Ceramah Master Cheng Yen: Mempertahankan Sifat Hakiki dan Melakukan Kebajikan

Akibat sifat manusia yang buruk, kondisi di dunia kian hari kian tidak aman. Karena itu, perubahan kondisi iklim menjadi sangat ekstrem. Kita sering mendengar tentang terjadinya berbagai bencana. Bumi telah mengirimkan sinyal darurat. Jika kita sebagai umat manusia tidak berintrospeksi diri dan merenungkan bahwa segala sesuatu kita lakukan di dunia ini telah perlahan-lahan membawa kerusakan bagi bumi, maka bencana akan semakin kerap terjadi. Ini sungguh menakutkan. Entah apa yang akan terjadi pada bumi ini kelak.

Di Texas, Amerika Serikat, hujan lebat telah menyebabkan banjir di beberapa wilayah. Ditambah lagi, kerusakan akibat badai tropis beberapa waktu lalu masih belum pulih hingga sekarang. Bencana angin, bencana air, dan bencana api, semuanya terjadi pada saat sekarang ini. Kini, kondisi di bumi sangat tidak aman. Bukankah bencana alam tengah berbalik menyerang manusia? Karena itu, kita harus meningkatkan kewaspadaan. Karena itu, kita harus meningkatkan kewaspadaan. Setiap hari kita harus mawas diri dan berhati tulus. Kita harus menggunakan hati penuh syukur untuk melewati setiap hari. Kita harus menghargai setiap detik dengan baik. Janganlah kita berbuat sesuka hati. Kita harus percaya bahwa semua kehidupan di dunia ini adalah setara. Buddha mengajarkan kepada kita bahwa jika setiap orang dapat memperlakukan semua makhluk secara setara, maka kehidupan di dunia akan aman dan tenteram. Karena sifat yang keras kepala dan kemampuan yang tumpul, manusia sangat sulit dibimbing. Karena itu, Buddha harus mengembangkan metode terampil untuk membimbing sesuai kemampuan masing-masing pendengar pada saat yang berbeda-beda. Apakah manusia mudah untuk dibimbing? Sangat sulit. Karena itulah, di dunia ini terdapat banyak bencana. Ini sungguh memprihatinkan. Tentu saja, masih ada orang yang melatih diri dengan giat. Buddha ingin kita mengembangkan sifat hakiki yang bajik dan menjadi orang yang dapat membantu sesama.

Kita juga tahu bahwa insiden ledakan di Ba-xian Water Park telah berlalu 4 bulan lebih. Pasien korban ledakan terakhir di Rumah Sakit Tzu Chi Taipei, Nona Si-ting, juga telah keluar rumah sakit. Ketahuilah bahwa saat dia berjuang untuk bertahan hidup, berapa banyak tenaga medis yang berjuang bersamanya. Pada tanggal 4 Juli, kita dapat foto sinar-X pasien ini terlihat normal. Namun, dua hari kemudian, kita dapat melihat bagian paru-paru pasien ini memutih di seluruh bagian. Selain itu, kadar oksigen dalam darahnya tak kunjung meningkat. Dia mengalami shock dan jumlah urinenya juga berkurang. Segala gejala yang dapat kita bayangkan semuanya muncul di tubuhnya.

“Kami segera memasangkan tabung endotrakeal dan respirator ditambah steroid karena dia mengalami luka paru-paru akut. Setelah upaya yang dilakukan, tiga hari kemudian, kami menemukan bahwa foto sinar-X paru-parunya semakin memutih. Saya masih ingat saat rapat, kami melaporkan kepada kepala rumah sakit bahwa kami merasa seperti akan kehilangan nyawa anak muda ini. Kepala rumah sakit mengucapkan tiga kata dengan ringan, “Pokoknya jangan menyerah.” Tentu saja, para dokter berusaha semaksimal mungkin. Anak muda ini mengandalkan oksigenasi membran ekstrakorporeum (ECMO) untuk mempertahankan fungsi paru-parunya. Dia juga harus menjalani cuci darah selama 24 jam untuk mempertahankan fungsi ginjalnya. Kita dapat melihat selain ada tabung endotrakeal, pipa nasogastrik, dan kateter saluran urin, juga ada sebuah monitor di sampingnya untuk mengamati sirkulasi darahnya. Di tubuhnya terpasang banyak selang. Kami berharap lewat upaya yang dilakukan, pasien ini dapat bertahan. Empat hari kemudian, foto sinar-X-nya seperti ini. Semakin gelap foto sinar-X-nya, kehidupan kami semakin terang. Lewat berbagai upaya itu, secara perlahan-lahan, kadar oksigen dalam darahnya semakin meningkat. Empat hari kemudian, kami mencabut ECMO-nya. Lalu, tiga hari kemudian, kami mencabut mesin dialisis. Kondisinya perlahan-lahan kembali normal,” ucap dr. Wu Yao-guang, Dokter spesialis paru RS Tzu Chi Taipei.

Pada tanggal 22 Juli, kita dapat melihat paru-paru pasien ini kembali sehat seperti sebelum terjadi insiden itu. Kita juga melihat seorang dokter yang berkata bahwa dia sungguh merasakan bahwa dokter bagaikan nakhoda. Sekelompok besar tenaga medis yang terdiri atas dokter, perawat, dan lain-lain, bekerja sama untuk menyelamatkan kehidupan dan menolong pasien dari kondisi kritis. “Pasien ini baru saja memasang banyak alat untuk mempertahankan hidupnya. Di antaranya termasuk alat intubasi, respirator, ECMO, mesin dialisis, serta banyak alat lainnya untuk bertahan hidup. Saat pasien ini akan menjalani operasi, kami harus sangat berhati-hati untuk memindahkan pasien ini dari ruang perawatan intensif ke ruang operasi. Pada saat itu, saya merasa kami bagai berperan sebagai nakhoda. Nakhoda mengangkut semua makhluk menyeberangi sungai kelahiran kembali untuk mencapai pantai Nirvana,” ucap dr. Huang Jun-ren, Dokter spesialis anestesi RS Tzu Chi Taipei.

 Tim medis yang terdiri atas 14 orang ini memiliki tugas masing-masing. Ada orang yang bertanggung jawab atas respiratornya, ada orang yang bertanggung jawab atas ECMO-nya, ada pula yang bertanggung jawab atas alat-alat lainnya. Setiap kali melangkah, 14 orang tenaga medis saling bertanya, “Apakah bisa?” “Bagaimana dengan orang di depan?” “Bagaimana dengan orang di belakang?” “Apakah yang di belakang sudah mengikuti?” “Apakah alat-alatnya masih terpasang baik?” Setiap orang melangkah dengan hati-hati. Tantangan yang paling besar adalah saat melewati pintu kecil atau saat harus berbelok setelah melewati pintu. Setiap tindakan harus terkoordinasi dengan baik karena kami tengah membantu pasien “menyeberangi sungai kelahiran dan kematian”. Para dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya mengelilingi pasien itu. Sungguh, mereka bersama-sama menolong pasien melewati kondisi kritis. Untuk menyelamatkan pasien itu sungguh bukan hal yang mudah. Akhirnya, pasien itu berhasil melewati masa-masa kritis.

Kita dapat melihat pasien itu kembali tersenyum. Sebelum keluar rumah sakit, dia menggunakan tangannya yang terluka untuk menuangkan rasa syukurnya. Dia berterima kasih kepada tim medis yang telah memperhatikannya dengan penuh cinta kasih dan telah mendampinginya selama 125 hari. Kini anak ini telah mulai menjalani fisioterapi. Dia melangkah maju selangkah demi selangkah. Saat menjalani terapi oksigen hiperbarik, sang dokter juga terus mendampingi dan memperhatikannya.

Kali ini, kita juga harus berterima kasih kepada Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan yang telah sangat bekerja keras. Kali ini, jika tanpa dukungan besar dari pemerintah dan masyarakat, maka entah apa yang harus dilakukan oleh anak-anak dan keluarga korban ledakan untuk menanggung biaya pengobatan. Sebagian besar korban ledakan mengalami luka yang serius. Entah apa yang harus mereka lakukan. Untungnya, ada dukungan dari pemerintah dan masyarakat. Yang terpenting adalah para dokter, perawat, dan berbagai tenaga professional yang bergerak untuk membantu.Ini semua sungguh tidak mudah.

Sungguh, setiap tenaga medis berusaha segenap hati dan tenaga untuk menyelamatkan pasien dari kondisi kritis. Sekelompok tenaga medis ini merupakan Bodhisatwa yang membantu semua pasien melewati masa-masa kritis. Kita sungguh harus menghormati dan berterima kasih kepada tenaga medis. Jika masyarakat kita tidak memiliki sistem pelayanan kesehatan, entah apa yang akan terjadi. Semua orang tidak bisa terhindar dari fase lahir, tua, sakit, dan mati. Karena itu, kita tidak bisa kekurangan pelayanan kesehatan. Kita hendaknya sungguh-sungguh bersyukur atas hal ini.

Bumi ini terus mengirimkan sinyal darurat

Menghormati dan memandang semua makhluk secara setara

Menyelamatkan semua makhluk dengan welas asih tak terhingga

Mempertahankan sifat hakiki dan melakukan kebajikan

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 2 November 2015

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 2 November 2015

Jika menjalani kehidupan dengan penuh welas asih, maka hasil pelatihan diri akan segera berbuah dengan sendirinya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -