Suara Kasih : Praktik Enam Paramita

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
.
 

Judul Asli:

 

Bersumbangsih Tanpa Pamrih sebagai Praktik Enam Paramita

      

Mengenang proyek pembangunan sekolah di Sichuan
Membimbing anak-anak agar memiliki tata krama dalam kehidupan sehari-hari
Mengadakan baksos kesehatan dan menyalurkan barang bantuan ke Brasil
Bersumbangsih tanpa pamrih sebagai praktik Enam Paramita.

Dahulu, anak-anak yang mengenyam pendidikan di SD Tzu Chi Sichuan, Tiongkok sangat sedikit. Gedung sekolah itu sangat sederhana. Gempa bumi dahsyat yang mengguncang Sichuan mematangkan jalinan jodoh antara insan Tzu Chi dengan warga di Provinsi Sichuan. Insan Tzu Chi menetap di beberapa lokasi untuk mencari tahu barang bantuan yang paling dibutuhkan oleh korban bencana.

Selain segera menyalurkan bantuan darurat, hingga kini insan Tzu Chi masih terus mendampingi warga setempat. Insan Tzu Chi merencanakan program bantuan jangka menengah dengan menggarap proyek pembangunan 13 gedung sekolah di sana. Setiap gedung sekolah didesain dengan penuh kesungguhan hati. Selain itu, kepala sekolah dan para guru juga membangun tekad luhur untuk mendidik para siswa agar anak-anak bisa mengenyam pendidikan di lingkungan sekolah yang indah.

Kesungguhan hati para guru dan tekad kepala sekolah dalam menjaga citra sekolah dengan baik, semuanya sungguh tidak mudah. Saya  sangat berterima kasih kepada para staf dari departemen konstruksi yang sangat bersungguh hati. Kita juga dapat melihat gedung sekolah lain yang direnovasi oleh Tzu Chi. Kita dapat melihat pola hidup para siswa dalam kehidupan sehari-hari. Kepala Sekolah Song langsung pergi ke asrama untuk memberi contoh mengenai cara melipat selimut. Lihatlah dia melipat selimut dengan sangat rapi. Dia bagaikan tentara yang pernah menjalani latihan. Sesungguhnya, saya sering mendengar kisah tentang Kepala Sekolah Song ini. Dia menganggap sekolah bagai rumahnya sendiri.

Dahulu, saat gedung sekolah itu masih sangat sederhana, dia sudah sangat jarang pulang ke rumah dan selalu berada di sekolah. Dia melakukan banyak pekerjaan dan senantiasa menjaga gedung sekolah yang sangat kecil dan sederhana. Dia selalu membersihkan sekolah dan memerhatikan para siswa. Hingga setelah Tzu Chi membantu membangun gedung sekolah di sana, dia pun kembali ke Hualien dan berikrar kepada saya bahwa dia akan lebih bersungguh hati dibanding dahulu dan akan menggunakan semangat Tzu Chi dan hati orang tua untuk mendidik anak-anak agar memiliki moralitas, tata krama, dan lain-lain dalam kehidupan sehari-hari. Dia akan menganggap para siswa bagai anak-anaknya sendiri dan bertekad untuk mendidik mereka agar lebih baik dibanding dahulu.

Ketika Pelajaran dimulai, anak-anak memberi salam kepada guru, ”Berdiri. Apa kabar, Guru? Apa kabar, teman-teman?”. Dalam sharingnya Kepala sekolah Song mengatakan, ”Sesungguhnya, menurut saya saat berada di dalam lingkungan sekolah, adakalanya jika kita lebih disiplin terhadap anak-anak, mereka akan lebih mudah menerimanya. Ini karena mereka merasa untuk mengetahui diri mereka benar atau salah, mereka membutuhkan bimbingan dari orang lain agar bisa memperbaiki diri.” “Pada pukul 5.30 sore hari ini akan ada guru yang datang untuk mengantar kalian mengambil air panas. Setelah mengambil air panas, kalian makan malam. Apakah kalian mengerti?” tanya Kepala Sekolah Song kepada anak-anak. Anak-anakpun menjawab, ”Mengerti.”

Saat staf Da Ai TV berkunjung ke sana untuk meliput, mereka melihat kehidupan anak-anak di sana. Reporter Da Ai TV merasa sedikit curiga dan berpikir, “Apakah mereka tahu kita mau berkunjung sehingga sengaja membersihkan kamar?” Para reporter tinggal di sana selama beberapa hari dan melihat kebiasaan hidup para siswa. Kemudian, setelah meliput ke tempat lain, tanpa diduga, para reporter kembali ke asrama secara tiba-tiba dan melihat kamar para siswa masih tetap rapi dan bersih seperti beberapa hari sebelumnya. Semua handuk digantung dengan rapi. Gelas serta sikat gigi disusun menghadap arah yang sama. Pendidikan seperti itu sungguh membuat orang tergugah.

”Apakah yang kamu katakan tadi?” tanya reporter Da Ai TV pada salah seorang anak. Ia menjawab, ”Saya meminta mereka untuk lebih cepat karena kita harus menghemat air dan listrik.” Sebagian besar anak-anak di sana berasal dari daerah pegunungan yang terpencil, karenanya mereka sudah tinggal di asrama sejak sekolah dasar dan menerima bimbingan seperti itu. Bodhisatwa sekalian, ada orang yang berpikir bahwa selimut akan dipakai lagi pada malam hari, melipat selimut pada pagi hari sangatlah merepotkan. Karenanya, mereka hanya menyampingkan selimut dan membiarkannya begitu saja karena berpikir nanti malam akan dipakai lagi.

Ada banyak orang yang bersikap demikian. Kini banyak orang yang menjemur pakaian tanpa menggunakan galah. Mereka hanya menggunakan jepitan baju. Kita sering melihat banyak orang mengenakan pakaian yang di bahunya ada dua bekas jepitan dan pakaian mereka terlihat sangat kusut. Inilah gaya hidup warga Taiwan masa kini. Anak muda tidak belajar bagaimana memiliki kebiasaan hidup yang baik. Bayangkanlah, jika mereka tidak bisa menjaga kerapian dan kebersihan diri sendiri, bagaimana mereka bisa cekatan saat bekerja di masyarakat? Pekerjaan mereka pasti akan berantakan.

Lihatlah anak-anak mengurus lingkungan hidupnya sendiri. Jika tidak bisa mengerjakannya seorang diri,anak-anak yang lain akan turut membantu. Jika tidak,bagaimana tangan-tangan yang kecil bisa melipat selimut hingga serapi itu? Anda membantu saya, saya membantu Anda. Mereka saling membantu. Tata letak handuk dan sikat gigi mereka telah menunjukkan kerapian mereka.

Inilah yang harus kita ajarkan kepada anak-anak. Melihat lingkungan yang bersih itu, saya merasa kagum dari lubuk hati. Sekelompok anak-anak itu sangat patut kita hormati dan kasihi. Meski Tzu Chi menggarap proyek pembangunan di Sichuan dengan penuh kesulitan, namun setelah melihat anak-anak itu, kita sungguh merasakan harapan dan merasakan sukacita. Saya sungguh berterima kasih atas tekad kepala sekolah dan semangat misi para guru. Sungguh membuat orang tersentuh melihatnya. Singkat kata, kini setelah berada di jalan yang benar, kita harus terus melangkah maju.

Kita juga dapat melihat California di Amerika Serikat. Para insan Tzu Chi sangat bersungguh hati dalam mensosialisasikan buku-buku Tzu Chi. Kini banyak perpustakaan di California yang mengoleksi buku-buku Tzu Chi. Mereka telah melihat insan Tzu Chi di seluruh dunia selalu bersumbangsih dan membimbing orang lain, serta bagaimana Tzu Chi bermula dari semangat celengan bambu. Semua kisah yang berbudaya humanis ini telah mereka simpan di perpustakaan mereka. Kisah yang berbudaya humanis itu tercipta karena kita telah membentangkan jalan dengan penuh cinta kasih.

Kita juga dapat melihat sebuah tempat terpencil di Brasil. Setelah melakukan baksos kesehatan di sana, insan Tzu Chi melihat warga setempat hidup kekurangan. Karena itu, kali ini insan Tzu Chi kembali ke sana untuk membagikan bantuan materi. Meski harus perjalanan yang sangat sulit, mereka tetap berangkat ke sana untuk membagikan bantuan. Inilah sumbangsih tanpa pamrih. Inilah perilaku suci atau Brahma-carya. Ini juga merupakan praktik Enam Paramita Bodhisatwa. Praktik dana, sila, kesabaran, semangat adalah sumbangsih tanpa pamrih. Kita hanya berharap memenuhi kekurangan mereka. Kita hanya memberi yang mereka butuhkan. Inilah sumbangsih tanpa pamrih. Baik baksos kesehatan maupun pemberian bantuan amal, semuanya semata-mata bertujuan untuk meringankan penderitaan orang lain dan memenuhi kebutuhan mereka. Saya sungguh tersentuh melihatnya. Semua ini sungguh membuat orang tersentuh. Diterjemahkan oleh: Laurencia Lou.

 
 

Artikel Terkait

Program Pertanian Amal, Menuju Pertanian Berkelanjutan (Bag 2)

Program Pertanian Amal, Menuju Pertanian Berkelanjutan (Bag 2)

26 Desember 2013 Program pertanian amal ini termasuk dalam misi amal Tzu Chi. Perlu diketahui, Tzu Chi merupakan lembaga swadaya masyarakat (NGO) internasional yang bergerak dalam sosial kemanusiaan lintas suku, agama, ras, dan negara.
Wali Kota Palu Kunjungi Kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia

Wali Kota Palu Kunjungi Kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia

22 November 2018

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia menerima kunjungan Wali Kota Palu Hidayat di Tzu Chi Center PIK, Kamis (22/11/18). Hidayat diterima langsung oleh Liu Su Mei Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dan Wakil Ketua Sugianto Kusuma. Kedatangan Hidayat ke Tzu Chi Center untuk menindaklanjuti bantuan kemanusiaan yang sejak peristiwa bencana gempa, Yayasan Buddha Tzu Chi tengah hadir di Palu untuk memberikan bantuan.

Suara Kasih: Membangkitkan Ketulusan Warga Melalui Program Bantuan Tzu Chi

Suara Kasih: Membangkitkan Ketulusan Warga Melalui Program Bantuan Tzu Chi

18 Desember 2013 Jalinan cinta kasih antar manusia sungguh menakjubkan. Meski awalnya mereka tidak mengenal kita, tetapi kini sudah terjalin hubungan yang dekat.
Kerisauan dalam kehidupan manusia disebabkan dan bersumber pada tiga racun dunia, yaitu: keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -