Waisak 2017: Mengingat Budi Luhur Buddha, Orang Tua, dan Semua Makhluk

Jurnalis : Henny Augustina (Tzu Chi Medan), Fotografer : Tim redaksi Tzu Chi Medan

doc tzu chi

Tzu Chi Medan mengadakan perayaan Waisak di Regale International Convention Hall di Jl.Haji Adam Malik, Medan, Sumatera Utara.

Setiap tahun di minggu kedua di bulan Mei, Yayasan Buddha Tzu Chi merayakan tiga hari besar: Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia. Perayaan ini dilakukan oleh relawan Tzu Chi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tahun ini, Tzu Chi Medan melaksanakannya pada Minggu 14 Mei 2017 di Regale International Convention Hall, Jl.Haji Adam Malik, Medan, Sumatera Utara dan dihadiri  anggota Sangha, 314 relawan dan 1.180  peserta.

Perayaan tiga hari besar ini dapat dijadikan penuntun agar kita dapat lebih memahami, mensyukuri dan membalas Budi Luhur Sang Buddha, Orang Tua dan Semua Makhluk. Di tahun 2017 ini adalah perayaan Ulang Tahun Tzu Chi yang ke-51, merupakan sebuah perjalanan lebih dari setengah abad.

Dipandu oleh Merry Sudilan, relawan Tzu Chi, prosesi pemandian Rupang Buddha dimulai dengan sikap anjali serta batin yang dalam kondisi tenang dan damai, bersama-sama memanjatkan Gatha Pendupaan, memuji para Bodisatwa.  


Waisak Tzu Chi Medan ini dihadiri oleh anggota Sangha, 314 relawan, dan 1.180 orang lainnya.


Suasana Waisak yang khidmat, hening, dan damai.

Bunyi Genta dan Genderang Pembawa Kedamaian

Perayaan tiga hari besar di bulan Mei tahun ini diawali dengan tabuhan genta dan genderang. Genderang melambangkan semangat untuk terus bersumbangsih dan memancarkan cinta kasih kepada semua makhluk. Sedangkan bunyi genderang bermakna untuk mengajak lebih banyak insan untuk bersumbangsih dalam kebajikan. Jika dilakukan oleh orang banyak orang maka himpunan karma baik ini diharapkan akan dapat menghalau terjadinya bencana.  

Suara genta dan genderang berbunyi secara bersamaan dalam lagu Ketekunan yang dibawakan oleh 25 relawan menambah suasana khidmat Waisak ini. Dua puluh lima orang penabuh genta dan genderang ini juga telah bertekad untuk bervegetaris selama satu bulan sebelum pementasan. Seperti Melisa yang berkeinginan menjadi relawan Tzu Chi, “Saya merasa bangga karena ini merupakan pementasan pertama kali. Tantangan bervegetaris sangat berat, tetapi karena dijalani dengan sungguh-sungguh dan ikhlas maka semua dapat dilalui tanpa hambatan. Mulai dari musik hingga memainkannya, mendatangkan perasaan hati yang tenang dan damai.”

Hal senada disampaikan Zhang Ping Ping, “Awalnya hanya mencoba untuk ikut latihan genta karena Mama membeli genta saat mengikuti Kamp Pengusaha di Taiwan. Mulai dari belajar sampai mencoba bervegetaris selama sebulan semuanya berjalan lancar, tidak ada kesulitan. Ke depannya (saya) akan mencoba untuk terus bervegetaris karena ini juga baik untuk kesehatan.”

 

Lacimi, salah satu tamu undangan asal India mengatakan, “Ini pertama kalinya saya mengikuti Waisak Tzu Chi. Saya merasa lebih khidmat dan tentram. Relawan Tzu Chi juga ramah dan baik budi. Kita disambut dengan bagaikan keluarga sendiri.”


Para peserta mengikuti prosesi pemandian Rupang Buddha.

Demikian pula yang menjadi tekad Pramono, penabuh genderang lainnya, “Dengan bervegetaris badan terasa lebih sehat dan bersemangat. Tekad untuk bervegetaris harus datang dari hati agar dapat terus mempertahankannya.”

Makna perayaan Waisak sesungguhnya memuja dan menghormati Buddha dengan persembahan Pelita, Air, dan Bunga, serta pemandian Rupang Buddha. Dalam prosesi pemandian Rupang Buddha, yang terpenting adalah sebuah niat hati yang suci dan penuh hormat, dengan tulus mempersembahkan pelita terang, air jernih dan semerbak harumnya bunga kepada para Buddha dan Bodhisatwa. Melalui prosesi pemandian Rupang Buddha, setiap orang dapat menjernihkan batin, kembali pada sifat hakiki dan kondisi batin yang suci. Ketika bersujud di kaki Buddha, sesungguhnya kita sedang membersihkan batin kita sendiri. Master Cheng Yen mengatakan dalam salah satu ceramahnya yaitu jika semua orang bisa memahami tata krama ini, selalu bermawas diri, dan menaati Sila maka batin kita akan tetap terjaga bersih.

Prosesi Pemandian Rupang Buddha dilakukan dalam tiga gerakan. Pertama dengan Namaskara (li fo zu) bermakna sembah sujud kepada Buddha. Kedua, menyambut semerbak bunga (Jie Hua Xiang) bermakna dengan dua tangan mengambil semerbak Dharma ke dalam batin, batin bersih dari kesombongan dan kerisauan batin. Ketiga, semoga dikaruniai kebaikan (Zhu Fu Ji Xiang) bermakna berterima kasih atas berbagai jalinan jodoh yang baik.

Masyarakat umum yang mengikuti perayaan Waisak Tzu Chi ini merasa bahwa perayaan Waisak Tzu Chi berbeda dengan perayaan Waisak di wihara lain. “Saat Yi Fo (pemandian Rupang Buddha) itu ternyata bermakna membersihkan batin diri sendiri. Saya senang mengikuti perayaan Waisak Tzu Chi karena teratur dan terkoordinasi sehingga kelihatan sangat indah,” ungkap Ilsa Yau.

Lacimi, salah satu tamu undangan asal India mengatakan, “Saya mendapat informasi perayaan Waisak Tzu Chi dari DAAI TV Medan. Ini pertama kalinya saya mengikuti Waisak Tzu Chi. Saya merasa lebih khidmat dan tenteram. Relawan Tzu Chi juga ramah, baik budi. Kita disambut dengan baik bagaikan keluarga sendiri.”

Jalian jodoh yang istimewa, pahala pemandian Rupang Buddha telah sempurna. Setelah prosesi pemandian Rupang Buddha selesai, dilanjutkan dengan memuja moralitas Sang Buddha, serta mengingat Budi Luhur Sang Tri Ratna, Orang Tua dan semua makhluk melalui proses pradaksina. Dengan mengitari Rupang Buddha, berharap semoga dalam hati setiap orang ada Buddha kembali pada sifat hakiki yang murni dan terang. Semoga Dharma senantiasa berada dalam lahan batin manusia, melangkah pantang mundur di jalan Bodhisatwa.


Sebanyak 25 orang penabuh genderang dan genta sebulan sebelumnya sudah bervetaris selama sebulan sebelum pementasan.

Sebelum prosesi berakhir, pemandu acara mengajak para hadirin untuk berdoa bersama untuk kebaikan Indonesia dan juga dunia. Semoga suara hati kita bergema sampai terdengar oleh para Buddha dan Bodhisatwa. Semoga batin manusia dapat tersucikan, masyarakat aman dan damai, serta dunia terhindar dari segala bencana.

 “Memperingati Hari Ibu Internasional, semoga semua Ibu di seluruh dunia ini sehat dan bahagia selalu. Sebagai seorang anak, mampu berbakti kepada orang tua merupakan berkah terbesar dalam kehidupan,” kata Merry Sudilan, pembawa acara menutup perayaan Waisak tahun ini. Harapan yang sama juga disampaikan Dinarwaty, penanggung jawab kegiatan, “Semoga perayaan Waisak tahun ini hati manusia dapat tersucikan, masyarakat aman, damai, dan sejahtera, serta dunia terhindar dari bencana. Semoga kita juga lebih memahami dan mengerti balas budi kepada orang tua dan semua makhluk,” kata Dinarwaty, penanggung jawab perayaan Waisak Tzu Chi Medan ini.


Artikel Terkait

Hadiah paling berharga di dunia yang fana ini adalah memaafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -