Sugianto Kusuma Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia menyerahkan seragam relawan Tzu Chi kepada Ketua Relawan Komunitas Tzu Chi di Kota Palu Ruddy Chandra. Sugianto Kusuma menceritakan bahwa Tzu Chi di Indonesia berawal di rumah Liu Su Mei dan di ITC Mangga Dua yang dipinjamkan oleh Sinar Mas.
Jumat, 3 Juni 2022 merupakan momen yang bersejarah bagi Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dan masyarakat Kota Palu Sulawesi Tengah. Pada pagi itu Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Liu Su Mei didampingi oleh Wakil Ketua Sugianto Kusuma menyerahkan seragam relawan Tzu Chi kepada Ketua Relawan Komunitas Tzu Chi di Kota Palu Ruddy Candra dan dua Wakil Ketua yaitu Stephan Angkawijoyo dan Jeffry Jiadi.
Liu Su Mei dalam sambutannya kepada tujuh orang calon relawan Tzu Chi di Kota Palu mengatakan bahwa Tzu Chi ini ada dan bisa sebesar seperti sekarang ini, dimulai dari sangat kecil. Liu Su Mei menjelaskan tentang sejarah celengan bambu yang digagas oleh Master Cheng Yen kepada 30 orang ibu rumah tangga untuk setiap hari menyisihkan uang belanjanya 30 sen guna mendukung kegiatan misi amal kemanusiaan Master Cheng Yen.
Mengapa tidak menyumbang langsung besar saja? Daripada satu kali saja, Master Cheng Yen mengarahkan lebih baik kita menumbuhkan niat baik dan berikrar baik setiap hari. Inilah semangat celengan bambu dengan dana yang kecil namun bisa berbuat banyak untuk masyarakat dengan mengumpulkan cinta kasih dari banyak orang.
Sugianto Kusuma memberi arahan untuk relawan Tzu Chi di Kota Palu. Sugianto mengatakan jalinan jodoh baik Tzu Chi di kota Palu adalah ketika bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi yang terjadi dan Tzu Chi membantu dalam tiga tahapan yaitu menenteramkan raga, menenteramkan jiwa, dan memulihkan kehidupan.
Sudarman Ko relawan yang turut membantu ketika bencana di Kota Palu menjelaskan sejarah Tzu Chi kepada Ruddy Chandra tentang bantuan untuk warga yang terdampak normalisasi Kali Angke.
Sugianto Kusuma Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia juga menceritakan bahwa Tzu Chi di Indonesia ini mulai dari titik nol yaitu berawal di rumah Liu Su Mei dan di ITC Mangga Dua yang dipinjamkan oleh Sinar Mas milik Eka Tjipta Widjaja. Lalu ketika banjir besar melanda tahun 2002 pemerintah menjalankan program normalisasi Kali Angke. Tzu Chi membantu warga yang terdampak normalisasi. Master Cheng Yen memberi wejangan kepada relawan Tzu Chi di Jakarta untuk membangunkan rumah bagi warga yang terdampak normalisasi Kali Angke.
Master Cheng Yen berpikir sangat jauh sekali tentang masa depan anak-anak dan masyarakat yang terdampak normalisasi kali. Untuk itu, Master memberi wejangan kepada relawan untuk membangun satu komplek perumahan yang bisa di contoh oleh yayasan-yayasan lain dan pemerintah. “Awalnya kita (relawan Tzu Chi) menjalankan program 5 P yaitu pembersihan sampah, penyedotan air, penyemprotan hama, pengobatan, dan pembangunan perumahan untuk warga kurang mampu yang tinggal di bantaran Kali Angke,” kata Sugianto Kusuma.
Sugianto mengatakan jalinan jodoh baik Tzu Chi di Kota Palu adalah ketika bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi. Saat itu, Tzu Chi membantu melakukan tiga tahapan bantuan, yaitu menenteramkan raga berupa bantuan darurat (distribusi makanan, obat-obatan, dan kebutuhan pokok lain, serta penanganan medis untuk para pengungsi), menenteramkan jiwa (berupa bantuan kesehatan dan pendampingan), dan memulihkan kehidupan (berupa relokasi pemukiman). Bantuan ini selalu memegang prinsip langsung, prioritas, sesuai kebutuhan, menghargai dan cepat.
Riky Budiman relawan Tzu Chi yang juga terlibat bantuan Tzu Chi di Kota Palu menjelaskan catatan sejarah Tzu Chi kepada Wakil Ketua Relawan Komunitas Tzu Chi di Kota Palu Jeffry Jiadi.
Prinsip langsung mengkondisikan relawan untuk berinteraksi langsung dengan penerima bantuan. Prinsip prioritas menjadi pegangan relawan Tzu Chi saat harus menentukan pihak yang dibantu. Tzu Chi mengutamakan untuk membantu orang-orang yang benar-benar layak dibantu dan memiliki harapan berubah lebih baik. Sedangkan prinsip menghargai menunjukkan bahwa Tzu Chi memandang penerima bantuan dengan memperhatikan kondisi fisik dan batinnya.
Tiga tahapan bantuan bencana di Kota Palu, Sigi, dan Donggala ini direalisasikan dengan dibangunnya 1.500 unit rumah di Tondo Kota Palu dan 500 unit di Kabupaten Sigi. Di Perumahan Tzu Chi Tondo, Tzu Chi juga membangun sekolah yang begitu besar dan megah. Sugianto menganjurkan para calon relawan Tzu Chi di Kota Palu untuk banyak belajar dengan relawan Tzu Chi yang ada di Jakarta dan sudah banyak pengalaman dalam mengurus sekolah dan perumahan.
“Shixiong Shijie ada kesempatan datang ke sini, pengalaman kita (relawan) cukup banyak, jadi kalau Shixiong Shijie belum paham, bisa bertanya langsung dengan relawan kita yang ada di sini. Yang terpenting adalah banyak membaca buku-buku Master Cheng Yen,” jelas Sugianto Kusuma.
Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Liu Su Mei didampingi oleh Wakil Ketua Sugianto Kusuma, relawan Tzu Chi, dan relawan Kota Palu berfoto bersama setelah melakukan kunjungan di Tzu Chi Center.
Ruddy Candra Ketua Relawan Komunitas Tzu Chi di Kota Palu mengungkapkan kekagumannya setelah melihat catatan sejarah Tzu Chi yang berada di Aula Jing Si. “Saya sudah melihat sejarah Tzu Chi yang ada di Aula Jing Si ini, saya melihat bantuan Tzu Chi luar biasa baik. Saya berharap ke depannya Tzu Chi di Sulawesi Tengah bisa berkembang dengan bagus. Kami usahakan dengan sebaik-baiknya untuk perkembangan Tzu Chi di Sulawesi Tengah,” katanya. “Melalui Tzu Chi saya ingin berbuat baik dan beramal. Sehingga ketika saya mendapat dukungan dari keluarga dan juga kawan-kawan saya, saya menggenggam kesempatan ini,” imbuh Ruddy yang bersedia memikul tanggung jawab sebagai ketua relawan di Palu.
Ruddy juga mengatakan,” Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Liu Su Mei dan Wakil Ketua Sugianto Kusuma memberi arahan kepada kita supaya kita bisa mandiri dan berkembang agar bisa membantu masyarakat yang kurang mampu di Sulawesi Tengah dan menggalang relawan sebanyak-banyaknya.”
Editor: Metta Wulandari