Waisak, Membangkitkan Kembali Pelatihan Diri

Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Anand Yahya, Hendra Gunawan (He Qi Barat), Henry Tando (He Qi Utara), Himawan Susanto, Riani Purnama
 
 

fotoBertempat di gedung Aula Jing Si, Insan Tzu Chi mengadakan perayaan Waisak sebagai peringatan kepada jasa Buddha, orangtua, sekaligus memperingati hari Tzu Chi se-Dunia.

Lebih dari 2500 tahun yang lalu tepat saat purnama Siddhi di bulan Waisak (bulan Mei tahun 623 SM), seorang bayi laki-laki dari suku Sakya lahir sebagai seorang pengeran. Kelahirannya adalah momen yang ditungu-tunggu oleh banyak orang sebagai manusia luhur yang kelak mampu memahami kebenaran, kebijaksanaan, dan akan membebaskan semua makhluk dari penderitaan.

Bayi itu dinamakan Siddharta Gautama, yang berarti ‘tercapailah cita-citanya'. Ketika pangeran Siddharta memasuki usia dewasa ia mulai memiliki keinginan untuk meninggalkan kesenangan duniawi demi satu tujuan mulia, yaitu membebaskan semua makhluk dari penderitaan. Maka setelah mengalahkan berbagai kemelut batin akhirnya pangeran Siddharta memantapkan hatinya untuk meninggalkan semua kemewahan dan pergi bertapa ke tengah hutan.  

Setelah mengalami penderitaan selama enam tahun di hutan Uruwela, tepat saat Purnama Siddhi di bulan Waisak, Beliau akhirnya berhasil mencapai kebuddhaan – menemukan obat yang dapat menyembuhkan manusia dari lingkaran lahir, sakit, tua, dan mati. Dan setelah 40 tahun pengembaraannya dalam membabarkan Dharma, Buddha akhirnya mangkat sebagai perealisasian kebenaran Dharma tertinggi atau Parinibbana pada bulan Waisak. Meskipun Buddha Gautama telah mangkat 2554 tahun yang lampau, tetapi ajaran kebenaran Dharma masih tetap dipergunakan sebagai pandangan hidup sebagian umat manusia di dunia, khususnya umat Buddha. Karena kebenaran Dharma mampu melampaui batas ruang dan waktu.

Dalam Dharma, untuk menuju kesucian batin, seseorang harus dapat menjalankan ajaran kemoralan (sila), perhatian (samadhi), dan kebijaksanaan (panna) dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan memiliki kemoralan, perhatian, dan kebijaksanaan, niscaya seorang akan dapat menjalani kehidupannya dengan sangat baik.

Pada akhir bulan Mei 2010 ini umat Buddha di seluruh dunia akan memperingati Tri Suci Waisak. Sebuah hari raya yang memperingati kelahiran, pencapaian kebuddhaan, dan mangkatnya Buddha Siddharta Gautama sebagai guru agung dan penunjuk jalan kebenaran bagi semua makhluk. Tzu Chi sebagai organisasi kemanusiaan yang berlandaskan pada cinta kasih dan kasih sayang tak urung ikut memperingati peristiwa besar ini.

foto  foto

Ket : - Menangkupkan tangan di depan dada dan membungkuk di hadapan Buddha rupang adalah bagian              dari ritual pemandian Buddha rupang dalam proses pelatihan diri. (kiri)
          - Kerapian dalam barisan adalah bagian dari kebersamaan dan kerja sama yang terjalin erat di hati para             relawan. (kanan)

Perayaan Waisak di Tzu Chi
Pada suatu pagi tanggal 9 Mei 2010 jalan proyek berangkal batu itu nyaris lenggang oleh lalu-lalang kendaraan. Dari jalan itulah tertangkap kemegahan pembangunan Aula Jing Si. Sebuah monumen budaya kemanusiaan yang kokoh dan megah, namun anggun karena berselaraskan dengan alam.

Berkas cahaya pagi dari ufuk timur seolah menambah keindahan Aula Jing Si menjadi lebih cemerlang. Aula Jing Si, gedung megah yang dibangun oleh ribuan titik cinta kasih dan dibentuk oleh tangan-tangan terampil para seniman bangunan itu, menjadi pusat keramaian bagi para relawan dan pengunjung yang ingin memperingati Waisak dan memahami budaya kemanusiaan.

Di Tzu Chi peringatan Tri Suci Waisak menjadi suatu refleksi bagi para relawan untuk menyelami kembali kebenaran dan kebijaksanaan. Waisak tidak hanya sebagai kegiatan ritual belaka tetapi lebih merupakan sarana memperkenalkan budaya kemanusiaan kepada banyak orang dan meresapinya ke dalam diri sendiri. Sebelum peringatan Waisak ini diselenggarakan puluhan relawan Tzu Chi sudah sibuk mempersiapkan segala sesuatunya agar di hari yang istimewa ini nampak indah dan memesona.

Sejak tiga pekan sebelum perayaan Waisak, relawan Tzu Chi dan tim 3 in 1 (tim media cetak Tzu Chi) telah sibuk menggodok konsep pameran poster Tzu Chi dan merangkainya menjadi sebuah karya yang tidak sekadar indah tetapi juga menyentuh. Karya yang tidak hanya menghibur tetapi juga mampu mengajak orang lain untuk turut berbuat sesuatu demi kemanusiaan dan lingkungan. Pada masa itulah tim 3 in 1 Tzu Chi berlatih untuk menyesuaikan diri dengan tantangan pekerjaan yang menumpuk, waktu, dan target untuk diubah menjadi sebuah kearifan. Tidak kurang selama masa pembuatan poster itu, rekan-rekan 3 in 1 mengalami berbagai tantangan baik dalam hal teknis maupun nonteknis, seperti rasa lelah dan keluarga yang menanti di rumah. Namun rasa kesetiakawanan dan kebersamaan dalam bergotongroyong membuat rekan-rekan tim 3 in 1 mampu merubah letupan emosi menjadi pendewasaan batin, kejenuhan menjadi kesabaran, dan kecemasan menjadi keyakinan.

Pada perayaan Waisak hari itu, sebanyak 1700 peserta yang terdiri dari relawan, masyarakat umum, dan karyawan secara teratur maju menuju altar. Di depan altar berbentuk melingkar yang dipersepsikan sebagai telaga kecil nan murni ini, para peserta bernamaskara di hadapan Buddha rupang dan menyentuh air sebagai prosesi pemandian Buddha rupang.

Master Cheng Yen sebagai pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi menerangkan bahwa sejatinya permandian Buddha rupang harus dilakukan setiap hari, yakni dengan menyucikan hati dan pikiran kita. Namun, berkenaan dengan Dharma duniawi, maka pada hari Minggu 9 Mei 2010 ini, Tzu Chi berusaha mengingatkan semua orang tentang kelahiran Buddha di dunia, Hari Ibu, dan Hari Tzu Chi dalam satu perayaan. ”Saya berharap semua orang di seluruh dunia mengetahui bahwa pada hari Minggu di bulan Mei, insan Tzu Chi memperingati Hari Waisak, Hari Tzu Chi, dan Hari Ibu,” kata Master Cheng Yen.

foto  foto

Ket : - Pada perayaan Waisak, para peserta tidak hanya diajak untuk mengikuti kegiatan ritual tetapi juga             mengenal budaya kemanusiaan Tzu Chi. (kiri).
         - Seorang relawan membungkukkan tubuhnya setelah memasukan koin ke dalam celengan. Perayaan             waisak tidak hanya dinantikan sebagai hari yang penuh makna tetapi juga penuh harapan. (kanan)

Master Cheng Yen berharap pada hari tersebut, semua insan Tzu Chi di seluruh dunia bahkan semua orang dapat memahami semangat Buddha. Master Cheng Yen mengingatkan bahwa untuk menyucikan hati manusia, kita sendiri pun harus menyucikan batin masing-masing. “Saya menyucikan batin saya, Anda menyucikan batin Anda, dan ia menyucikan batinnya. Jika semua orang menyucikan batinnya masing-masing, masyarakat kita akan dipenuhi kebenaran, kebajikan, dan keindahan,” jelas Master Cheng Yen. Tanpa hati yang murni dari setiap orang, maka dunia akan ikut tercemar sehingga hati manusia maupun kondisi bumi tidak akan tenang. Dengan adanya peringatan hari ibu diharapkan setiap orang dapat menyadari budi luhur orangtua, guru, dan semua makhluk serta dapat menghormati langit dan menyayangi bumi beserta segala isinya.

Kerusakan lingkungan di dunia merupakan cermin dari hilangnya kearifan melestarikan lingkungan. Masyarakat tidak lagi peka dengan tanda-tanda alam dan cenderung mencari keuntungan materi semata. Kerusakan alam, lingkungan, dan melemahnya budaya kemanusiaan menjadi realitas dalam kehidupan modern. Padahal, sebelum negara-negara mengalami kemajuan teknologi, kearifan hidup bersama alam telah terpatri dalam sanubari masyarakat sebagai pedoman kehidupan bersama. “Semakin maju suatu negara, makin banyak pula karma buruk yang diciptakan,” kata Master Cheng Yen lagi. Terwujudnya masyarakat yang damai dan dunia terbebas dari bencana merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh Tzu Chi.

Di dalam Buddhisme diyakini bahwa perilaku manusia dapat memicu bencana alam. Gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, dan angin topan sudah lama dianggap sebagai pertanda ketidak selarasan antara alam dengan manusia.

Sesungguhnya semua unsur alam, seperti tanah, air, udara, api, dan cahaya adalah energi yang memiliki kecepatan yang berbeda-beda. Dan pikiran manusia juga dikatakan sebagai energi. Pikiran adalah energi mikro yang terdapat di dalam gelombang otak. Penemuan fisika menjelaskan bahwa materi dan energi akan tertarik pada apa pun yang memiliki getaran yang sama. Dalam hukum Law of Attraction dikatakan bahwa semua energi atau frekuensi negatif akan menarik semua energi atau frekuensi negatif pula. Sebaliknya energi atau frekuensi positif akan menarik semua yang positif pula. Jadi bila Master Cheng Yen dalam ceramahnya selalu mengimbau kepada para relawan agar selalu melaksanakan pelatihan diri dan hidup berselaraskan dengan alam, itu dikarenakan oleh karma perbuatan manusia dapat mempengaruhi keseimbangan alam.

Pelatihan Diri
Tatkala rembulan bulat sempurna pada bulan Waisak, seluruh umat Buddha di dunia mengenang kembali tiga peristiwa penting yang dialami oleh Buddha Gautama. Merenungkan Buddha berarti sadar, mengerti, dan peduli pada apa yang terjadi di dalam dan di luar diri kita. Pada perayaan Wiasak 2554 kali ini Tzu Chi berusaha mengajak relawan dan masyarakat umum untuk memahami makna Waisak sebagai bekal dalam pelatihan diri.

foto  foto

Ket : - Agus Rijanto (kanan) berharap perilaku baik selayaknya dilakukan setiap detik. Baginya setiap detik             adalah waktu yang berharga untuk melakukan kebajikan. (kiri).
         - Dalam pameran poster budaya humanis ini, para relawan khususnya di misi pelestarian lingkungan             menjelaskan dengan gamblang kondisi alam saat ini, cara kita mengurangi pencemaran lingkungan,             dan menyelamatkan kehidupan. (kanan)

 “Kenapa disebut pelatihan diri karena ajaran Buddha menganjurkan kepada kita agar bisa mengendalikan diri sendiri. Ajaran Buddha juga mengajarkan agar kita tidak meminta dari pihak luar, tetapi bagaimana kita mengendalikan diri sendiri. Justru dalam perayaan ini kita berpegang pada ajaran itu,” ujar Agus Rijanto relawan Tzu Chi.

Menurut Agus Rijanto pelatihan diri  adalah sebuah proses. “Jadi di dalam setiap kesempatan dalam kehidupan semuanya adalah proses pelatihan diri. Proses dimana kita memperbaiki perilaku kita dan memeperbaiki kondisi hati kita,” katanya. 

Pemandian Buddha rupang diibaratkan sebagai pembasuhan hati – menyucikan hati dari kekotoran batin bagi setiap peserta Waisak. “Di dalam membasuh Buddha rupang dibaratkan kita harus membasuh hati sendiri. Sebenarnya yang diharapkan adalah setiap hari kita bisa memandikan Buddha rupang. Setiap hari itu waisak, setiap hari kita harus hati-hati dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan,” tambahnya.

Tepat pukul 10.00 siang prosesi pemandian Buddha rupang yang hikmat itu selesai dilaksanakan. Para peserta Waisak lalu diajak untuk menyaksikan pameran poster yang diselenggarakan oleh Yayasan Tzu Chi Indonesia. Ratusan poster telah terpasang dengan rapi pada dinding-dinding kayu dan ribuan mata menyaksikannya dengan decak kagum, seraya berkata Tzu Chi telah melakukan tugasnya dengan sangat mulia. “Tzu Chi telah melakukan kegiatannya dengan sangat bagus. Saya sangat terkesan pada setiap kegiatan Tzu Chi dimana pun Tzu Chi berada yang berpusat pada kemanusiaan,” kata Wang Yu salah seorang pengunjung.

Riuh dan senyum dari para pengunjung menandakan suksesnya perayaan Waisak pada hari itu. Tetapi maksud yang ingin dicapai oleh Tzu Chi tidaklah terhenti sampai di situ. Tzu Chi berharap setiap peserta mampu membawa pulang kebersihan hati dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari agar masyarakat yang damai terwujud dan dunia terbebas dari bencana.        

  
 
 

Artikel Terkait

Baksos Kesehatan Manula Untuk Warga Desa Binaan

Baksos Kesehatan Manula Untuk Warga Desa Binaan

03 Januari 2017

Ratusan warga lanjut usia mendapat pemeriksaan kesehatan dan pengobatan pada Bakti Sosial Kesehatan yang digelar oleh Tzu Chi Singkawang. Warga berasal dari Desa Salumang, Desa Caokng dan Desa Bilayuk yang merupakan Desa Binaan Tzu Chi Singkawang.

Sosialisasi dan Pelestarian Lingkungan

Sosialisasi dan Pelestarian Lingkungan

03 Januari 2013
Pelestarian Lingkungan juga merupakan salah satu misi penting dalam misi Tzu Chi karena kita semua sebagai penghuni bumi yang telah menerima banyak berkah berupa sumber daya alam berterima kasih kepada alam semesta dengan cara merawat bumi kita ini.
Waisak 2019: Menghormati Buddha dengan Hati Yang Tulus Melalui Perayaan Waisak

Waisak 2019: Menghormati Buddha dengan Hati Yang Tulus Melalui Perayaan Waisak

20 Mei 2019
Perayaan Waisak di Tzu Chi Tebing Tinggi dihadiri sekitar 95 relawan yang berasal dari beberapa daerah dan komunitas seperti Medan, Kisaran, Pematang Siantar dan juga relawan Komunitas Laut Tador. Sebanyak 335 tamu undangan juga hadir, yang berasal dari beberapa organisasi keagamaan dan kemasyarakatan, tokoh masyarakat dan masyarakat umum.
Berbicaralah secukupnya sesuai dengan apa yang perlu disampaikan. Bila ditambah atau dikurangi, semuanya tidak bermanfaat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -