Ceramah Master Cheng Yen: Bangun dari Mimpi dan Menyadari Kebenaran

Di dunia yang merupakan ruang yang sangat luas ini, segala sesuatu mengalami pembentukan, keberlangsungan, kerusakan, dan kehancuran. Di ruang yang luas ini, kita bisa melihat ketidakselarasan empat unsur alam. Manusia merasakan kesedihan dan kegembiraan serta menderita saat berpisah dengan yang dikasihi dan ada keinginan yang tidak tercapai. Inilah penderitaan di dunia ini. Waktu terus berlalu tanpa henti. Apa pun yang terjadi pada ruang dan manusia, waktu tetap terus berlalu.

Seperti yang saya katakan kemarin, hidup manusia bagaikan sebuah mimpi. Hidup manusia memang bagaikan mimpi. Manusia berada di dalam mimpi panjang yang mencakup lahir, tua, sakit, dan mati. Kita tidak tahu dahulu kita pernah menciptakan begitu banyak karma buruk dan kegelapan batin. Benih penderitaan yang kita tanam di masa lalu dan tidak kita ketahui akhirnya berbuah di kehidupan ini. Berhubung tidak tahu bagaimana cara melenyapkan penderitaan maka dari kehidupan ke kehidupan, mimpi kita semakin lama semakin buruk.

Gempa bumi di Tainan kali ini merupakan mimpi buruk. Dalam kehidupan warga yang terkena dampak bencana, kita sudah melihat bekas yang ditinggalkan oleh mimpi buruk ini. Apakah kita sudah terbangun dari mimpi? Dengan mempelajari ajaran Buddha, barulah kita dapat memahami kebenaran tentang segala sesuatu yang berkondisi. Segala sesuatu yang berwujud di dunia ini pasti akan mengalami kerusakan dan kehancuran. Ini juga termasuk sesuatu yang berkondisi. Materi yang berwujud juga termasuk sesuatu yang berkondisi. Selama beberapa hari lalu, banyak orang yang bekerja keras di dekat gedung yang roboh akibat gempa bumi.

Anggota tim penyelamat mengerahkan segenap hati dan tenaga tanpa memedulikan keselamatan diri sendiri demi menyelamatkan para korban. Banyak orang yang penuh cinta kasih yang bersatu hati dan bekerja sama dengan organisasi amal agar orang-orang di lokasi bencana tidak kelaparan dan kedinginan. Mereka menyediakan semua barang yang dibutuhkan dengan penuh perhatian. Inilah sumbangsih penuh cinta kasih yang dilakukan di sekitar lokasi bencana. Insan Tzu Chi sudah bersumbangsih begitu bencana terjadi. Kemarin sore, penyaluran bantuan darurat telah berakhir. Lebih dari 1.000 orang berkumpul bersama di Aula Jing Si Tainan. Para korban yang terkena dampak bencana juga berbagi pengalaman mereka.

Seorang laki-laki berkata bahwa dia merasa sangat sedih karena adik laki-laki dan adik iparnya tewas dalam gempa bumi tersebut. Namun, kedua anak mereka berhasil diselamatkan. Kini, dia harus menghadapi orang tuanya, kepergian adik dan adik iparnya, serta kedua anaknya yang terluka itu. Sungguh, mendengar penuturannya, saya turut merasakan kesedihannya. Selain itu, juga ada pasangan muda yang berbagi pengalaman mereka. Kerja keras sang suami selama bertahun-tahun ini dan rumahnya telah hancur. Namun, dia selamat dari bencana itu. Dia sudah merasa sangat beruntung. Dengan bekerja keras, materi dapat diperoleh kembali. Kita dapat memahami pola pikirnya.  Dia termasuk beruntung karena dapat selamat dari gempa bumi.

Saya juga mendengar tentang relawan-relawan kita yang saling memperhatikan. Rumah beberapa relawan kita juga mengalami kerusakan berat. Meski demikian, mereka tetap bersumbangsih di garis depan siang dan malam untuk memperhatikan orang lain. Mereka dapat membangkitkan kekuatan cinta kasih karena telah bertemu ajaran Buddha dan memahami hukum alam. Dengan membuka hati, mereka dapat menapaki Jalan Bodhi dengan cepat. Kita bisa mendengar dan melihat relawan kita yang sangat berpikiran terbuka. Dapat hidup aman dan tenteram saja, kita sudah harus menyadari berkah dan bersyukur. Meski penyaluran bantuan darurat Tzu Chi sudah berakhir dalam tujuh setengah hari, tetapi selanjutnya masih ada banyak hal yang harus dilakukan.

 Selama beberapa hari ini, relawan kita telah menyurvei kerusakan rumah dan menenangkan hati warga. Selanjutnya, kita harus mengevaluasi kondisi kehidupan warga dan kondisi rumah warga pascabencana. Selain itu, kita juga harus mencari tahu apakah anak-anak bisa belajar dengan tenang. Karena itu, insan Tzu Chi berkunjung ke berbagai tempat. Lewat laporan mereka, saya mendapati bahwa pada Tahun Baru Imlek, mereka terus berada di luar. Mereka tidak merayakan Tahun Baru Imlek ataupun makan bersama keluarga. Singkat kata, setiap hari, mereka bekerja keras demi meringankan penderitaan orang-orang.

Waktu terus berlalu. Pascagempa, kita setiap hari melihat lahan yang dipenuhi reruntuhan. Kini, lahan tersebut telah kembali menjadi lahan kosong. Gedung buatan manusia yang merupakan sesuatu yang berkondisi itu kini telah hancur sehingga lahan tersebut kembali kosong. Apakah lahan kosong ini akan segera dimanfaatkan untuk menciptakan sesuatu yang berkondisi? Di dunia ini, segala sesuatu yang terbentuk pada akhirnya akan hancur. Inilah hukum alam semesta. Fase pembentukan, keberlangsungan, kerusakan, dan kehancuran merupakan siklus yang terus berputar.

Waktu terus berlalu tanpa henti

Segala sesuatu yang berkondisi di dunia ini bagaikan ilusi

Merasakan kesedihan saat berpisah dan kegembiraan saat bersama-sama

Menyerap Dharma ke dalam hati dan mencapai pencerahan

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 15 Februari 2016

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 17 Februari 2016
Mendedikasikan jiwa, waktu, tenaga, dan kebijaksanaan semuanya disebut berdana.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -