Ucap Syukur yang Mewujud

Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Himawan Susanto
 
foto

Relawan Tzu Chi dengan cekatan membantu mengeluarkan barang-barang pemilik rumah yang rumahnya akan dibongkar dan akan direnovasi melalui program bantuan "Bebenah Kampoeng".

Semua orang memiliki impian dan cita-cita. Cita-cita akan kehidupan yang lebih baik dan sejahtera. Impian itu kadang abstrak namun seringkali nyata bentuknya. Salah satu cita-cita yang menjadi kenyataan itu dialami oleh Lilik Sunari (61) dan Sumarni (53), pasangan suami istri yang tinggal di Pademangan, Jakarta Utara.

Telah lama mereka memimpikan rumah yang lebih tinggi dan lebih baik. Mereka telah puluhan tahun tinggal di Pademangan. Dahulu, rel kereta api yang ada di dekat rumah mereka tingginya 1,5 meter, namun kini rel itu tingginya telah sama dengan jalan di depan rumah mereka. Bahkan, pagar di depan rumah yang tingginya 1,25 meter itu kini rata dengan daratan, bahkan lebih rendah dibanding dengan jalan yang ada.

Jendela rumah pun setengahnya telah tertutup oleh tingginya tanah urukan di depan halaman rumah. Sementara bagian dalam rumah tak terlalu rendah karena jika terlalu rendah maka rumah itu pun tak akan dapat ditinggali saking pendeknya.

Untuk dapat masuk ke rumah, mereka harus merunduk dan membungkukkan badan. Malangnya, jika musim penghujan tiba, mereka harus rela dan telaten membangun tanggul yang terbuat dari kayu, plastik, dan kain. Kain digunakan untuk menahan rembesan air yang masuk ke dalam rumah. Dengan kain, air yang masuk diambil dan kemudian dibuang keluar. Derita lain yang mereka rasakan sejak 5 tahun terakhir adalah tak berfungsinya wc karena sudah mampet. Untuk buang hajat, mereka biasanya menumpang di rumah saudara atau wc umum yang tersedia. Kondisi ini tak hanya dirasakan oleh Lilik dan Sumarni, namun juga ketiga anak perempuan yang tinggal bersama mereka. Saat ini, dapur mereka pun terus dipenuhi air. Setiap jam mereka harus memompa air yang ada karena jika tidak maka seisi rumah pun tergenang.

foto  foto

Ket : - Satu demi satu, barang-barang pemilik rumah diangkat dan disimpan oleh relawan Tzu Chi di tempat yang
           lebih aman hingga pembangunan selesai. (kiri)
         - Belasan tahun berselang, atap rumah Lilik kini hanya setinggi tubuh orang dewasa, namun tak lama lagi,
           rumah baru yang lebih tinggi akan segera berdiri. Rasa syukur itu pun telah mewujud. (kanan)

Rumah berukuran 7x10 meter ini adalah warisan dari orangtua Sumarni. Lilik yang berasal dari Cilacap dan Sumarni yang berasal dari Purworejo ini menikah di tahun 1976. Sejak saat itulah mereka menetap dan tinggal di rumah yang memiliki 2 kamar tidur, 1 dapur, dan 1 kamar mandi ini. Lilik dan Sumarni memang tak lagi memiliki penghasilan tetap, namun berkat sokongan dan bantuan dari ketiga putri mereka, penghidupan mereka pun cukup terbantu. Meski begitu, Lilik tetap berusaha mendapatkan penghasilan untuk keluarga. “Pokoknya apa saja yang penting halal,” tutur Lilik.

Tak pernah terbersit sedikit pun di benak Lilik untuk mengajukan permohonan bantuan rumah dalam program “Bebenah Kampoeng”. Meski kondisinya tak sebanding dengan para tetangga, Lilik tetap bersyukur karena memiliki rumah sendiri. “(Saya) masih bersyukur karena tidak ngontrak. Saya memang susah, namun masih banyak yang lebih susah daripada saya,” ucapnya penuh rasa syukur. Rasa syukur itu mewujud karena teman-teman yang sering bertamu ternyata mengajukan permohonan untuk rumahnya dalam program “Bebenah Kampoeng”. Permohonan yang teman-temannya lakukan tanpa sepengetahuan dirinya. Mereka mengajukan permohonan karena melihat dengan mata sendiri penderitaan yang telah dirasakan Lilik sekeluarga selama ini.

foto  foto

Ket : - Relawan Tzu Chi bersama aparat TNI dari kesatuan KOSTRAD membantu menurunkan dan merapikan
           genteng rumah milik Lilik yang akan dibongkar. (kiri)
         - Dengan penuh syukur, Lilik Sunari mengutarakan kebahagiaannya. Kebahagiaan yang tak dapat terlukiskan
           dengan kata-kata karena rumah baru akan segera mewujud. (kanan)

Hari ini, 14 Mei 2008, rumahnya pun dibongkar oleh Tzu Chi, Pemda DKI Jakarta, dan aparat TNI dari Komando Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD). Rumah yang setia menemani Lilik dan keluarga tak lama lagi akan berganti menjadi rumah yang lebih tinggi dan terbebas dari banjir yang selama ini menghantui kehidupan mereka. Semua itu bermula dari rasa syukur yang senantiasa ada di hati Lilik, dan kini rasa syukur itu pun telah mewujud di dalam kehidupan Lilik dan keluarga.

 

Artikel Terkait

Banjir Sentani: Perhatian Bagi Keluarga Korban Banjir Bandang

Banjir Sentani: Perhatian Bagi Keluarga Korban Banjir Bandang

01 April 2019

Selama dua hari (28 – 29 Maret), relawan Tzu Chi memberikan perhatian kepada 40 keluarga korban meninggal akibat musibah banjir bandang di Sentani, Jayapura, Papua.

Olahraga Fisik dan Batin

Olahraga Fisik dan Batin

21 Agustus 2014 Meningkatkan kekompakan, rasa kekeluargaan antar relawan sambil berolahraga pagi dan mendengarkan Dharma Master (Xun Fa Xiang) adalah sebuah kegiatan rutin Tzu Chi Biak setiap hari Sabtu pagi yang dimulai pada tanggal 9 Agustus 2014.
Jemuran untuk Pak Nasrul

Jemuran untuk Pak Nasrul

26 November 2010
Kelas Budi Pekerti (Tzu Shao Ban) Tzu Chi Pekanbaru baru seumur jagung. Namun dengan berjalannya waktu, kelas budi pekerti ini semakin diminati sehingga harus ada yang waiting list karena jumlah peserta hanya dibatasi sampai 32 anak saja.
Lebih mudah sadar dari kesalahan yang besar; sangat sulit menghilangkan kebiasaan kecil yang buruk.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -