Ceramah Master Cheng Yen: Melindungi Bumi dengan Sikap Mawas Diri dan Tulus

Kemarin malam, di Kumamoto, Kyushu, Jepang terjadi gempa besar berkekuatan 6,5 skala Richter yang menelan korban jiwa. Rumah-rumah juga roboh. Kehidupan sungguh tidak kekal dan bumi pun rentan. Di bumi ini, apa yang akan terjadi tidak dapat diketahui dengan pasti. Fenomena El Nino juga masih terjadi di bumi ini dan masih membawa ancaman besar. Banyak negara yang kini mengalami kekeringan. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) telah mengeluarkan peringatan agar semua pihak meningkatkan kewaspadaan. Kekeringan yang terjadi sangat parah sehingga tanaman pangan tidak dapat tumbuh. Akibatnya, manusia kekurangan pangan. Jadi, kekurangan pangan dan kondisi iklim memiliki hubungan yang erat. Ada pula daerah yang tergenang banjir yang sangat parah.

Sebaliknya, ada daerah lain yang mengalami bencana akibat hujan yang tak kunjung turun dalam waktu lama. Melihat ketidakseimbangan ini, kita hendaknya membangkitkan ketulusan hati untuk berdoa semoga hati manusia tersucikan. Jika hati manusia tidak tersucikan, masyarakat tidak akan damai. Tanpa kedamaian di masyarakat, maka pikiran manusia yang tidak murni iniakan membawa pengaruh negative bagi seluruh dunia. Semua ini bermula dari pikiran.

Perayaan Waisak di Filipina

Kita melihat di Filipina, insan Tzu Chi mulai mempersiapkan upacara Waisak. Para peserta berasal dari berbagai agama. Namun, dalam rangka Hari Waisak setiap tahunnya, mereka semua berkumpul dengan hati yang tulus. Baik umat Katolik, Kristen Protestan, maupun yang lainnya, semuanya berkumpul bersama dan membangkitkan ketulusan untuk berdoa bagi kedamaian dunia tanpa membedakan agama. Untuk membangkitkan kesatuan hati semua orang, mereka semua menyamakan gerak tubuh. Dengan kesatuan hati dan fisik, mereka mengungkapkan ketulusan hati. Ketulusan ini sangatlah penting. Singkat kata, apa pun agamanya, semua orang hendaknya membangkitkan hati yang murni dan penuh rasa hormat serta tulus berdoa semoga iklim dapat bersahabat, dunia aman tenteram, dan masyarakat harmonis.

Demikianlah, kita hendaknya tidak membeda-bedakan agama. Terlebih lagi, sebagai umat Buddha, dalam interaksi antarsesama, kita hendaknya dapat saling mendukung. Kita harus memandang dunia ini dengan cara pandang yang lebih luas. Janganlah kita berpandangan sempit terhadap diri sendiri dan orang lain. Kita sungguh harus melapangkan hati dan berdoa bagi kedamaian dunia. Beberapa hari ini kita melihat insan Tzu Chi menjalankan ritual namaskara dengan tulus. Meski beberapa hari ini turun hujan, tetapi tidak menghalangi ketulusan mereka. Mereka begitu tulus seakan para Buddha dan Bodhisatwa benar-benar hadir dan membasahi mereka dengan embun Dharma. Setiap orang bergerak maju dengan tulus dengan melafalkan nama Buddha di setiap langkah. Setiap kali bersujud, batin mereka tetap tenang dan terus tulus berdoa bagi kedamaian dunia.

Saya sangat bersyukur Tzu Chi telah menginjak usia yang ke-50 tahun. Setiap orang tetap berpegang pada tekad awal. Selama bertahun-tahun, tekad semua orang tetap teguh di jalan ini. Ketulusan ini tetap ada dalam keseharian. Saat menghadapi orang atau masalah, mereka semua juga sangat tulus. Saat ada orang yang membutuhkan uluran tangan, insan Tzu Chi akan memberikan perhatian yang penuh cinta kasih.

Di Zhanghua ada sebuah keluarga beranggota tiga orang yang semuanya sakit. Karena itu, rumah mereka amat kotor. Setelah menerima informasi ini, insan Tzu Chi segera membantu mereka membersihkan rumah. Saat para relawan membersihkan rumah itu, di tumpukan sampah mereka menemukan sejumlah uang. Saat menemukannya, insan Tzu Chi menghitungnya dan segera mengembalikannya kepada keluarga itu agar dapat digunakan. Begitulah para Bodhisatwa dunia. Kebajikan tidak dibedakan besar atau kecilnya. Di beberapa negara di dunia, tengah terjadi kekeringan dan kelaparan. Daerah yang terkena dampak begitu luas. Orang yang butuh bantuan pun sangat banyak. Untuk itu, diperlukan cinta kasih dan kerja sama dari banyak orang. Semua orang hendaknya saling mendukung, saling peduli, dan turut berbahagia atas kebajikan orang lain.

Kita semua hendaknya bersumbangsih bagi semua manusia di dunia. Di dalam komunitas kita sendiri, jika ada yang membutuhkan bantuan, kita yang ada di sana bisa sama-sama membantu. Dalam skala kecil, asalkan ada orang yang memiliki cinta kasih, maka orang lain akan bisa terbantu, seperti keluarga di Zhanghua tadi. Namun, dalam skala dunia, kita membutuhkan lebih banyak orang. Orang-orang di masa kini sungguh membutuhkan seruan kita untuk bersama-sama bersumbangsih.

Kita juga melihat ponsel pertama di dunia yang dibuat pada tahun 1973. Lebih dari 40 tahun kemudian seperti hari ini, penggunaan ponsel bukan hanya memudahkan, tetapi juga menyimpan potensi bahaya. Kemudahan saat ini dapat membawa ancaman bagi masa depan. Sampah elektronik kini sudah sangat banyak, lebih banyak dari populasi manusia sendiri. Sampah-sampah elektronik ini mengandung banyak logam yang sesungguhnya amat berharga. Untuk mendapatkannya, penambangan dilakukan. Eksploitasi berlebihan dapat melukai bumi. Di sisi lain, banyak orang menggunakan lebih dari satu ponsel dan terus mengganti yang lama dengan yang baru. Banyak orang mengganti ponsel meski masih baru hanya demi mengikuti tren. Ini membuat sampah semakin sulit untuk ditangani dan membawa ancaman bagi kelestarian lingkungan. Singkat kata, jika warga yang mampu dapat menghemat satu ponsel saja, hasilnya mungkin dapat menghidupi beberapa keluarga. Untuk itu, manusia hendaknya berintrospeksi.

Kita melihat pemerintah Tainan mulai memberlakukan denda bagi warga yang tak memilah sampahnya. Jika setiap keluarga dapat menjaga kebersihan sampahnya dari awal dengan cara memilahnya, maka banyak sumber daya yang dapat didaur ulang. Namun, pemilahan harus dilakukan. Jika tidak dipilah, sampah akan bercampur dan sulit didaur ulang. Ini membutuhkan peran serta seluruh warga. Kita harus memilah sampah kita dan menjaga kebersihannya agar sampah-sampah itu dapat didaur ulang. Bumi ini membutuhkan kepedulian kita. Tzu Chi memiliki banyak relawan lanjut usia yang melakukan daur ulang demi melindungi bumi. Namun, apakah sudah cukup? Belum cukup. Kesadaran dari semua orang di dunia amat dibutuhkan.

Berdoa bagi kedamaian dunia dengan hati lapang

Menjalankan ritual namaskara dengan teguh meski cuaca hujan

Keharmonisan menciptakan tanah suci di dunia

Melestarikan alam dengan sikap hidup hemat

Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 15 April 2016

Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI  TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 17 April 2016
Memberikan sumbangsih tanpa mengenal lelah adalah "welas asih".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -