Ceramah Master Cheng Yen: Mempelajari Jalan Bodhisatwa di Dunia demi Mengubah Kesesatan Menjadi Kesadaran
“Hari ini, kami mengirimkan bantuan ke daerah Minxiong, Meishan, Zhuqi, Zhongpu, Shuishang, dan Taibao dengan total 83 helai terpal. Ukurannya ada yang 6 x 6 meter dan 6 x 9 meter. Kami mendistribusikannya sesuai kebutuhan,” kata Zheng Zhao-xin, relawan Tzu Chi.
“Apakah di sini bocor?” tanya relawan Tzu Chi.
“Ya, kalau hujan pasti bocor,” jawab Bapak Guo.
“Setelah atap rumahnya rusak, Bapak Guo tidak bisa masak lagi. Terpal yang dipasang sekarang hanya untuk sementara agar ketika topan datang dan hujan turun lagi, tempat tidurnya tidak sampai basah kuyup,” kata Liu Wen-ke, Kepala Desa Meidong.
“Rumahnya sudah banyak yang bocor. Terpal ini hanya solusi sementara. Dengan welas asih Master, beliau ingin agar kita segera membantu lansia ini. Oleh karena itu, kami berupaya sekuat tenaga dan secepat mungkin untuk mengatasi kesulitan ini,” kata Wu Han-wen, relawan Tzu Chi.
“Untuk wilayah Xinying, Yanshui, dan Liuying, total ada 18 jalur distribusi yang digunakan untuk segera mengantarkan bingkisan berkah dan dana darurat ke rumah-rumah penerima bantuan,” kata Xu Mao-zhong, relawan Tzu Chi.
“Ini adalah bingkisan dari Master untuk kalian,” kata relawan Tzu Chi.
“Baik. Terima kasih banyak,” ucap salah seorang warga.
“Atapnya terangkat, lalu tertutup kembali. Ketika angin bertiup, muncul bunyi yang sangat berisik. Sekrup di bagian atas semuanya jadi longgar,” kata Bapak Huang, warga.
Demikianlah dunia yang tidak kekal. Karena itulah, Buddha datang ke dunia dengan satu tujuan utama, yaitu menyampaikan ajaran-Nya agar kita semua meningkatkan kewaspadaan. Semua makhluk memiliki hakikat kebijaksanaan Tathagata. Setiap orang sejatinya sama seperti Buddha yang memiliki cinta kasih dan welas asih agung. Namun, karena kebiasaan yang terbentuk dari kehidupan lampau, kita makin jauh dari hakikat kebuddhaan ini. Lama-kelamaan, hati kita menjadi tumpul dan tidak lagi memiliki rasa peduli. Begitulah sifat makhluk awam.

Semoga kita semua mampu bertransformasi dari makhluk awam menjadi suci karena kita telah mendengar Dharma. Makhluk awam itu menderita karena selalu diliputi noda dan kegelapan batin. Ketika menemui masalah, mereka hanya bisa merasa takut dan mengeluh karena merasa tidak ada yang peduli. Ini disebut dengan makhluk yang penuh kegelapan batin.
Makhluk yang penuh dengan cinta kasih berkesadaran selalu membangun tekad untuk hadir di mana pun ada makhluk yang menderita. Ketika melihat penderitaan, kita akan segera bergerak untuk membawa bantuan. Inilah hati Bodhisatwa. Buddha datang ke dunia demi mendidik makhluk yang tersesat dan mengubah kesesatan menjadi kesadaran. Inilah sebabnya selama 2 tahun terakhir, saya terus menekankan tentang "belajar" dan "sadar".
Hendaknya kita meneladan Buddha dan mempraktikkan Jalan Bodhisatwa. Ketika terjun ke tengah masyarakat, barulah kita dapat melihat penderitaan di dalamnya. Dengan melihat penderitaan, kita dapat menyadari berkah. Membantu sesama adalah sumber kebahagiaan. Orang-orang zaman dahulu selalu berkata, "Membantu orang lain adalah hal yang membahagiakan." Ini sejalan dengan ajaran Buddha, yaitu mengubah kesesatan menjadi kesadaran.
Semua makhluk di bumi adalah keluarga Buddha. Tzu Chi menjunjung tinggi cinta kasih dan welas asih, yaitu cinta kasih agung tanpa syarat dan welas asih yang merasa sepenanggungan. Cinta kasih agung tanpa syarat berarti walau orang lain bukan kerabat kita, ketika ia menderita, kita tetap datang untuk menghibur, mendampingi, dan membantunya. Inilah Bodhisatwa, yaitu makhluk yang memiliki cinta kasih berkesadaran.


Dalam kehidupan sehari-hari, hendaknya kita terus belajar untuk memiliki cinta kasih berkesadaran. Ketika sesuatu terjadi, kita harus bijaksana dan cepat bertindak. Oleh karena itu, kita harus belajar bagaimana menjadi seorang Bodhisatwa. "Sadar" berarti memiliki kebijaksanaan. Dalam keseharian, kita harus belajar untuk bijaksana, cerdas, dan tangkas. Kita harus tangkas untuk bisa melakukan sesuatu dengan benar. Inilah yang disebut dengan "sadar".
Lihatlah, di antara "belajar" dan "sadar", harus ada Jalan Bodhisatwa. Anda dan saya adalah Bodhisatwa. Saya dan kalian sedang menapaki jalan ini. Meski saya tidak bisa bergerak secara langsung, tetapi hati dan pikiran saya dapat segera merespons. Saya akan berkata kepada relawan, "Pergilah dan lihatlah apakah semuanya baik-baik saja. Apakah kalian sudah bersiap-siap untuk memahami kondisi bencana di sana? Kalian harus segera bergerak dan memahami kondisi mereka."
Setelah paham, barulah kita dapat bergerak. Begitulah cara kita mempelajari Jalan Bodhisatwa, yaitu dengan bersumbangsih dengan penuh kesadaran. Jangan berkata, "Saya sudah tahu. Kami sudah sering melakukannya." Setiap situasi itu berbeda. Setiap makhluk memiliki pandangan dan kebiasaannya masing-masing. Ketika membantu orang lain, jika kita tidak menggunakan kebijaksanaan dalam berinteraksi, bisa saja niat kita untuk menolong malah disalahpahami.

Ada orang yang tidak mau dibantu karena merasa dikasihani. Padahal, kita tidak berniat mengasihani. Mereka merasa kita mengasihani, lalu muncul rasa rendah diri. Mereka tidak memiliki pikiran positif sehingga merasa rendah diri. Oleh karena itu, kita harus mencurahkan perhatian kepada orang-orang seperti ini. Meski tidak ada hubungannya dengan kita, tetapi apa yang terjadi dengan mereka itu berhubungan dengan dunia. Oleh karena itu, kita harus memedulikan mereka.
Perhatian dan rangkulan yang tulus akan terasa sangat hangat. Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus menumbuhkan rasa akrab dan menjadi pribadi yang hangat. Kalau ada banyak orang, jangan menyebar gosip. Jika mendengar hal-hal negatif, sadari bahwa itu bagian dari dunia yang penuh dengan kegelapan batin. Kita harus segera berpaling dan menenangkan diri.
Ketika keadaan mulai tenang, kita bisa kembali memeluk mereka dan menjelaskan bahwa kita tidak bermaksud buruk. Semua ini adalah bagian dari proses belajar untuk menjadi makhluk dengan cinta kasih berkesadaran. Hal ini harus kita pelajari di tengah dunia.
Berkat adanya komunitas ini, barulah kita memiliki kesempatan untuk belajar. Berkat adanya kesempatan untuk belajar, barulah kita bisa menapaki Jalan Bodhisatwa. Dengan menapaki Jalan Bodhisatwa, kita menjadi sadar terhadap dunia. Inilah praktisi Buddhis sesungguhnya.
Merenungkan ketidakkekalan hidup dalam keheningan
Menolong dan melindungi orang yang menderita
Membangkitkan cinta kasih, welas asih, dan kebijaksanaan
Melihat kebenaran dan belajar untuk mengubah kesesatan menjadi kesadaran
Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 20 Juli 2025
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Graciela
Ditayangkan Tanggal 22 Juli 2025