Suara Kasih : Menyucikan Hati

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

Menyucikan Hati Manusia
dan Menciptakan Berkah
 

Pikiran manusia bagaikan seorang pelukis
Hidup sederhana dapat membantu mengurangi emisi karbon
Berpegang teguh pada tekad dan berpijak pada landasan yang kokoh
Menciptakan lebih banyak karma baik dan menghimpun berkah

 

Pikiran bagai seorang pelukis. Mampu melukis dengan beragam warna. Segala sesuatu berawal dari pikiran. Kondisi batin pun berubah mengikuti pikiran. Sebersit niat pikiran dapat menciptakan dunia. Dunia terbentuk dari pikiran. Pikiran baik menciptakan kondisi yang baik. Pikiran buruk menciptakan kondisi yang buruk.

Pada saat Pemberkatan Akhir Tahun setiap tahunnya, tim isyarat tangan akan mementaskan pertunjukan isyarat tangan untuk memberi tahu setiap orang bahwa kehidupan kita sekarang sama dengan apa yang pernah dikatakan Buddha. Buddha adalah Yang Maha Sadar di alam semesta. Sejak lebih dari 2.000 tahun lalu, Buddha telah menjelaskan kepada kita tentang segala sesuatu di dunia ini. Masa ini adalah masa penuh kekeruhan. Kekeruhan di sini merujuk pada kondisi kotor dan tingkat pencemaran yang tinggi. Pencemaran ini tak hanya terjadi pada alam, melainkan juga pada batin manusia. Pencemaran pada batin manusia adalah ketidaktahuan yang berakibat terciptanya banyak karma buruk.

Tahun ini, kita juga mengadakan pertunjukan isyarat tangan. Pada awal pertunjukan kita dapat melihat lukisan sebuah tempat dengan pemandangan yang sangat indah. Kemudian, pelukis tersebut mulai memikirkan apa yang dapat ia tambahkan pada lukisan yang indah ini. Lalu, ia menggambar seekor sapi. Pikiran kita bagaikan seorang pelukis. Saat kita memikirkan sesuatu untuk dilukis, saat pemikiran timbul dalam hati, maka kita akan melukisnya keluar. Apakah cukup dengan seekor sapi yang membajak sawah? Sang pelukis mulai berpikir alangkah baiknya jika kebun tanaman diubah menjadi perumahan. Ia berpikir alangkah baiknya jika manusia membangun perumahan di pegunungan karena udara di sana sangat segar dan pemandangannya sangat indah. Ia pun melukiskan kondisi tersebut. Lalu, ia kembali berpikir alangkah baiknya jika manusia membangun rumah di dataran rendah agar mendapatkan banyak keuntungan. Karena itu, kebun tanaman pun berubah menjadi perumahan. Selain menebang pohon di pegunungan, kebun tanaman di dataran rendah pun dijadikan lahan konstruksi oleh manusia.

Apakah begitu sudah cukup? Masih tidak cukup. Sang pelukis mulai mengubah tempat tersebut menjadi perkotaan yang lebih modern. Apakah sudah cukup? Demi kenyamanan transportasi, ia mulai menggambar pesawat, mobil, kereta api cepat, dan lain-lain. Apakah sudah cukup? Tidak. Lalu bagaimana? Ia terus berpikir hingga batinnya bagai terikat tali. Sungguh, semakin banyak yang diinginkan, semakin banyak kesalahan yang dilakukan, semakin banyak pula karma buruk yang tercipta.

Pada akhirnya, kita tidak tahu apa lagi yang kita inginkan dan hati kita menjadi sangat kacau. Akhirnya, ia pun membersihkan segala yang dilukisnya hingga kembali menjadi pemandangan yang indah. Untuk memiliki lingkungan yang bersih, kita harus menyucikan batin manusia terlebih dahulu. Kita semua harus bertobat, bertobat atas semua pikiran buruk yang timbul karena pikiran kita bagaikan seorang pelukis yang dapat melukis apa saja.

Dalam pikiran kita, segala niat membawa pada terciptanya karma, dan niat buruk akan menciptakan karma buruk. Lihatlah, dalam pikirannya, sang pelukis terus mengeluarkan banyak ide, namun pada akhirnya apa yang ia dapatkan? Ia tak mendapatkan apa-apa dan harus mengembalikan segalanya pada kondisi semula. Pada Bodhisatwa sekalian, pertunjukan isyarat tangan yang kita lihat tadi diadopsi dari teks kitab suci. Dalam program Sanubari Teduh seri Dharma Bagaikan Air, dibahas tentang Syair Pertobatan Air Samadhi. Pembahasan ini memerlukan 500 lebih episode atau sekitar 2 tahun berturut-turut karena jumlah hari dalam setahun hanya 365. Saya membahasnya dalam 500 lebih episode, dan dari 500 lebih episode pembahasan saya itu, diambillah inti sarinya menjadi pertunjukan demi membuat kalian semua paham bahwa segala bencana alam dan ulah manusia yang terjadi di dunia ini adalah akibat dari pikiran manusia yang penuh nafsu dan ketamakan.

Saya sering berkata bahwa sangatlah sulit untuk memenuhi segala keinginan manusia. Saat mendapatkan satu, kita akan meminta 9 lagi. Saat mendapatkan 1.000, kita akan meminta 10.000, Hal ini akan terus berlanjut tanpa henti. Kehidupan manusia bagai sandiwara judul babak sandiwara itu adalah Ketamakan.

Ketamakan bagai lautan yang tak berdasar.
Penderitaan datang kala nafsu tak terpenuhi.
Mulanya bekerja keras hanya demi bertahan hidup.
Lalu mencari pakaian kala pangan terpenuhi.
Tak puas dengan pakaian indah yang diperoleh.
Merasa tempat tinggal belum cukup baik.

Saya sering memberi tahu kalian bahwa saat kegelapan batin kita timbul, kita akan menciptakan banyak karma buruk karena ketamakan kita tak ada batasnya. Lihatlah pertunjukan ini. Sang ayah bekerja sangat keras demi masa depan anaknya yang lebih baik. Meskipun harus menjadi pengemis, ia juga ingin kelak anaknya bisa sukses. Mulanya, sang anak tinggal di sebuah desa bersama ayah yang sangat menyayanginya. Namun, setelah sang anak pindah ke kota besar dan mulai mengembangkan usahanya dengan membuka banyak kantor cabang, ia pun lupa diri. Akhirnya, ia kehilangan segalanya dan menderita penyakit. Saat itu, ia baru menyadari bahwa orang yang sungguh-sungguh mengasihinya adalah ayah, istri, serta anaknya.

Intinya, jika dalam hidup ini kita hanya mengejar karier, maka kita akan sangat sibuk hingga tak punya waktu untuk hal-hal lain. Kita akan terus menciptakan karma buruk, karena tidak menjaga hati dan tak menyadari apa makna kehidupan kita. Akibatnya, kita akan terus mengulang-ulang kesalahan hingga akhirnya kita kehilangan semuanya dan hanya menyisakan penyesalan. Hidup kita hanya puluhan tahun. Selama puluhan tahun ini jika kita tak menjaga hati dengan baik, maka dengan adanya sedikit penyimpangan, kita akan jauh tersesat. Saat kita menyadari kesalahan, banyak waktu kita telah terbuang sia-sia.

Hidup ini sangatlah singkat, karena itu kita harus memanfaatkan waktu untuk melakukan segala yang kita bisa dan sungguh-sungguh berpijak pada landasan yang kokoh. Saya harap kalian semua dapat berpegang teguh pada tekad. Pada kehidupan ini, kita harus senantiasa menanam karma baik karena kita sendirilah yang akan menuai buahnya. Apakah itu karma baik ataupun karma buruk, kita sendirilah yang akan menerima segala konsekuensinya. Jadi, segala sesuatu yang kita perbuat, pada akhirnya akan kembali pada kita. Dalam keluarga Tzu Chi yang besar ini, kita dapat saling mendukung dan menolong. Dengan menghimpun kekuatan, kita dapat membantu lebih banyak orang dan menciptakan berkah bagi dunia. Diterjemahkan oleh: Lena

 
 

Artikel Terkait

Karunia Terbesar dari Tuhan

Karunia Terbesar dari Tuhan

09 September 2020

“Biar bagaimanapun yang namanya anak itu kan jiwa. Ini dari Tuhan, jadi kita harus benar-benar sabar. Apapun kondisinya kita harus terima dengan ikhlas, dengan semangat.” (Paulus Tjoei Ho, orang tua Jenny). 

Mengenal Tzu Chi Melalui Sosialisasi

Mengenal Tzu Chi Melalui Sosialisasi

23 Desember 2009 umat, 4 Desember 2009, diadakan sosialisasi mengenai Tzu Chi kepada perwakilan dari Kodam III/Siliwangi, Kodim 0612/Tasikmalaya, Dinas Pendidikan Kab. Bandung, Dinas Pendidikan Pangalengan, Lurah Pangalengan, serta staf pengajar Sekolah Dasar di Pangalengan. Adapun tujuan dari sosialisasi ini adalah memperkenalkan Tzu Chi, terutama misi pendidikan Tzu Chi.
Agar Lebih Memahami Tzu Chi

Agar Lebih Memahami Tzu Chi

29 Juli 2009 Dengan seringnya bertemu, saling mengeluarkan pendapat, pikiran dan ide-ide, secara tidak langsung akan menimbulkan saling pemahaman di antara sesama relawan. “Kita mengerti pendapat orang lain, itu berarti kita mengenal orang itu juga. Nah, sewaktu kita akan mengajukan kegiatan sekalipun, kita juga enak gitu. Pas di lapangan juga jadi lebih akrab,” terang Budi.
Benih yang kita tebar sendiri, hasilnya pasti akan kita tuai sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -