Ceramah Master Cheng Yen: Mempraktikkan Dharma untuk Mengubah Kesadaran Menjadi Kebijaksanaan

“Orang yang tak mengerti dialek Taiwan dan tidak bisa membaca aksara Tionghoa (Mandarin), bagaimana bisa mengikuti ceramah pagi Master Cheng Yen? Saat itu saya mendengar bahwa ternyata Master harus bangun pagi-pagi sekali untuk bisa berceramah. Saya tidak sampai hati. Mengikuti ceramah pagi Master, saat itu pemikiran saya hanyalah untuk "menemani". Terlebih saat ini, Master mengerahkan seluruh kehidupannya untuk dapat membabarkan Dharma. Orang-orang yang belum ikut mendengar, harus menggenggam kesempatan saat ini. Saya menderita depresi yang sangat parah, tidak sembuh meski sudah minum obat. Dibutuhkan air Dharma untuk menyucikan hati saya. Kini saya sudah mengerti hukum karma,” kata Huang Xiao-qing, relawan Tzu Chi asal Malaysia.

“Suatu kali saya tertekan hingga tak mampu bicara, hanya bisa menangis. Beruntung, saya bergabung dengan Tzu Chi dan mendengar ceramah pagi Master Cheng Yen. Dari sini saya paham bahwa ajaran Buddha dapat memberi kita cara untuk menghadapi masalah. Kita bisa menemukan jawaban. Meski kini saya masih minum obat, tetapi kondisi saya sudah semakin baik. Mohon Master jaga kesehatan. Kami semua masih ingin mendengar Dharma. Dharma dari Master dapat membantu banyak orang keluar dari penderitaan. Terima kasih, Master,”kata Xiao-qing lagi.

“Saya mengikuti ceramah pagi Master Cheng Yen sejak dari tidak mengerti  bahasa Mandarin sama sekali, hingga bisa berbicara, membaca, dan menerjemahkan bahasa Mandarin karena saya berusaha untuk menyerap Dharma ke dalam hati dan menjalankannya. Setelah mendengar ceramah Master, saya menjalankan dan mempraktikkannya. Saya juga belajar untuk menjadi orang yang bisa bersumbangsih. Ternyata, Jalan Bodhisatwa adalah Dharma Mahayana,” kata Hong Li-si, relawan Tzu Chi Malaysia lainnya.

 

Kita harus terjun ke tengah masyarakat untuk membantu orang yang menderita dan belajar untuk menyadari berkah. Saya mengikuti banyak kegiatan karena Master Cheng Yen berkata bahwa dengan banyak melakukan, kita akan memahami. Ini benar. Kita harus banyak melakukan agar bisa banyak belajar dan membimbing lebih banyak orang. Saat bertemu orang atau masalah, kita harus bisa menjadi pembimbing. Kita yang mempelajari Dharma harus bisa memperbaiki diri dan mengubah tabiat buruk,” kata Guo Yu-mei, relawan Tzu Chi Malaysia.

Mendengar kisah para relawan yang mengikuti ceramah pagi saya, meski (mereka) tidak mengerti dialek saya, saya sangat kagum atas kegigihan mereka dalam mengatasi berbagai halangan. Namun, penyakit pada tubuh kita harus kita tanggung dan atasi sendiri. Rintangan ini bukan datang dari orang lain, melainkan diri sendiri. Manusia tak luput dari penyakit.

Mempelajari ajaran Buddha berarti belajar untuk mencapai kedamaian. Kita harus bertahan dan bersabar. Kita harus bertahan terhadap penyakit di tubuh. Kita pun tetap harus menggenggam waktu yang ada. Kita hendaknya berbahagia dan membuka hati agar noda dan kegelapan batin dapat terkikis. Noda batin dan kerisauan di kehidupan ini harus kita bersihkan pada kehidupan ini juga. Pelajaran dan tugas hari ini harus kita selesaikan hari ini juga. Kita harus menerimanya dengan senang hati. Waktu tetap harus kita manfaatkan dengan baik. Kehidupan memang tidak kekal. Ketidakkekalan ini memang demikian adanya. Kebenaran sejati ada dalam diri kita semua. Kebenaran sejati ini selalu ada.


Saat kita meninggal, hakikat sejati ini tetap ada. Kita harus sungguh-sungguh menyelesaikan pelajaran dan tugas kita pada kehidupan ini. Hal ini akan mempengaruhi kesadaran kita di hari terakhir kehidupan ini. Karena itu, saya selalu mengingatkan untuk mengubah kesadaran menjadi kebijaksanaan.

Saya berharap kita semua terus berlatih setiap hari. Pengetahuan harus kita ubah menjadi kebijaksanaan. Inilah mengubah kesadaran menjadi kebijaksanaan. Misalnya, dalam pandangan umum, saya sudah tua dan seharusnya beristirahat. Kondisi fisik saya juga tidak baik. Saya seharusnya mengambil cuti panjang. Kalian mengerti yang saya maksud? (Mengerti) Kalian seharusnya mengerti.

Intinya, saya tidak beristirahat, juga tidak mengambil cuti karena saya masih bernapas. Saya masih ingin melakukan banyak hal selama saya masih bernapas. Saya tidak ingin menyia-nyiakan waktu sedetik pun. Selama berinteraksi dengan orang lain, saya bagaikan naga yang penuh semangat. Namun, sejujurnya, saat masuk ke ruang baca, saya bagaikan cacing yang sakit. Saya juga tidak berdaya dalam hal ini. Saya merasa bagaikan balon yang bocor dan tak mampu terbang. Namun, keesokan harinya, balon ini bagai terisi kembali dengan gas dan dapat kembali terbang tinggi.


Begitulah kehidupan. Jadi, setelah mendengar Dharma, kita harus mempraktikkannya dalam keseharian. Dharma harus digunakan dalam kehidupan. Jadi, kita harus sungguh-sungguh menggenggam waktu dalam kehidupan kita.

Welas asih untuk membawa manfaat bagi makhluk lain berkaitan dengan satu bagian pada otak kita. Ia akan aktif selama kita terus mengingatnya. Ini juga merupakan Dharma yang sering saya sampaikan kepada semua orang. Kapankah saya tidak membahas cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin? Kapankah saya tidak membahas aktivitas yang membawa manfaat bagi orang lain? Welas asih demi manfaat makhluk lain ini adalah Dharma yang harus terus kita ingat agar bagian otak yang berkaitan dengannya dapat senantiasa aktif.

Dalam setiap tindakan, kita harus ingat bahwa membawa manfaat bagi orang lain paling membahagiakan. Kebahagiaan ini terwujud karena kita memahami Dharma dan mempraktikkannya. Pemahaman Dharma lewat praktik nyata ini benar-benar menjadi milik kita. Dengan membawa manfaat bagi diri sendiri dan makhluk lain, perlahan-lahan kita membangun Jalan Bodhisatwa yang lapang. Jalan ini adalah jalan yang mengarah pada pencerahan, yaitu Kebuddhaan. Saat itulah kesadaran kesembilan terpancar. Itulah kebenaran sejati yang murni tanpa noda. Untuk mencapainya, kita harus ingat untuk menapaki Jalan Bodhisatwa.


Pikiran kita bagaikan raja yang menentukan segala yang kita lakukan. Kita harus memiliki sebuah arah, yakni Jalan Bodhisatwa yang dilandasi welas asih untuk membawa manfaat bagi makhluk lain. Kita harus mempraktikkan Jalan Bodhisatwa. Ini adalah ladang pelatihan kita yang sesungguhnya. Di ladang ini ada begitu banyak Bodhisatwa yang bertekad dan berikrar.

Jalinan jodoh dengan semua makhluk harus kita pupuk dari kehidupan ke kehidupan. Setiap Bodhisatwa sama dalam hal ini. Setelah membangkitkan tekad, kita akan memupuk jalinan jodoh yang akan terus berlanjut.

Saya berharap semua orang paham bahwa keyakinan adalah ibu dari segala pahala yang menumbuhkan segala akar kebajikan. Segala akar kebajikan tumbuh dari keyakinan. Keyakinan adalah ibu dari segala pahala yang menumbuhkan segala akar kebajikan. Akar kebajikan ini dapat menjadi kebiasaan. Bukankah saya sering mengatakan bahwa melatih diri berarti memperbaiki kebiasaan kita?

Kita harus selalu mengingatkan diri kita agar tidak memelihara kebiasaan buruk. Kebiasaan buruk harus kita ubah dan perbaiki. Inilah pahala dari mendengar Dharma. Setelah mendengar, menyerap dan mempraktikkan Dharma, kita dapat membawa manfaat bagi orang lain. Inilah pahala.

Menahan penderitaan dan menerimanya dengan sukacita
Melenyapkan kerisauan dalam kehidupan ini juga
Pikiran mengarahkan pada Jalan Bodhisatwa
Melatih diri dan membawa manfaat bagi orang lain demi memupuk pahala

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 29 Juli 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, 
Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina
Ditayangkan tanggal 31 Juli 2019
Kita hendaknya bisa menyadari, menghargai, dan terus menanam berkah.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -