Ceramah Master Cheng Yen: Bersumbangsih di Kala Penuh Berkah

“Tahun 2002, kami pergi ke Penghu untuk memberi perhatian bagi korban kecelakaan pesawat China Airlines. Kami tiba di Penghu sehari setelah kecelakaan. Tugas terpenting yang relawan jalankan di sana ialah memberi penghiburan. Saat berada di sana selama beberapa waktu itu, kami sering mendengar petugas forensik dan penyidik menyampaikan terima kasih atas pendampingan insan Tzu Chi sehingga hati semua orang bisa tenang. Dapat menenangkan hati, bagi mereka merupakan kekuatan yang sangat besar,” kata Lin Jing-you, relawan Tzu Chi.

“Master Cheng Yen terus berpesan untuk ’tidak melupakan tahun itu’. Beberapa hari ini saya terus mengingat-ingat semakin malam, aroma jenazah di sana semakin tidak sedap. Saat para petugas melihat relawan Tzu Chi, mereka meminta kami ikut masuk. Mereka memperlihatkan barang  dan jenazah yang ditemukan  kepada para anggota keluarga. Terima kasih, Master. Dahulu saya sangat penakut. Di Tzu Chi, saya belajar menghadapi kematian, juga belajar menenangkan anggota keluarga korban,” kata Lin Jin-gui, relawan Tzu Chi.

Kita hendaknya tidak melupakan kecelakaan pesawat China Airlines di Penghu. Saat itu, Jin-gui dan relawan lainnya pergi memberi perhatian ke Penghu. Anggota keluarga tidak berani mengenali jenazah korban. Insan Tzu Chi harus mendampingi mereka. Para relawan sungguh berani. Mereka keluar masuk tanpa kerisauan dan tanpa rasa takut. Mereka sungguh merupakan Bodhisatwa. Jika bukan Bodhisatwa, siapa yang mampu melakukan ini?

 

Saya berterima kasih atas keberanian mereka. Jing-gui terus berterima kasih kepada Tzu Chi yang telah memberinya banyak pengalaman. Ya. Namun, itu juga bergantung pada dirinya dan relawan lain yang bersedia untuk bertekad sehingga kehidupan mereka dipenuhi banyak pengalaman.

“Jangan lupakan tahun itu dan orang-orang saat itu. Hari ini saya teringat Paman Yong. Setiap pagi, beliau berangkat dari Xiaogang untuk menjemput sekelompok relawan pergi ke Shanlin. Mereka bekerja seharian hingga malam hari. Saya mendengar Kak Li-xia bercerita bahwa di perjalanan pulang, Paman Yong seringkali terlihat kelelahan saat menyetir. Semoga kita semua selalu mengingatnya. Janganlah kita melupakan Paman Yong yang bersumbangsih sepenuh jiwa raga di Shanlin,” kata Cai Hui-ling, relawan Tzu Chi.

“Banyak hal yang tak sempat disampaikan oleh Paman Yong kepada Master. Setiap hari di Shanlin, saat akan mulai bekerja, beliau akan terlebih dahulu berkeliling karena beliau bertanggung jawab atas program bantuan lewat pemberian upah. Beliau tidak ingin Master khawatir. Beliau ingin membuat Master tenang. Bagaimanapun, beliau mendedikasikan hidupnya untuk menyelesaikan proyek tersebut. Beliau tak ingin membuat Master khawatir.

Beliau ingin orang-orang di seluruh dunia melihat bahwa Master akan mewujudkan apa yang telah dikatakan. Beliau berkata bahwa dalam seumur hidup ini, beliau sangat gembira bisa bertemu dengan Master. Master juga terus memujinya. Beliau merasa kehidupannya cukup bermakna,” kata Lin Li-xia, relawan Tzu Chi.

Ya, Bodhisatwa dunia itu hendaknya tidak kita lupakan. Paman Yong adalah murid saya yang baik. Saya rasa setiap orang memiliki hati yang sama seperti Paman Yong. Kita semua berjodoh. Jalinan jodoh ini bukan baru muncul pada kehidupan sekarang. Kita melanjutkan jodoh kehidupan lampau sehingga kini kita bisa bertemu dan kembali memperkuat jalinan jodoh ini. Dengan begitu, jalinan jodoh ini akan berlanjut selamanya dari kehidupan ke kehidupan.


Setiap kali datang ke Kaohsiung, saya tak akan lupa pada Paman Yong. Saat Aula Jing Si Kaohsiung sedang dibangun, beliau sudah sering datang untuk mengatur semuanya. Tentu, masih banyak relawan lain, seperti relawan Li serta para anggota Tzu Cheng dan komite lainnya.

Saya sungguh bersyukur kini kita memiliki ladang pelatihan yang begitu agung. Sungguh banyak hal yang patut disyukuri. Terima kasih kepada Komisaris Kehormatan Du dan para relawan lainnya yang telah bersumbangsih sepenuh jiwa raga mewujudkan ladang pelatihan yang agung ini. Ini bukan semata-mata terwujud berkat lahan yang luas atau bangunan yang indah. Keagungan yang sesungguhnya terletak pada manusia. Di sini ada banyak relawan yang berlatih dan bersumbangsih bersama.

Banyak orang dibina menjadi relawan Tzu Chi di ladang pelatihan ini angkatan demi angkatan. Karena itu, saya sangat bersyukur. Saat mobil yang saya tumpangi memasuki kompleks ini, saya melihat indahnya lingkungan di sini. Saya juga melihat sekelompok Bodhisatwa yang bekerja sama dengan harmonis.

“Tahun kedua setelah dilantik, terjadi bencana Topan Morakot. Kami membantu warga membersihkan rumah. Saya dan Kak Chun-ji ditugaskan untuk membersihkan ruang bawah tanah. Di sana ada lemari es yang sudah terbalik selama beberapa hari, ada pula kloset yang terendam lumpur. Saat itu saya berpikir, beruntung para relawan datang membantu. Jika harus mengandalkan kekuatan sendiri, saya juga tidak berani dan tidak sanggup,” kata Lin Ming-ling, relawan Tzu Chi.

“Meski aromanya tidak sedap dan saya harus mengeluarkan tenaga hingga kelelahan, tetapi saat saya berjalan keluar dan melihat ruangan itu bersih kembali, saya berpikir bahwa tanpa bantuan banyak orang, pemilik rumah itu entah harus berbuat apa. Sesungguhnya, saat mengerjakan itu, saya hanya merasa sukacita. Saya merasa hari itu saya ada bersama banyak teman dan sahabat baik yang berkumpul bukan untuk berfoya-foya, melainkan untuk melakukan kebajikan. Jadi, saya semakin gembira,” imbuhnya.


Benar, ada banyak hal yang harus dikerjakan oleh manusia. Manusia pun bisa melakukan banyak hal selama memiliki kekuatan tekad untuk bersama-sama bergerak. Banyak relawan yang berbagi bahwa tanpa peristiwa-peristiwa yang terjadi, tiada kesempatan untuk melakukan semua itu.

Bencana topan Morakot adalah peristiwa yang tak terlupakan bagi Anda yang tinggal di Pingtung atau Kaohsiung. Sesungguhnya, Anda semua yang duduk di sini adalah orang yang penuh berkah karena kini jauh dari bencana. Bebas dari bencana adalah keberuntungan. Orang yang beruntung harus bersumbangsih untuk membantu mereka yang terkena bencana. Bukankah ini akan membawa kebahagiaan?

Mendengar kalian mengenang masa lalu, semua ini adalah pengalaman hidup kita. Pengalaman yang paling berharga dalam kehidupan kita ialah bersumbangsih bagi orang lain. Inilah orang yang memiliki cinta kasih berkesadaran.

Singkat kata, pencapaian dalam segala hal bergantung pada manusia. Tanpa usaha dari manusia, segala hal tak akan terwujud. Mendengar kalian berbagi tentang bagaimana kalian mencuci toilet atau mencuci piring untuk membantu warga korban topan Morakot, bagi saya, tangan kalian telah menjadi tangan yang terindah dan berdaya guna. Semuanya patut mendapat pujian.

Saat ada jalinan jodoh, kita hendaknya banyak bersumbangsih di masyarakat. Dengan begitu, tangan kita akan menjadi tangan yang paling berguna di dunia ini.

Membangkitkan tekad untuk berani bersumbangsih
Jalinan jodoh guru dan murid bertahan selamanya
Membina banyak Bodhisatwa dalam ladang pelatihan yang murni
Bersumbangsih di kala penuh berkah

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 2 Agustus 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, 
Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina
Ditayangkan tanggal 4 Agustus 2019
Cara kita berterima kasih dan membalas budi baik bumi adalah dengan tetap bertekad melestarikan lingkungan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -