Ceramah Master Cheng Yen: Membawa Manfaat Bagi Sesama Dengan Welas Asih Agung

Dalam perjalanan saya kali ini, saya terus mengulas tentang “detik”. Usia kehidupan kita terus berkurang seiring berlalunya detik demi detik. Kita melihat seorang Bodhisatwa lansia berusia 90-an tahun yang mulai bergabung dengan Tzu Chi saat berusia 70-an tahun. Meski kesehatannya kurang baik, dia tetap tidak menyerah dan menggenggam waktu untuk bersumbangsih. Demikianlah insan Tzu Chi. Mereka memanfaatkan kehidupan untuk melakukan hal yang bermakna dan bersumbangsih bagi dunia dengan gembira dan tanpa pamrih. Inilah kekosongan tiga aspek dana. Apakah kalian bisa merasakannya?

Sejelas apa pun saya mengulasnya, tidak ada yang bisa merasakannya. Jadi, yang terbaik ialah mempraktikkannya secara langsung. Bagaimana mengasihi bumi? Bagaimana menjaga ketenteraman dunia? Kita harus bertindak secara nyata. Untuk menjaga ketenteraman dunia, pertama-tama kita harus menyucikan hati manusia. Semua orang harus membina ketulusan agar ketulusan ini dapat menjangkau para Buddha dan Bodhisatwa. Ini membutuhkan tindakan nyata. Saya mendengar seorang ilmuwan yang berasal dari Amerika Serikat berbagi tentang sel otak dan salah satu bagian otak yang penuh welas asih dan altruisme (mengutamakan kepentingan orang lain –red).

 

“Ya, ada satu bagian yang disebut saraf altruisme. Bagian ini akan dipertahankan karena bermanfaat untuk perkembangan makhluk hidup. Saat suatu perbuatan bermanfaat untuk kelangsungan hidup, kita merasa bagai mendapat penghargaan saat melakukannya. Contohnya makan yang merupakan naluri kita. Kita merasa gembira saat makan. Jadi, saat kita membangkitkan welas asih dan mencurahkan perhatian pada orang lain, kita juga merasa bagai mendapat penghargaan. Kita merasakan sukacita dalam Dharma dan merasa penuh pencapaian,” kata Xu Yue-ying, relawan daur ulang Tzu Chi berusia 96 tahun.

Jadi, kita harus berbagi tentang Tzu Chi dengan setiap orang yang ditemui. Mereka bersedia menerima atau tidak, itu bukan masalah. Sebagai Bodhisatwa dunia, kita memiliki tanggung jawab untuk terjun ke tengah masyarakat dan berbagi dengan orang-orang bagaimana kita menjalankan Tzu Chi agar sel otak mereka berkesempatan untuk menyadari penderitaan di dunia dan mengaktifkan bagian otak yang penuh welas asih dan altruisme. Jika kita tidak menunjukkan penderitaan di dunia pada orang-orang, mereka tidak bisa mengaktifkan bagian otak yang penuh welas asih dan altruisme.

Jadi, konsep ajaran Buddha selaras dengan ilmu pengetahuan. Selain itu, Buddha mengajarkan kita untuk bersumbangsih secara nyata. Insan Tzu Chi selalu bersumbangsih secara nyata dengan welas asih untuk membawa manfaat bagi orang lain meski tidak memiliki hubungan apapun. Inilah cinta kasih tanpa memandang jalinan jodoh. Saat melihat orang yang menderita, kita berinisiatif mengajak orang-orang untuk memberikan bantuan. Bagi orang yang penuh cinta kasih dan berjodoh dengan Tzu Chi, kita mengajak mereka bergabung. Bagi orang yang tidak berjodoh dengan Tzu Chi, kita tetap bersyukur pada mereka. Inilah ladang pelatihan Bodhisatwa. Kita menjadikan dunia yang penuh penderitaan sebagai ladang pelatihan.

 

Insan Tzu Chi menapaki jalan yang dibentangkan sesuai Sutra. Kedua kaki kita bagai melangkah di atas Sutra. Kita semua menapaki Jalan Bodhisatwa. Sutra menunjukkan jalan dan jalan harus dipraktikkan. Jadi, lebih dari 50 tahun yang lalu, saya mulai membentangkan jalan sesuai Sutra. Para relawan kita mendedikasikan diri dengan sepenuh hati dan tulus. Dharma bukan hanya untuk didengar, melainkan harus dipraktikkan secara nyata. Jika hanya mengetahui Dharma, kita tidak bisa menyatukan Dharma dengan kehidupan dan sel otak kita. Kita belum bisa kembali pada sifat hakiki kita. Dharma membantu kita untuk melepas noda batin dan kembali pada sifat hakiki kita.

Setiap orang bersungguh hati menjalankan misi Tzu Chi. Adakalanya, ada program bantuan yang harus dijalankan dalam jangka panjang. Relawan kita selalu berkata, ”Saya bisa mengesampingkan apa saja, tetapi Tzu Chi harus dijalankan setiap hari dan dalam jangka panjang, baru bisa memahami kebenaran.” Inilah pencapaian dalam hidup kita. Kapan dan di mana pun terjadi bencana, Tzu Chi selalu bergerak untuk membantu.

“Walikota pada saat itu sangat berterima kasih kepada Mahabhiksu Yin Shun yang mendirikan Vihara Fu Yan di Hsinchu. Mahabhiksu Yin Shun mempraktikkan ajaran Buddha di dunia. Walikota saat itu berharap orang-orang dapat memahami kemuliaan Mahabhiksu Yin Shun,” kata Gu Rui-hui, relawan Tzu Chi.

Suatu kali, saya secara khusus melewati Jembatan Yin Shun dan Jalan Tzu Chi. Jalan Tzu Chi sangat lurus, indah, dan lapang. Jembatan itu juga sangat kukuh. Saya sungguh sangat bersyukur kepada walikota saat itu, Bapak Lin. Sungguh, ini menunjukkan bahwa insan Tzu Chi Hsinchu telah membentangkan jalan. Jadi, saya ingin berkata pada kalian bahwa jalinan jodoh yang terbentuk harus bisa dilanjutkan hingga masa mendatang. Saya sering mendengar insan Tzu Chi berkata bahwa mereka akan mengikuti langkah saya dari kehidupan ke kehidupan. Untuk itu, kini relawan kita harus menapaki jalan yang dibentangkan sesuai Sutra dengan keyakinan, ikrar, dan praktik.

 

Jadi, saya sangat berharap setiap insan Tzu Chi dapat menginspirasi orang-orang yang cinta kasihnya belum terbangkitkan. Kita harus memberi tahu mereka bahwa ada tempat yang dilanda bencana dan mengajak mereka memberi bantuan. Jika mereka bersedia, kita turut bersukacita dan bersyukur. Jika mereka menolak, kita juga hendaknya bersyukur. Jika kelak ada jalinan jodoh, kita bisa membimbing mereka. Meski tidak bisa membimbing mereka kali ini, tetapi kelak, di bawah kondisi yang berbeda, kita mungkin bisa membimbing mereka. Jadi, sebelum mencapai Kebuddhaan, kita harus menjalin jodoh baik.

Bodhisatwa sekalian, saya bersyukur atas jalinan jodoh kita dahulu sehingga saat mendengar suara saya, hati kalian dipenuhi rasa syukur. Saat melihat saya, kalian selalu berkata, “Master, saya mengasihi Master.” Saya selalu membalasnya dengan mengatakan apa? (Kasihilah orang yang saya kasihi).

Benar, kasihilah orang yang saya kasihi. Jadi, saya berharap setiap orang dapat mengasihi yang saya kasihi. Baik bisa melihat kalian maupun tidak, saya selalu merasa bahwa saya mengikuti langkah kalian. Bukan hanya kalian yang mengikuti langkah saya, saya juga mengikuti langkah kalian. Ke mana pun kalian pergi, saya mengikuti langkah kalian ke sana sehingga saya bisa melihat kondisi di negara lain. Inilah yang ingin saya katakan pada kalian.

Menggenggam setiap detik dan menit tanpa menyia-nyiakan waktu
Membawa manfaat bagi sesama dengan perasaan senasib dan sepenanggungan
Melanjutkan jalinan jodoh baik dan mewariskan jejak Dharma
Menapaki jalan kebenaran dengan keyakinan, ikrar, dan praktik

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 29 Juni 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina
Ditayangkan tanggal 1 Juli 2019

Setiap manusia pada dasarnya berhati Bodhisatwa, juga memiliki semangat dan kekuatan yang sama dengan Bodhisatwa.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -