Ceramah Master Cheng Yen: Kekayaan Batin Membawa Manfaat Tanpa Batas

“Banjir pada tahun 2015 membuat kami menghadapi kesulitan besar. Terima kasih atas welas asih Master yang membagikan benih padi kepada warga di Taikkyi. Saya juga termasuk salah satu penerima. Dalam prosesi penyerahan bantuan, saya mendengar tentang semangat celengan bambu dan kisah Kakak U Thein Tun yang setiap hari menyisihkan segenggam beras. Ini juga membangkitkan keinginan saya untuk meneladani Kakak U Thein Tun,” kata Wang Qi-zhen, relawan Tzu Chi.

“Saya sangat menyukai semangat celengan bambu Tzu Chi. Jadi, saya akan menceritakan semangat ini kepada setiap donatur agar mereka dapat memahaminya dengan jelas. Saya juga sangat berterima kasih kepada Kakak U Thein Tun yang datang ke desa kami sehingga kami dapat belajar darinya,” tambahnya.

“Saya sangat suka mendengar ajaran Master. Setelah mendengar ajaran Master, saya akan berbagi kepada teman sekampung. Semua donatur celengan beras bagaikan anggota keluarga saya. Apa yang saya dengar dan pelajari selalu saya bagikan kepada mereka. Sepulang dari sini, saya berikrar untuk menyebarkan ajaran Master kepada setiap orang di kampung saya. Saya sangat bersyukur,” ujar U San Thein, Relawan Tzu Chi Myanmar.

Di Myanmar, sejak sepuluh tahun lalu kita tahu para petani harus berutang untuk bercocok tanam. Utang ini memiliki bunga yang tinggi. Setelah membayar bunga yang tinggi itu, barulah sisa penghasilan mereka digunakan untuk menghidupi keluarga. Jadi, tak heran jika kita dapat melihat kehidupan para petani tidak begitu baik. Namun, mereka memiliki keluhuran. Perbuatan mereka sungguh luar biasa dan terpuji. Jadi, mereka memiliki batin yang kaya sehingga dapat berdana tanpa batas.


Lihatlah U San Thein ini. Beliau begitu mengenal rasa puas. Jika dikatakan harus mengurangi keinginan, beliau malah tidak memiliki nafsu keinginan, sangat murni, bukan hanya mengurangi. Selama tidak memiliki utang dan tidak perlu membayar utang, beliau merasa kehidupannya sudah cukup. Jika tidak perlu membayar utang, baginya itu sudah cukup, bahkan lebih.

Inilah yang disebut memiliki kekayaan. Sebagian besar orang berada di dunia selalu merasa kurang sembilan saat memiliki satu, sedangkan mereka sudah puas saat punya satu. Mereka sudah merasa cukup, bahkan lebih.U San Thein mengajak warga di kampungnya.

Ada pula U Mya Aye yang menyisihkan 50 kyat setiap hari. Saat pembagian bantuan, Kakak U Mya Aye mendengar kisah celengan bambu. Sepulangnya dari sana, beliau mulai menyisihkan 50 kyat setiap hari hingga hari ini. Berhubung cakupan daerah pembagian bantuan sangat luas, maka beliau mungkin tidak akan bertemu insan Tzu Chi selama beberapa tahun. Beliau khawatir uang yang beliau sisihkan akan berjamur, sehingga beliau menyetrikanya. Dia mengumpulkannya sedikit demi sedikit dengan penuh ketulusan, kebenaran, keyakinan, dan kesungguhan.

Dia menyisihkan 50 kyat ke dalam celengan bambu. Dia tahu semangat celengan bambu ini dan meneladaninya. Dia terus menyisihkan 50 kyat selama delapan tahun hingga terkumpul 140 ribu kyat lebih. Ini sama dengan sekitar 3.000 dolar NT. Selama delapan tahun ini, betapa pun dia kekurangan uang, dia tidak pernah mengambil uang dari celengan itu.

“50 kyat itu yang ini?” (Ya)

“Sama dengan berapa dolar NT?” (1 dolar NT)

“50 kyat sama dengan 1 dolar NT (Rp500). Seribu kyat sama dengan 20 dolar NT.”

“Terima kasih.”

“Tukarkan 1.000 kyat itu.”

“1.000 kyat tukar dengan 1.000 dolar NT.”


Dia bilang dia juga ingin menyumbangkannya. Sebutuh apa pun, dia tak akan mengambilnya. Saat uang itu hampir berjamur, dia menjemurnya dan menyetrikanya. Uang itu nilainya memang tidak besar, tetapi berisi ketulusan dan kebenaran. Dia memisahkan uang itu dan tidak akan mencampurnya dengan uang untuk keperluan lain. Ketulusan dan kebenaran ini sungguh saya kagumi. Uangnya tidak banyak, tetapi saya sangat tersentuh. Inilah yang mereka lakukan di Myanmar. Cinta kasih mereka sangat besar.

“Hingga tanggal 13 November, donatur celengan beras kami telah mencapai 33 desa dengan jumlah 1.576 keluarga. Beras yang terkumpul mencapai 3.152 kg. Setiap bulan, kami membagikannya kepada 56 keluarga penerima bantuan. Sisanya kami sumbangkan ke sekolah di vihara agar anak-anak di sana bisa makan kenyang,” kata Wang Qi-zhen, relawan Tzu Chi.

Segenggam beras yang dikumpulkan selama sebulan dari warga bisa mencapai lebih dari 3 ribu kg. Begitulah butiran beras memenuhi lumbung. Saat segenggam demi segenggam beras dari orang banyak kita kumpulkan, di dalamnya ada bagian sumbangsih kita. Pahala yang terhimpun sungguh besar. Inilah pahala yang tak terhingga. Jika kita tidak menghimpunnya, kita mungkin hanya bisa membantu satu orang, bahkan kurang.

Sepuluh orang tentu bisa membantu satu orang. Dengan begitu, dengan segenggam beras, pahala yang tercipta sangat besar. Terlebih lagi, semangat ini dapat mengharukan dan membuat orang-orang merasa bahwa tiada hal yang tak dapat dilakukan. Meski tidak punya uang, kita bisa mengurangi sedikit porsi makan.  Jika empat orang mengurangi sesuap atau dua suap porsi makan, maka akan dapat menyisihkan semangkuk nasi yang bisa membantu orang lain. Ini berarti empat orang membantu satu orang untuk bisa makan.

Dengan pemikiran ini, warga di Myanmar melakukan hal ini. Bukan hanya berteori, mereka menjalankannya. Pahala dari praktik nyata ini tentu lebih besar daripada hanya berteori. Jika kita mengerti teorinya, tetapi tidak menjalankannya, hasilnya tetap akan kosong. Mereka sudah menjalankannya. Mereka bersumbangsih tanpa pamrih sehingga di balik kekosongan, terwujudlah eksistensi. Mereka telah bersumbangsih. Hati mereka pun dipenuhi kebahagiaan. Inilah wujud nyata dari ajaran Buddha.

“Saya senang sekali. Sejak menerima bantuan benih dari Tzu Chi, setiap tahun panennya sangat baik. Jadi, pada tahun pertama saya menyumbangkan 25 keranjang. Benih yang saya terima ada 12 keranjang. Tahun ini saya menyumbangkan 50 keranjang. Sepulang dari sini saya ingin menyebarkan semangat celengan beras ini secara lebih luas ke seluruh desa. Tahun ini saya sangat senang karena mendapat satu Kata Renungan Jing Si. Saya akan membagikannya kepada warga desa,” kata U Myint Lwin, relawan.  


Praktik nyata paling bermanfaat. Inilah Jalan Bodhisatwa. Semoga para Bodhisatwa ini sungguh-sungguh dapat membimbing seluruh warga desa. Ajaran Buddha hendaknya disebarkan dari satu menjadi tak terhingga. Myanmar sangat luas dan warganya sangat banyak. Kita berharap semua petani dapat memiliki kekayaan Dharma dan memiliki cinta kasih tanpa batas. Para relawan setempat harus membimbing para warga desa dengan penuh cinta kasih. Setiap orang dapat menjadi bagaikan benih. Semoga di setiap desa ada benih-benih relawan.

“Sepulang dari sini,saya ingin merekrut lebih banyak Bodhisatwa; dari sepuluh orang menjadi seratus orang. Saya juga akan mengajak mereka bervegetaris. Saya sendiri sudah berikrar untuk bervegetaris seumur hidup dan menyebarkan semangat celengan beras,” kata U Mya Aye, relawan.

 

Kekayaan batin dan tindakan terpuji membawa pahala

Mempertahankan niat baik yang tulus dan benar

Butiran beras dapat memenuhi lumbung

Menjalankan ajaran secara nyata

 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 18 November 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 20 November 2018

Editor: Khusnul Kotimah

Tanamkan rasa syukur pada anak-anak sejak kecil, setelah dewasa ia akan tahu bersumbangsih bagi masyarakat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -