Totalitas Seorang Relawan Tzu Chi

Jurnalis : Khusnul Khotimah , Fotografer : Khusnul Khotimah


Direktur Rumah Sakit Grand Family, dr. Sugino Kesuma Karo S. bersama Aiphing dan Sudarmanto, relawan Tzu Chi, saat mengecek perkembangan Gwency yang semakin membaik.

Sebagai relawan Tzu Chi yang fokus di misi amal, Aiphing mafhum betul bahwa ia harus selalu siap membagi waktu, tenaga, dan perhatiannya membantu orang lain terutama di masa-masa genting. Seperti saat ia mendampingi Gwency, bayi berusia satu bulan yang saat itu dalam perawatan intensif di Rumah Sakit Grand Family Jakarta.

Rini Mariani dan William Luis, orang tua Gwency mengajukan bantuan biaya pengobatan ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia pada 26 Juni 2023, pagi hari. Karena kondisi Gwency yang sangat membutuhkan bantuan, siang harinya tim Bakti Amal Tzu Chi pun langsung menghubungi He Qi Barat 1, komunitas relawan yang lokasinya paling dekat dengan domisili keluarga Gwency di Kalideres, Jakarta Barat.

Menyimak pemaparan tim Bakti Amal Tzu Chi melalui grup Whatsapp, relawan di He Qi Barat 1 termasuk Aiphing diliputi rasa iba. Dalam foto yang diberikan, berbagai selang terpasang di tubuh Gwency.

“Kami lihat, waduh ini kasihan banget, tagihannya sudah 200 juta lebih. Jadi dari tim He Qi Barat 1 memutuskan untuk ambil (mendampingi) karena ini butuh cepat. Kalau hal-hal lain mungkin kami bisa tunda, untuk jiwa kami tidak main-main,” kata Aiphing.

Sorenya, pukul 5, Aiphing dan tim bergegas ke Rumah Sakit Grand Family untuk proses survei melihat kondisi Gwency.  Meski sudah membaik, saat itu saturasi Gwency rendah.

Sepulang dari rumah sakit dan memperoleh berbagai data, Aiphing dan tim langsung menggelar meeting hingga pukul 10 malam. Keputusannya, Gwency harus dibantu. Esok hari atau di tanggal 27 Juni itu, Gwency resmi dibantu Tzu Chi.

Ujian Hidup


Kepada orang tua Gwency, dr. Sugino berpesan dari segi makanan harus sangat diperhatikan jangan sampai kebanyakan agar tidak terjadi gumoh.

Gwency lahir dalam kondisi normal di Rumah Sakit Grand Family pada 17 Mei 2023. Tiga hari kemudian dokter membolehkan pulang. Saat itu Gwency memang sudah muntah-muntah tapi warnanya putih normal. Rini pun tak berpikir macam-macam.

Akan tetapi sesampainya di rumah, Gwency kembali muntah, malahan warnanya keruh. Rini yang merupakan ibu baru itu pun bingung kenapa tiap kali Gwency diberi asi, muntah. Sampai malam masih muntah.

Esoknya cepat-cepat Rini dan William membawa Gwency ke RS Grand Family. Gwency dicek dan diambil darahnya. Dokter memberi obat anti muntah dan anti mual. Saat kondisinya membaik, Gwency pun dibawa pulang.

Di rumah, ketika hendak diberikan susu, lagi-lagi Gwency muntah. Rini menelpon ke rumah sakit karena makin malam, muntah Gwency makin banyak padahal minumnya sedikit.

Paginya, pagi di hari keenam usia Gwency adalah pagi yang sungguh menguras seluruh emosi Rini dan sang suami. Tangis tak mampu dibendung Rini saat dalam perjalanan kembali ke rumah sakit. Gwency muntah yang tak hanya keluar dari mulut, tapi juga dari hidung. Gwency kesulitan bernapas.

“Gwen, Gwen,” isak Rini memanggil buah hatinya.

Gwency seolah mengerti, bayi mungil itu sempat berhenti muntah.

“Gwen, Gwen,” panggil Rini lembut. Namun kali ini Gwency tak merespon. Badan Gwency membiru.

Bukan rahasia lagi, kemacetan jalan raya Daan Mogot pada Senin pagi selalu menguji kesabaran umat manusia. Apalagi bagi Rini dan William yang harus secepatnya tiba di rumah sakit. Tak ada cara lain, mobil yang ditumpangi Rini dan suaminya itu mencoba masuk jalur busway atau bus Trans Jakarta.

“Saya sampai turun minta tolong sama pak polisi, ‘Pak tolong anak saya sudah dalam keadaan sangat parah. Kami buru-buru.”

Nihil. Tak bisa karena pagi itu polisi sedang menggelar razia. Mobil yang membawa Gwency terpaksa mundur kembali ke jalan biasa. Mereka pun terjebak dalam kemacetan yang riuh. “Di situlah jadi agak terlambat ke rumah sakitnya,” sesal Rini.

Titik Terang


Pada 13 Juli 2023, Dokter Boris pun memperbolehkan Gwency untuk pulang. Tim dokter masih akan terus memantau Gwency dengan terus berkomunikasi dengan orang tua Gwency.

Melewati perjuangan panjang, sampailah mereka di rumah sakit. Gwency langsung dibawa ke IGD. Dokter mendapati kondisi Gwency sudah sangat parah.

“Langsung kami pindahkan ke NICU. Di NICU, kami eksplor kenapa ini anak kok muntah terus. Kami pasang alat bantu napas, ventilator, kami rontgen. Hasil foto rontgennya sebagian parunya itu putih semua karena aspirasi atau tersedak cairan susu,” kata dr. Boris Januar, SP. A, dokter spesialis anak yang menangani Gwency.

Dari hasil observasi yang memakan waktu beberapa hari itu, ditemukanlah penyebabnya. Ternyata ada penyumbatan di usus 12 jari Gwency yang menyebabkan makanan tak bisa lewat sehingga Gwency muntah bahkan ada cairan yang masuk ke paru-paru.

“Sembari kami tangani paru-parunya, kami konsulkan ke dokter bedah untuk dilakukan pembedahan,” terang dokter Boris.

Dokter bedah pun menyatakan Gwency harus segera dioperasi untuk membuka sumbatan tersebut. Setelah dioperasi, Dokter Boris tetap melakukan observasi. Penyembuhan Gwency butuh proses yang tidak bisa cepat.

“Butuh waktu, butuh kesabaran juga, orang tuanya juga saya salut, mereka cukup tangguh, cukup sabar, walaupun seringkali mengeluh waduh sudah habis biaya, segala macam, tapi saya bilang ya kita berusaha, mudah-mudahan yang terbaik. Dengan seminimal mungkin pengeluaran yang kita bisa tekan, kita tekan,” ujar Dokter Boris kepada Rini. 

Sebagai manusia yang menyadari kelemahan, doa tak putus dipanjatkan Rini dan William Kondisi Gwency pun akhirnya membaik. Inilah waktunya mereka mulai memikirkan biayanya. Dari segi ekonomi, Rini dan sang suami yang masih merupakan pasangan muda ini belum bisa disebut mapan. Saat ini mereka tinggal bersama orang tua Rini yang mengontrak dan memiliki usaha toko kelontong.

Sebelum persalinan Rini, keduanya menjual mobil untuk persiapan melahirkan, terutama saat itu tekanan darah Rini selalu rendah. Jadi jaga-jaga adalah hal terbaik. Dari hasil jual mobil itu hanya sisa 20 juta yang kemudian mereka pakai untuk membayar uang muka perawatan Gwency di NICU. Dalam kondisi yang bingung itu, tiba-tiba pertolongan datang.

“Ada satu suster di NICU tiba-tiba ngomong tanpa kami cerita, tanpa kami bertanya, suster bilang, ‘Pak, Buk ada kesulitan dana enggak? Ini kan bayinya sudah lama di sini pasti biayanya tidak sedikit,” kata salah seorang perawat.

“Benar Suster, saya juga lagi bingung cari uangnya, baru bahas sama suami,” jawab Rini.

Perawat tersebut lalu memberitahu tentang Yayasan Buddha Tzu Chi dan menyarankan keduanya untuk mencoba mengajukan bantuan. Dari internet, Rini mendapatkan nomor kontak divisi Bakti Amal Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Rini langsung menelepon, dan dipersilahkan datang langsung dengan membawa data yang diperlukan. Karena saat itu hari Minggu, Rini dan suami datang ke Tzu Chi Center di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara keesokan harinya.



Aiphing memotret Gwency yang sudah dibolehkan pulang. Ia tak sabar mengirim foto Gwency kepada tim relawan misi amal di He Qi Barat 1 yang terus mengikuti perkembangan Gwency.

Rini tak sangka, pengajuan bantuan itu langsung diproses. Bahkan sorenya tim relawan dari He Qi Barat 1 langsung menemuinya di rumah sakit. Karena Tzu Chi tak bisa membantu seluruh biayanya, upaya Rini dan suaminya untuk mengumpulkan dana pun seolah bertambah. Keduanya makin yakin bahwa selalu ada jalan keluar dari setiap masalah. Sebelumnya tak banyak anggota keluarga Rini maupun William mengetahui kesusahan mereka. Ketika mereka lebih terbuka, anggota keluarga dan sahabat pun tergerak membantu. Bahkan pihak rumah sakit juga memberikan keringanan biaya.

Direktur Rumah Sakit Grand Family, dr. Sugino Kesuma Karo S. bahkan turun langsung memantau proses dan upaya penyembuhan Gwency.

“Tuhan memang kasih jalan, kebetulan dokter bedah anak yang baru itu baru masuk beberapa pekan. Gwency masuk, akhirnya kami putuskan, kami siapkan alat, pinjam dari Eka Hospital BSD untuk membantu melakukan operasi di tempat kami,” kenang dr. Sugino Kesuma Karo S.

Saking gemasnya dengan Gwency, dr. Sugino memberi nama kesayangan untuk Gwency yakni Kwaci. Lucu ya.

Tak hanya memberikan waktu, tenaga, dan perhatian, Aiphing dan tim relawan terus menyemangati Rini dan memberikan berbagai masukan.

“Namanya anak pertama pasti akan kaget dan belum banyak pengalaman. Jadi pasti butuh pendampingan, bukan hanya materi. Tapi juga kan butuh kita semangatin, butuh kita kasih masukan apa yang kita tahu dari pengalaman-pengalaman sebelumnya,” ujar Aiphing.

“Walaupun kami bukan keluarganya, tapi kami seperti sudah ada ikatan karena dari Gwency masih di NICU, awal-awal, kami lihat perkembangannya kan sempat deg-degan juga. Kalau maminya bilang ‘Ci saturasinya turun lagi, Ci waktu dikasih susu engap-engapan, itu kan kami kayak ikut merasakan. Kami bilang ‘coba tanya ke dokter, maksudnya ini kenapa sampai begini. Apakah ada hal lain atau apa’. Jadi kami ajarkan untuk mami-papinya ini aktif tanya ke dokternya,” kata Aiphing.

Selain ikut mendoakan agar Gwency sehat terus, satu hal yang digarisbawahi Aiphing dalam pendampingan Gwency ini adalah tentang jalinan jodoh. Tak terpikirkan sebelumya oleh orang tua Gwency dapat mengetahui adanya Yayasan Buddha Tzu Chi dan akhirnya bertemu dengan relawan Tzu Chi yang dalam waktu singkat terasa seperti keluarga sendiri. "Kalau tidak ada jalinan jodoh ini belum tentu bisa bertemu,” tambahnya.

Lega dan Bersyukur

Setelah sebulan lebih dirawat, kondisi Gwency membaik. “Puji Tuhan semua berjalan baik, berat badannya juga sudah naik, nafasnya juga bagus, minumnya juga sudah kuat, buang air besarnya lancar. Buat kami ya suatu kepuasan bisa membantu dia survive,” kata Dokter Boris.

Lega dan rasa syukur menjadi akhir dari kisah pendampingan relawan kepada Gwency. “Yang saya rasakan sangat lega sekali. Saya juga merasa terbantu dari tim rumah sakit, dari tim Yayasan Buddha Tzu Chi. Yang tadinya kami pikiran sudah sangat-sangat kacau sekali, sudah bingung,” kata Rini.



Rini sungguh bersyukur dapat mengenal tentang Tzu Chi yang begitu responsif menolongnya. Pendampingan Aiphing dan tim relawan kepadanya juga berhasil menenangkan kekhawatirannya.

Aiphing tak kalah bahagia melihat kondisi Gwency yang sudah sembuh. “Waktu pertama lihat baby-nya itu masih penuh alat-alat bantu, maminya juga pastinya sedih banget, ketara deh wajahnya. Sekarang bersyukur, Gwency nya juga sudah sehat. Dan maminya juga jadinya sudah lega,” kata Aiphing tersenyum.

Menyaksikan pendampingan relawan Tzu Chi pada orang tua Gwency, dokter Sugino dan Dokter Boris punya kesan tersendiri. “(Pendampingan relawan) sangat bagus, saya tahu sekali dari tahun 2006, saat masuk dinas kesehatan, Tzu Chi ini yayasan yang benar-benar memang sosial, bagus banget,” ujar Dokter Sugino.

“Buat Yayasan Tzu Chi wah saya salut banget. Kalian bisa cepat tanggap membantu warga atau orang tua yang merasa kesulitan dan sangat-sangat membantu. Salut saya, mudah-mudahan bisa terus, bisa dikembangkan terus untuk membantu orang-orang yang kesusahan atau bermasalah dengan biaya,” pungkas Dokter Boris.

Editor: Arimami Suryo A.


Artikel Terkait

Tahap Awal Bebenah Rumah Palembang

Tahap Awal Bebenah Rumah Palembang

12 November 2015
Kehadiran relawan Tzu Chi Jakarta ke Palembang merupakan satu wujud dukungan dalam program bebenah rumah yang akan dilakukan oleh Tzu Chi Palembang. Program yang baru pertama kali akan dilaksanakan oleh Tzu Chi Palembang ini memberikan satu semangat baru bagi seluruh relawan.
Persiapan Menjadi Relawan Sejati

Persiapan Menjadi Relawan Sejati

22 Maret 2017

Pada Minggu, 19 Maret 2017, para relawan seragam abu putih Tzu Chi komunitas He Qi Barat mendaftarkan diri untuk mengikuti pelatihan Abu Putih ke-2 di aula C, TK Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng.

Melakukan dengan Tulus, Menerima dengan Sukacita

Melakukan dengan Tulus, Menerima dengan Sukacita

18 September 2015
Minggu, 13 September 2015 jam 7 pagi para relawan Tzu Chi komunitas He Qi Timur yang dikoordinir oleh Desi Widjaja berkumpul di pelataran parkir Dapur Sunda, La Piazza, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Mereka mempersiapkan diri menuju Balai Latihan Kerja, Kampung Sawah POS 3, Semper Timur, Jakarta  Utara untuk melaksanakan screening para lansia yang akan mengikuti kegiatan baksos degeneratif pada 20 September 2015.
Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -