Ceramah Master Cheng Yen: Berterima Kasih kepada Para Relawan di Qinghai

“Sekarang sudah tengah hari, matahari sangat terik, tetapi salju masih belum mencair. Temperatur udara hanya -7 derajat Celsius. Agar semua orang dapat segera menyesuaikan diri, rata-rata kami beristirahat satu kali setelah satu jam perjalanan. Jadi, untuk sementara waktu, semua tak mengalami gejala akibat ketinggian,” tutur Chen Yiwen,  Relawan Tzu Chi.

Di Dataran Tinggi Qinghai, turunnya salju lebat membawa bencana. Relawan Tzu Chi juga harus mengatasi berbagai kesulitan untuk dapat tiba di daerah dengan ketinggian lebih dari 4.800 meter di atas permukaan laut. Kita biasa tinggal di dataran rendah. Saat tiba-tiba harus pergi ke dataran tinggi, tubuh bisa mengalami gejala tidak nyaman akibat tipisnya kadar oksigen di sana. Jadi, kita mungkin tidak terbiasa. Namun, mereka tetap ingin pergi ke sana dan menahan rasa tidak nyaman pada tubuh. Mereka tetap melanjutkan misi mereka.

Lewat survei pertama, kita telah melihat banyak hal yang menyentuh. Orang-orang di sana sangat menyayangi hewan ternak. Mereka menahan hawa dingin dan memberikan selimut untuk hewan ternak. Mereka berkata, "Biasa kami hidup bergantung pada hewan-hewan ini. Hewan-hewan ini memberi kami mentega dan susu." Jadi, mereka sangat menyayangi sapi dan kambing serta melindungi semuanya bagai melindungi manusia. Ini karena mereka bersyukur kepada sumber penghidupan mereka. Mereka hidup bergantung pada hewan ternak.

Saat bencana terjadi, mereka tetap melindungi hewan ternak mereka. Cinta kasih penuh rasa syukur ini amat berharga. Kita telah merasakannya saat para relawan melaporkan hasil survei pertama. Saat relawan melakukan survei pascabencana, ada warga yang berkata, "Saya kenal kalian." Relawan berkata, "Bagaimana mungkin? Saya tidak pernah datang kemari." "Saya mengenali topi kalian," katanya.


Warga itu mulai menceritakan kisah 23 tahun yang lalu. "Kalian pernah datang membantu kami. Saya masih menyimpan kupon barang bantuan yang kalian bagikan saat itu." Dia menyimpannya bagai barang berharga.

“Saya tetap menyimpan kupon dan surat pemberitahuan dari kalian. Kelak, saat saya sudah tiada, semua ini juga tidak boleh dibuang dan harus tetap disimpan. Saat itu, kalian membantu kami. Kami tidak boleh melupakannya,” kata Ala, Warga Desa Gaqing.

Hari ini hatinya sangat sedih. Dia ingin menangis. Mengapa? Karena beberapa temannya meninggal semua. Jika mereka belum meninggal, mereka mungkin juga masih menyimpan kupon dan surat pemberitahuan ini. Dahulu dia hidup mengembara mengikuti ketersediaan sumber air dan rumput untuk ternak. Jadi, dia sering kali harus pindah rumah. Ke mana pun dia pindah, surat pemberitahuan dari Tzu Chi itu tetap selalu dibawanya. Dia selalu membawanya di mana pun dia tinggal. Dia menyimpannya dengan baik. Ini sungguh mengharukan.

Dia sangat baik dan mengerti untuk bersyukur. Dia juga sangat melindungi hewan ternaknya. Pembagian bantuan Tzu Chi dua puluh tiga tahun yang lalu juga masih diingatnya meski sudah lama berlalu. Jadi, para relawan yang melakukan survei juga sangat terharu. Setelah melakukan survei, mereka singgah di Xining untuk membeli barang-barang yang akan dibagikan.


Para relawan juga mempertimbangkan dan menghormati keyakinan warga setempat. Bagi para peternak di sana, warna kuning adalah warna yang suci, tidak baik jika diinjak-injak. Saat membeli jas, mereka juga tak akan memilih warna kuning. Namun, pada awalnya kami tidak mengerti. Jadi, kami kembali lagi untuk menukarnya agar sesuai dengan kebutuhan warga dan mereka merasa puas dalam berbagai aspek.

20 Maret 2019. Tidak ada kotoran. Minyaknya sangat bagus, tenang saja. Di sini gudang daun teh, gula pasir, dan minyak. Di belakang masih ada garam. Barang-barang ini paling tidak bisa memenuhi tiga bulan kebutuhan makan mereka. Mi dan tsampa adalah makanan pokok bagi mereka. Dengan rasa hormat terhadap agama mereka dan dengan penuh cinta kasih, relawan mengantarkan bahan pangan ke sana.

Barang kebutuhan yang dibeli relawan Tzu Chi sangat beragam. Makanan pokok mereka ialah mi jelai. Kita memberi bahan pangan yang segar. Semuanya sudah dipilih layaknya akan kita konsumsi sendiri, baru kita bagikan. Kita bukan mencari barang murah, melainkan barang berkualitas baik. Saat barang tiba di dataran tinggi, orang-orang di sana mulai bergerak. Warga turut membantu memindahkan barang. Ini berarti warga juga menjadi sukarelawan dan turut bergerak untuk membantu. Warga di 7 desa sudah bergerak.

“Dari masing-masing desa, ada sekitar 50 orang. Sekarang kami sedang membongkar muatan untuk satu desa. Kami membongkar muatan bergiliran untuk satu demi satu desa. Desa yang besar mendapat dua truk. Desa yang kecil mendapat satu truk,” Dong Zhenghua, relawan Tzu Chi menjelaskan.


“Kalian sudah membantu kami. Kami juga harus datang membantu,” kata Dargye, sukarelawan.

Kali ini, relawan yang datang dari Sichuan dan Xining berjumlah 15 orang. Sesungguhnya, tidak mudah untuk menyelesaikan misi ini. Kemarin sudah dibagikan bantuan kepada lebih dari seribu kepala keluarga. Hari ini, 26 Maret,  rencananya akan dibagikan lagi bantuan kepada lebih dari seribu kepala keluarga. Secara keseluruhan, jumlahnya mencapai sekitar 2.500 kepala keluarga.

Saat daerah dataran tinggi terkena bencana, tidaklah mudah bagi kita untuk melewati medan guna memberi pertolongan. Untuk itu, dibutuhkan tim. Relawan Tzu Chi yang bertanggung jawab untuk melakukan survei dan menyalurkan bantuan kali ini, semuanya berasal dari Tiongkok. Mereka menjalankan misi ini dengan hati dan semangat Bodhisatwa.

Mereka bertekad untuk menerapkan semangat Bodhisatwa yang mengasihi semua makhluk. Mereka bersumbangsih dengan hati yang tulus, tanpa pamrih, dan penuh rasa sukacita. Mereka menyelesaikan misi dan pulang dengan sukacita. Demikianlah Bodhisatwa dunia.

Kondisi di berbagai belahan dunia membuat kita tak berdaya. Dalam bencana alam seperti badai salju, meski para korban meminta tolong, sulit bagi orang lain untuk menjangkau mereka. Para relawan sungguh bagaikan Bodhisatwa yang muncul dari dalam bumi. Mereka mengabaikan ketidaknyamanan diri sendiri untuk pergi ke dataran tinggi dengan kondisi yang tidak biasa. Mereka mampu melakukannya. Ini sungguh mengagumkan.

Bagi saya, terhadap para Bodhisatwa ini, saya sungguh harus memberi hormat. Saat melihat mereka, saya ingin membungkuk dan merangkapkan tangan serta mengucapkan terima kasih. Orang-orang ini sungguh telah menjalankan misi. Ini sungguh tidak mudah.

 

Para penggembala di dataran tinggi memiliki rasa syukur

Tidak melupakan hewan ternak saat tertimpa bencana

Bodhisatwa muncul untuk mengasihi semua makhluk

Membantu diri sendiri dan orang lain dengan hati yang tulus

 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 26 Maret 2019

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 28 Maret 2019

Bila kita selalu berbaik hati, maka setiap hari adalah hari yang baik.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -