Ceramah Master Cheng Yen: Melenyapkan Penderitaan dengan Cinta Kasih Tanpa Pamrih

Kita telah melihat kekuatan cinta kasih. Di Penang, Malaysia, ada sebuah sekolah yang didirikan bagi pengungsi dari Myanmar. Seorang profesor mendirikan sekolah ini setelah melihat para pengungsi yang begitu menderita karena harus pergi dari negara mereka dan sangat susah payah untuk tiba di Malaysia. Para pengungsi dari Myanmar ini tidak memiliki izin tinggal resmi di Malaysia, tetapi pendidikan anak-anak tak dapat ditunda. Karena itu, beliau memberikan kesempatan bagi anak-anak itu untuk menerima pendidikan formal. Namun, di tempat itu, anak-anak tidak memiliki air bersih. Setelah insan Tzu Chi di Penang memahami kondisi tersebut, mereka membantu anak-anak dengan memasang penyaring air agar air di sana dapat menjadi air bersih yang layak diminum. Inilah kekuatan cinta kasih.

Demikian pula di Guatemala. Sekelompok anak di sana kekurangan alat tulis dan tas sekolah. Karena itu, insan Tzu Chi di Guatemala pun membagikan kebutuhan anak-anak agar mereka dapat bersekolah dengan gembira. Demikianlah insan Tzu Chi. Di negara yang berbeda, terdapat penderitaan yang serupa. Insan Tzu Chi pun bersumbangsih dengan cinta kasih yang sama. Semoga anak-anak ini dapat hidup sehat. Benar, kesehatan sangat penting. Bukankah ini juga yang kita lihat di Hualien? Ada seorang bermarga Guo yang berusia 30 tahun. Dia dan ayahnya menjual rumah mereka di Tiongkok untuk berobat di Hualien. Pemeriksaan otaknya menunjukkan adanya tumor yang sulit untuk diangkat. Tentu, pengobatan membutuhkan waktu. Guo Mingyang ini harus menjalani fisioterapi dan kemoterapi. Inilah yang dia jalani beberapa bulan ini. Dari tidak bisa berjalan, kini dia sudah bisa berjalan. Dahulu sakitnya luar biasa, sampai saya tidak bisa berjalan. “Sekarang saya sudah bisa berjalan. Kondisi saya saat ini cukup baik. Perasaan bahwa hidup ini tidak bermakna sudah tidak ada lagi. Setiap hari saya merasa gembir,” ucap Guo Mingyang, pasien.

Semua ini sungguh mengharukan. Saat saya menghadiri rapat di rumah sakit, Bapak Guo dan ayahnya menyampaikan rasa terima kasih terhadap para dokter. “Mari, sudah, sudah. Silakan berdiri. Sekarang lebih baik? Ya, lebih baik. Anda harus giat menjalani terapi. Terima kasih. Saya mendoakan Anda”. Sang ayah merasa berterima kasih sehingga terus membungkukkan badan. Hati orang tua seperti ini tentu dapat kita pahami. Beliau tentu berterima kasih atas budi dokter yang menyelamatkan anaknya. Kabarnya, Guo Mingyang merayakan ulang tahunnya yang ke-30 di rumah sakit. Banyak orang yang turut merayakannya. “Ulang tahun saya dirayakan, saya sungguh merasa bahagia. Rasanya bagaikan orang tua saya ada di sisi saya. Kalian telah memberi saya kesempatan hidup kedua,” ucap Guo Mingyang. Semua ini sangat menghangatkan. Untuk apa kita membedakan orang berdasarkan hubungan darah? Hidup di dunia ini, semua orang adalah satu keluarga. Inilah cinta kasih. Sumbangsih dengan kekuatan cinta kasih ini sungguh mengharukan. Inilah kasus di RS Tzu Chi Hualien.

Selain itu, relawan kita di Kaohsiung juga merawat seorang pasien bernama Bapak Luo. Jalan hidupnya penuh penderitaan. Selama bertahun-tahun, dia terus mengalami penderitaan. Hidupnya bagaikan di neraka. Dia tidak kunjung menemukan pertolongan. Insan Tzu Chi menjadi guru yang tak diundang, yang berinisiatif untuk mengunjunginya saat menerima informasi tentang kondisinya. Sudah lama dr. Yeh merawat dan mendampinginya. Ini sungguh mengharukan. Tidak hanya sekali atau sesaat, sebaliknya dokter dan relawan telah merawatnya dalam jangka panjang, yaitu delapan tahun. Lihatlah, luka di kakinya telah membaik. Sebelumnya, lukanya sangat besar. Kini, lukanya hanya tinggal di jari kaki saja. Ini sungguh patut dipuji. Para dokter bagaikan Buddha yang mengasihi dan melindungi semua makhluk. Para anggota TIMA kita terdiri atas dokter, perawat, apoteker, dan teknisi laboratorium. Intinya, mereka semua bekerja sama dengan baik. Seluruh anggota TIMA kita bukan hanya bersumbangsih di Taiwan, melainkan juga ke luar negeri. Inilah cinta kasih yang merupakan sifat hakiki manusia.

Di dunia ini tiada orang yang tidak dikasihi. Inilah hati Buddha. Karena itu, kita menyebut-Nya Yang Maha Sadar. Demikian pula, para dokter dan relawan mengasihi dan peduli terhadap semua makhluk. Ini sungguh mengharukan. Dalam kehidupan di dunia ini, ada orang yang bekerja keras untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik, tetapi tetap hidup menderita dan kekurangan. Ada pula orang tersesat dalam hidupnya sehingga mengalami penderitaan fisik dan batin. Ada yang mulanya hidup dalam keluarga berada, tetapi akhirnya harus menderita akibat bencana yang tercipta oleh ulah segelintir orang. Inilah berbagai penderitaan di dunia. Kita hendaknya selalu menyimpan ajaran Buddha di dalam hati dan menerapkan nilai moralitas dalam keseharian. Setiap agama mungkin memiliki istilah berbeda, baik kasih universal, kemurahan hati, maupun cinta kasih, semua merujuk pada cinta dalam diri setiap orang. Cinta kasih ini selalu ada di dalam hati.

Di dalam ceramah pagi, saya mengulas tentang Empat Kebenaran Mulia. Setelah memahami penderitaan, kita harus tahu bahwa penderitaan adalah akibat dari akumulasi karma. Karena itu, kita harus memikirkan cara untuk melenyapkan penderitaan ini. Hanya kekuatan cinta kasihlah yang dapat melenyapkan penderitaan. Ini adalah sebuah jalan. Jalan ini adalah sebuah jalan yang lapang, apa pun sebutannya, entah itu cinta kasih tanpa pamrih, kasih universal, ataupun kemurahan hati. Dengan memberikan cinta kasih, kita dapat melenyapkan penderitaan di dunia ini.

Memberikan pendidikan bagi anak-anak tanpa pamrih

Seorang pasien menyeberangi lautan demi mencari pengobatan

Insan Tzu Chi merupakan guru yang tak diundang yang melindungi cinta kasih

Cinta kasih tanpa pamrih merefleksikan kebenaran

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 25 Maret 2016
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 27 Maret 2016

Keindahan sifat manusia terletak pada ketulusan hatinya; kemuliaan sifat manusia terletak pada kejujurannya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -