Ceramah Master Cheng Yen: Berkembangnya Benih-benih Cinta Kasih

Dalam ramah tamah relawan Tzu Chi luar negeri di Aula Jing Si Sanchong, Lin Cui-lian, relawan Tzu Chi Singapura bercerita tentang relawan di Sri Lanka. “Dua orang ini berasal dari Hambantota. Anoja tinggal di Perumahan Cinta Kasih. Dia adalah warga korban tsunami. Setelah tinggal di Perumahan Cinta Kasih, dia mulai menjadi relawan pada tahun 2009. Dia mengikuti banyak kegiatan Tzu Chi,” kata Lin Cui-lian.

“Sujeewa tinggal di sekitar Perumahan Cinta Kasih. Dahulu dia merasa tidak mudah untuk mendapatkan rumah di Perumahan Cinta Kasih. Dia sangat iri terhadap warga di sana. Sujeewa juga merupakan penerima bantuan kita. Kemudian, setelah mengikuti sekali pelatihan, dia merasa dirinya tidaklah miskin. Dia tidak mau lagi menjadi penerima bantuan. Dia lalu menjadi relawan,” lanjut relawan Tzu Chi Singapura itu.


Tadi kita mendengar kisah dari Sri Lanka. Tahun 2004, terjadi gempa yang berpusat di Indonesia, yang memicu terjadinya tsunami. Bencana ini berdampak pada beberapa negara. Dampak terparah ada di Indonesia dan Sri Lanka. Menengok ke masa lalu, warga Sri Lanka juga telah mendapat pendampingan Tzu Chi selama bertahun-tahun.

Di Hambantota, Tzu Chi membangun Perumahan Cinta Kasih. Hambantota mulanya adalah daerah yang cukup tertinggal. Kita membangun perumahan yang tertata dengan baik serta sekolah. Kini Hambantota sudah sangat berkembang. Di sana sudah ada bandara dan pelabuhan.

Tzu Chi datang ke sana pada tahun 2004 dan mengerahkan kekuatan untuk membantu. Kita melihat kini perumahan itu menjadi kabupaten atau kota dengan sarana dan prasarana yang lengkap. Terima kasih kepada relawan dari Singapura yang membimbing warga setempat sehingga cinta kasih Tzu Chi bisa berkembang di Sri Lanka. Kini kita melihat benih-benih relawan sudah mulai berkembang di sana. Pohon kecil sudah akan menjadi pohon besar. Semoga benih-benih ini bisa menjadi tak terhingga dan membuat Sri Lanka dipenuhi cinta kasih.


Para warga kini menjadi Bodhisatwa yang penuh cinta kasih. Bodhisatwa tidak membedakan agama dan negara. Semoga kelak di Sri Lanka, mereka dapat mengerahkan kekuatan cinta kasih yang lebih besar. Inilah harapan saya yang terbesar.

Demikian pula di Kamboja. Lebih dari dua puluh tahun yang lalu, relawan Tzu Chi pernah datang ke Kamboja. Kondisi di sana juga sangat sulit. Medan di sana sulit ditempuh. Agar bantuan bisa disalurkan, Pemerintah harus mengutus tank untuk membuka jalan karena di sana terdapat banyak ranjau darat. Ini ditakutkan dapat membahayakan relawan. Demi melindungi tim relawan, pemerintah setempat mengerahkan tank untuk mengawal dan membuka jalan sehingga bantuan dapat disalurkan secara merata.


Kita juga membangun sekolah. Relawan kembali ke sana berulang kali selama beberapa tahun tanpa henti. Ini juga telah membangun fondasi cinta kasih. Namun, karena berbagai kekacauan di sana, misi Tzu Chi di sana sempat terhenti. Saya bersyukur kini kita dapat memulainya kembali.

Relawan yang merupakan suami istri kembali menjalin cinta kasih Bodhisatwa di sana. Mereka juga sangat bersungguh hati untuk membina benih-benih relawan setempat. Sejak saat ini, kita berharap benih kebajikan bisa tersebar. Saya sangat mendambakan ini. Semoga kekuatan cinta kasih dapat kembali bersinar.

Cinta kasih sangatlah penting. Hanya cinta kasih yang dibutuhkan dunia ini. Cinta kasih ini sama di semua agama. Kita hendaknya bersyukur, menghormati, dan mengasihi kehidupan; harmonis tanpa pertikaian, menciptakan berkah bersama. Pemeluk agama apa pun mampu melakukannya dan harus melakukannya. Sikap saling bersyukur dan berterima kasih merupakan pembawa kehangatan di dunia ini.


Kita semua harus saling bersyukur dan saling menghormati. Manusia tidak boleh tidak memiliki rasa syukur dan rasa hormat. Kita juga harus menghargai kehidupan, bukan hanya manusia, melainkan juga hewan. Di antara kita sendiri haruslah harmonis. Kita bukan hanya harus bersatu hati, tetapi juga harmonis. Semua orang harus harmonis, barulah masyarakat akan damai. Inilah cinta kasih yang damai di antara manusia. Jadi, kita membutuhkan keharmonisan dan sikap menghormati.

Dalam berbicara, kita harus saling bertutur kata baik dan saling memuji, barulah tidak akan muncul pertikaian. Malapetaka di dunia ini terjadi akibat nafsu keinginan di dalam hati manusia. Manusia selalu ingin menguasai segalanya dan menyingkirkan orang lain. Dengan adanya niat buruk ini, tutur kata yang keluar pasti tidak baik. Manusia akan saling memfitnah dan memicu pertikaian. Lihatlah, bencana akibat ulah manusia menyebabkan gelombang pengungsi yang besar. Jadi, kita harus menyucikan hati manusia.


Kita harus menyucikan hati manusia dan mengembangkan cinta kasih di hati setiap orang agar masyarakat harmonis dan dunia dipenuhi kedamaian. Semoga cinta kasih setiap orang dapat terdengar oleh Tuhan, Allah, ataupun Buddha dan Bodhisatwa. Semoga dunia penuh ketenteraman. Setiap orang harus memiliki cinta kasih. Cinta kasih ini tak boleh tidak ada di dunia ini. Jadi, semoga para relawan dari berbagai negara dapat mengembangkan tekad.

Sekembalinya ke negara masing-masing, kalian harus bertekad untuk bersumbangsih. Tzu Chi tidak membeda-bedakan agama. Relawan Tzu Chi juga memiliki latar belakang agama yang berbeda-beda. Mereka juga dilantik menjadi anggota komite. Mereka menghimpun kekuatan cinta kasih demi perdamaian dunia, keharmonisan masyarakat, dan kebahagiaan setiap keluarga. Setiap orang dari mereka memiliki cinta kasih dan budi pekerti di dalam hati masing-masing. Inilah kehidupan yang baik dan bermakna. 


Bodhisatwa dunia tidak membeda-bedakan batasan negara

Benih-benih cinta kasih mulai bertumbuh

Bersyukur, menghormati, dan mengembangkan cinta kasih

Bersatu hati dan harmonis demi menciptakan kedamaian


Ceramah Master Cheng Yen tanggal 23 Februari 2019

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 25 Februari 2019

Editor: Metta Wulandari

Dengan keyakinan yang benar, perjalanan hidup seseorang tidak akan menyimpang.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -