Ceramah Master Cheng Yen: Membentangkan Jalan di Tengah Masyarakat

Kita bisa melihat para anggota TIMA. Cuaca yang panas membuat banyak orang enggan keluar rumah. Namun, mereka tetap mengadakan baksos kesehatan secara rutin di Gongliao. Jika pasien tidak bisa keluar berobat, maka kita yang akan menjangkau mereka.  Gongliao bukanlah wilayah dataran, mereka harus mendaki gunung dan menaiki tangga. Mereka sungguh mengagumkan. Ada seorang lansia yang selalu hadir saat kita mengadakan baksos, tetapi kali ini tidak datang. Karena itu, anggota TIMA kita merasa khawatir dan bertanya tentangnya.

“Saya bertanya padanya mengapa Anda tidak datang hari ini, dia berkata bahwa Anda terjatuh kemarin. Jadi, kami datang menjengukmu,” kata Wu Mei, relawan Tzu Chi.

“Setelah terjatuh, bagian mana yang terasa tidak nyaman? dr. Zhang Ting-wei, anggota TIMA.

“Sekarang saya merasa tidak bertenaga. Apa ada obat yang bisa saya minum?” kata seorang pasien.

“Jadi, setelah terjatuh, Anda merasa tidak bertenaga dan lelah? dr. Zhang Ting-wei, anggota TIMA.


Mengetahui bahwa dia tidak enak badan, mereka pun mengunjunginya. Seperti yang saya katakan, “Jika pasien tidak bisa keluar berobat, maka kita yang akan menjangkau mereka.” Kita bukan hanya menjangkau para lansia untuk memberikan pelayanan medis. Berhubung tahu bahwa warga yang berusia 70-an hingga 80-an tahun mungkin akan mengalami kemunduran dalam kesehatan tulang dan stamina, seorang dokter kita membaca beberapa buku terlebih dahulu untuk mengajari mereka menjaga kebugaran tubuh.

“Seiring bertambahnya usia, kesehatan sendi-sendi akan menurun. Ini tidak bisa dihindari. Sebelum datang ke sini kali ini, saya kembali mempelajari olahraga apa yang bermanfaat untuk sendi. Jadi, kali ini, saya akan mengajari lansia begitu ada kesempatan,” ujar Guo Long-xian, relawan Tzu Chi.

Dia mengajari para lansia berolahraga dalam kehidupan sehari-hari untuk menjaga kebugaran tubuh. Dia sangat bersungguh hati. Inilah yang disebut dokter humanis. Dia sangat bersungguh hati. Demikianlah anggota TIMA kita. Mereka merupakan makhluk berkesadaran. Mereka bukan mengejar kedamaian dan kebahagiaan pribadi, melainkan ingin semua makhluk terbebas dari penderitaan. Demikianlah Jalan Bodhisatwa.


Anggota TIMA menapaki Jalan Bodhisatwa dengan cinta kasih berkesadaran. Keyakinan mereka berbeda-beda, ada Kristen, Katolik, Taoisme, Islam, dan Buddha. Namun, mereka memiliki arah yang sama dan bersungguh hati membentangkan jalan. Bagaimana awal mula dibentuknya TIMA? Berkat semangat kemanusiaan organisasi nonpemerintah. Mereka bersumbangsih sebagai Bodhisatwa tanpa memandang perbedaan agama. Ini sangat menyentuh.

Misi kesehatan Tzu Chi dimulai pada 45 tahun yang lalu. Sebelum RS Tzu Chi Hualien didirikan, kita sudah memberikan pengobatan gratis. Kemiskinan dan penyakit saling berkaitan. Berhubung telah melihat banyak orang yang kekurangan sekaligus jatuh sakit, saya pun bersiteguh mendirikan RS. Jadi, kita telah menjalankan misi kesehatan lebih dari 45 tahun. Perjalanan ini sungguh tidak mudah.

Era paling produktif sudah berlangsung hampir 30 tahun. Lebih dari 20 tahun yang lalu, berhubung di Filipina terdapat banyak pulau, para relawan kita mulai menjangkau pulau terpencil untuk mengadakan baksos. Sejak saat itu, setiap tahun, para anggota TIMA dari Filipina yang memiliki keyakinan yang berbeda-beda pulang ke Griya Jing Si untuk merayakan Festival Kue Bulan pada tanggal 15 bulan 8 Imlek. Karena itu, saya memutuskan untuk mengadakan Konferensi Tahunan TIMA dalam kesempatan seperti ini.


Demikianlah TIMA dibentuk pada lebih dari 20 tahun yang lalu dan berkembang pesat. Singkat kata, kita membentuk TIMA dengan penuh semangat dan generasi penerus terus membentangkan jalan. Kita juga melihat Bodhisatwa yang berkata, “Meski saya bukan dokter, tetapi saat melihat baksos kesehatan, saya sangat tersentuh sehingga turut bersumbangsih.”

“Sebelum mengikuti pelatihan relawan, saya menonton Da Ai TV dan sangat tertarik pada TIMA. Menurut saya, meski bukan dokter, saya bisa membantu dokter agar baksos kesehatan berjalan lebih lancar. Jadi, saya bergabung dengan TIMA. Saya sangat tersentuh. Sesungguhnya, kita datang ke sini bukan hanya bisa menolong pasien, juga bisa menginspirasi orang lain, seperti para tenaga medis. Mereka akan terinspirasi saat melihat kita sepenuh hati merawat para pasien. Inspirasi kebajikan ini sangatlah penting,” kata Chen Jie-sheng, relawan Tzu Chi.

Lihatlah, anggota TIMA dari Taipei, Kaohsiung, Hualien, dan Taitung turut berpartisipasi. Setiap kali mengadakan baksos, bukan hanya tenaga medis yang bergerak, juga ada teknisi leding dan listrik serta relawan lainnya. Relawan yang bergerak sangat banyak.


“Kami membuang air kotor dan melakukan desinfeksi pada lubang pembuangannya agar air kotor tidak menetes ke lantai dan terinjak orang-orang hingga menimbulkan infeksi. Jadi, setelah mengelapnya, kami menyemprotkan alkohol, lalu mencucinya lagi. Sejak ikut dalam baksos di Taitung, saya selalu berpartisipasi. Saya selalu cuti untuk berpartisipasi. Dalam hidup ini, melayani orang-orang merupakan kewajiban kita. Kini ada kesempatan ini, kita tentu harus menggenggamnya untuk bersumbangsih bagi masyarakat,” kata Chen Jie-sheng, relawan Tzu Chi.

Selain memasang pipa air dan kabel listrik, mereka juga berusaha untuk mendinginkan ruangan. Taitung terkenal pengap dan panas.

“Meski terkadang ada angin, tetapi yang bertiup adalah angin fohn. Suhu di luar ruangan 37 derajat Celsius dan di dalam ruangan 40 derajat Celsius. Di bawah atap besi terasa sangat panas. Para dokter mengenakan pakaian isolasi dan saat mereka melepaskannya, pakaian itu basah oleh keringat. Di tempat dengan pendingin ruangan, para dokter juga berkeringat. Jadi, di tempat yang suhunya mencapai 40 derajat Celsius, panasnya pasti tidak tertahankan. Jadi, kami terpikir bahwa es batu dapat menurunkan suhu udara. Saya tidak punya keterampilan medis, hanya bisa memikirkan cara untuk membuat mereka merasa nyaman. Dalam mengadakan baksos, menjaga ketertiban serta memastikan bahwa mereka memperoleh makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan alat transportasi adalah tugas saya,” kata Yan Lü Yao, relawan Tzu Chi.


Kebaikan dilakukan oleh orang baik. Tanpa orang baik, bagaimana bisa melakukan kebaikan? Orang baik adalah makhluk yang memiliki cinta kasih berkesadaran, yakni Bodhisatwa. Sungguh, melihat para relawan kita bersumbangsih sebagai Bodhisatwa dunia, saya sangat tersentuh.

Kisah yang ingin saya bagikan sangat banyak. Kemarin, saya mendengar laporan tentang sekelompok orang baik. Kita melihat insan Tzu Chi berdoa dengan sangat tulus. Dalam upacara pemandian rupang Buddha di bulan Mei, kita bisa melihat orang-orang dari agama yang berbeda-beda dan anggota Sangha di berbagai negara turut berpartisipasi. Melihat antarumat beragama bisa berkumpul dengan harmonis, saya sungguh sangat tersentuh.

Upacara pemandian rupang Buddha berlangsung tertib dan agung. Jika semua orang bisa melihat dan meneladani keharmonisan Tzu Chi, maka dunia akan harmonis. Semoga keharmonisan seperti ini dapat terus meluas. Semua orang bekerja sama dengan harmonis tanpa membeda-bedakan agama, inilah harapan kita.

Terjun ke gang-gang untuk melindungi kesehatan dengan cinta kasih

Semoga semua makhluk terbebas dari penderitaan karena penyakit

Bersumbangsih dengan penuh sukacita sesuai keahlian masing-masing

Berdoa bersama dengan tulus tanpa memandang perbedaan agama

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 5 Juni 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Li Lie

Ditayangkan tanggal 7 Juni 2018
Hanya dengan mengenal puas dan tahu bersyukur, kehidupan manusia akan bisa berbahagia.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -