Ceramah Master Cheng Yen: Mempertahankan Tekad dalam Welas Asih dan Kebijaksanaan

Saya sering berpesan agar semua orang mawas diri dan berhati tulus.  Ya, lihatlah, bencana alam semakin sering terjadi. Setiap hari, saya selalu memperhatikan kondisi cuaca di seluruh dunia. Saya juga memperhatikan negara mana yang unsur tanah, air, api, atau anginnya tidak selaras sehingga terjadi bencana. Inilah yang biasanya paling saya khawatirkan dan selalu saya perhatikan setiap hari.

Datangnya topan juga harus kita perhatikan. Saya teringat bencana banjir 7 Agustus 60 tahun silam. Saat itu, korban jiwa mencapai 600 orang lebih. Ratusan orang juga dinyatakan hilang. Rumah-rumah dan harta benda juga banyak yang rusak. Banyak warga harus mengungsi ke tempat sanak famili atau kerabat. Namun, mereka yang kurang beruntung kembali terkena dampak topan beberapa kali di kemudian hari.

 

Saat relawan Tzu Chi pergi ke daerah bencana, mereka sering bertemu warga yang mengaku, "Saya adalah korban bencana topan 7 Agustus 1959 silam. Kini saya kembali terkena bencana topan." Sungguh banyak hal yang memprihatinkan di dunia. Apakah semua ini terjadi akibat jalinan jodoh? Ya, seharusnya demikian. Berkali-kali mereka tak bisa luput dari topan dan banjir. Mereka sungguh menderita. Jadi, ketidakselarasan empat unsur di dunia memaksa manusia untuk  meninggalkan kampung halaman. Ini sungguh membuat manusia tidak berdaya.

Pada perjalanan keliling sebelumnya, saya meminta semua orang untuk mengusung tema "Tidak Melupakan Tahun Itu". Saya berharap insan Tzu Chi sungguh-sungguh mengenang perjalanan yang telah dilalui. Setelah bergabung dengan Tzu Chi, adakah kalian mengikuti suatu kegiatan yang berpengaruh bagi kehidupan sendiri, bagi masyarakat, dan sebagainya? Kalian hendaknya mengingat-ingat perjalanan yang telah dilalui.


Kali ini, saya berkeliling Taiwan selama 31 hari. Saya terus mendengar para relawan bercerita. Ya, cerita yang dibagikan sangat berisi. Ada seorang doktor yang kembali dari Amerika Serikat mengatakan kepada saya bahwa ada satu bagian di dalam otak kita yang mengatur tentang welas asih demi kebaikan orang lain.

Saya segera bertanya apakah manusia pada umumnya tidak mengaktifkan bagian otak itu. "Jika manusia memiliki welas asih, mengapa dunia ini demikian kacau?"

Beliau menjawab saya, "Karena bagian otak ini tertutup oleh selapis kegelapan batin. Karena itu, bagian ini jarang aktif."

Bukankah ini yang dikatakan dalam ajaran Buddha tentang kegelapan dan noda batin?

Semua orang memiliki hakikat kebuddhaan. Bukankah saya sering mengatakan ini? Hanya saja, manusia diliputi noda dan kegelapan batin. Bukankah ini sejalan dengan sains? Ya, pengetahuan ini telah dibabarkan oleh Yang Mahasadar di Alam Semesta, Buddha Sakyamuni. Buddha datang ke dunia dan telah membuka sebuah jalan bagi kita, yaitu Jalan Bodhi yang lapang dan lurus.


Dahulu bukankah saya sempat terus membahas bahwa manusia harus membentangkan jalan ini bagi diri sendiri? Sudahkah kita mempraktikkan Dharma? Dengan hidup sesuai Dharma, barulah kita bisa berjalan menuju Jalan Bodhi. Sebaliknya, penyimpangan sedikit saja akan menjauhkan kita dari Jalan Agung ini.

Bodhisatwa sekalian, kita semua hendaknya tetap tidak melupakan tahun itu, orang-orang saat itu, dan tekad saat itu. Harap kalian semua tidak hanya menjadikan seruan saya ini sebagai slogan semata. Kita tetap harus melakukan praktik nyata dan terus mengingat hal-hal berkesan dalam tahun-tahun perjalanan kita di Tzu Chi.

Kini kita tengah mengadakan pameran proyek pascagempa 21 September 1999. Kita dapat melihat pertumbuhan anak-anak. Mereka telah tumbuh besar. Segala pencapaian terwujud seiring waktu. Tekad yang dibangun dalam sekejap dapat memengaruhi perjalanan seumur hidup. Jangan berkata, "Master, Anda terus mengungkit hal-hal puluhan tahun lalu." Ya, tekad seketika puluhan tahun lalu itulah yang membuat Tzu Chi ada seperti sekarang ini.


Kita hendaknya tetap tidak menyia-nyiakan waktu yang ada dan tidak melupakan sedikit pun perjalanan yang telah dilalui. Ini juga disebut "tanpa celah". Segala hal yang patut dikenang hendaknya kita ingat dan ambil menjadi inspirasi bagi masa kini agar orang-orang turut mengingat kembali perjalanan yang telah dilalui. Jadi, harap semua orang jangan membiarkan kenangan atas hal-hal penting dalam kehidupan kita pudar begitu saja.

Buddha mengajarkan kebijaksanaan tanpa celah. Kebijaksanaan tanpa celah berarti tidak membiarkan batin kita bercelah atau bocor. Namun, jangan pula kita menyimpan noda batin. Celah juga merujuk pada noda batin. Ada orang yang malah menyimpan dan mengingat hal yang bukan-bukan di dalam hati. Ini tidak benar. Hal-hal bermakna yang telah berlalu boleh kita kenang dan bagikan untuk menginpirasi orang lain agar orang yang belum mendengar, melihat, atau mengetahuinya, terutama kaum muda, bisa mendapat pelajaran dari sejarah nyata yang kita bagikan.

Kini gempa terjadi dalam rentang mingguan. Belakangan ini, saya sering mendengar berita tentang gempa bumi di seluruh dunia, terutama pada beberapa hari belakangan ini. Saya juga mengkhawatirkan hal ini. Jadi, semua orang, selain waspada terhadap datangnya topan, hendaknya juga waspada terhadap gempa. Kita harus mawas diri, tulus, dan waspada. Terima kasih. Kita hendaknya bersungguh hati setiap saat.

Mengenang penderitaan akibat bencana alam
Tidak melupakan perjalanan yang telah dilalui
Menginspirasi orang untuk mawas diri dan tulus
Tidak melupakan tekad awal menuju Jalan Bodhi

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 7 Agustus 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina
Ditayangkan tanggal 9 Agustus 2019

Tak perlu khawatir bila kita belum memperoleh kemajuan, yang perlu dikhawatirkan adalah bila kita tidak pernah melangkah untuk meraihnya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -