi cinta kasih mereka telah terbangkitkan untuk membantu korban bencana di Filipina. Bahkan seorang tahanan di Amerika Serikat juga mengirim sumbangan dalam bentuk barang.

Setiap orang sungguh bagaikan Bodhisatwa yang muncul untuk menolong orang yang menderita. Ketika berada dalam kegelapan, kita membutuhkan pelita yang meski sangatlah kecil. Meskipun cahayanya hanya seterang cahaya kunang-kunang, tetapi itulah yang dibutuhkan orang-orang yang berada dalam kegelapan.

Intinya, jangan takut berbuat kebajikan sekecil apa pun, yang ditakutkan adalah tidak melakukan apa pun. Saya sangat bersyukur karena di dunia ini masih terdapat banyak kisah menyentuh yang terjadi di tengah penderitaan. Saat ada penderitaan, banyak Bodhisatwa dunia yang mencurahkan cinta kasih untuk membantu. Semua itu merupakan sejarah bagi dunia dan Kitab Sejarah bagi Tzu Chi. (Diterjemahkan Oleh: DAAI TV)

 
 

Artikel Terkait

Donor Darah di Pabrik Tepung Tapioka

Donor Darah di Pabrik Tepung Tapioka

09 Februari 2011 Master Cheng Yen selalu  berpesan, urusan dunia tidak bisa diselesaikan oleh satu orang. Seorang diri juga tidak mampu mencapai semua keberhasilan  dunia. Mari kita bersama–sama bersatu hati peduli pada bumi tanpa memandang perbedaan, karena sejatinya kita  berada di dalam  bumi  yang sama.
Berkat Jodoh yang Baik (Bag. 2)

Berkat Jodoh yang Baik (Bag. 2)

22 Juli 2010
Selain pembelajaran bersama dengan guru-guru Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Taiwan, Ahmad juga berkesempatan sharing di hadapan Master Cheng Yen. Di saat sharing itulah, ia melihat Master Cheng Yen sudah seperti guru sekaligus orang tuanya.
Mengisi Kemerdekaan dengan Cinta Kasih, Toleransi, dan Harmoni

Mengisi Kemerdekaan dengan Cinta Kasih, Toleransi, dan Harmoni

18 Agustus 2020

Menyambut perayaan kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-75, Tzu Chi Talks pada 15 Agustus 2020 mengusung tema “Mengisi Kemerdekaan dengan Cinta Kasih, Toleransi, dan Harmoni.” Prof. Dr. H. Maksoem Machfudz, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Tjhin Hong Lin CEO DAAI TV Indonesia menjadi narsumber Tzu Chi Talk kali ini.

Berlombalah demi kebaikan di dalam kehidupan, manfaatkanlah setiap detik dengan sebaik-baiknya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -