Ceramah Master Cheng Yen: Memupuk Berkah dan Mewariskan Hati Buddha

Begitu turun dari mobil dan masuk ke sini, saya sangat gembira melihat “Bambu-bambu yang Penuh Berkah”. Setiap batang bambu mengandung kebijaksanaan. Selain itu, relawan kita juga memupuk tetes demi tetes berkah di dalam bambu ini. Dalam dialek Taiwan, kata “bambu” terdengar sama seperti kata “pahala”. Jadi, kita memupuk tetes demi tetes berkah di dalam bambu dengan kebijaksanaan. Saya sungguh sangat bersyukur.

Kita juga hendaknya bersyukur atas lingkungan tempat tinggal kita yang aman dan tenteram. Jangan melupakan gempa bumi yang terjadi pada tahun 1999, bulan September... (Tanggal 21) Benar. Dalam bencana kali itu, kita merasakan bahwa hidup ini tidaklah kekal dan nafsu keinginan yang berlebihan mendatangkan penderitaan.

 

Di dunia ini, karena nafsu keinginan manusia yang berlebihan, pegunungan mengalami kerusakan. Selain itu, pencemaran akibat pengembangan industri selama puluhan tahun ini pun telah membuat bumi terluka dan kondisi iklim tidak selaras. Akibat nafsu keinginan manusia, empat unsur alam, yakni unsur tanah, air, api, dan angin, menjadi tidak selaras.

Gempa bumi itu terjadi 20 tahun lalu. Kita harus bersungguh hati mengenang kondisi pada saat itu. Banyak Bodhisatwa dari berbagai arah yang muncul di wilayah tengah Taiwan. Saya juga sangat bersyukur dan tersentuh. Ada sebagian insan Tzu Chi setempat yang rumahnya juga mengalami kerusakan, tetapi begitu bencana terjadi, mereka segera mengenakan seragam relawan untuk menjalankan misi mereka.

 

Sebelum matahari terbit, insan Tzu Chi di sekitar sudah menjangkau wilayah yang terkena dampak bencana serius ini untuk memberikan penghiburanmserta menenangkan fisik dan batin korban bencana. Perlahan-lahan, matahari pun terbit. Relawan dari wilayah yang jauh juga tiba di lokasi bencana. Relawan yang kembali dari luar negeri juga tidak sedikit.

Sungguh, mengenang kondisi pada saat itu, hati saya dipenuhi rasa syukur. Kita harus bersyukur. Penyaluran bantuan dilakukan dalam jangka panjang, terlebih pembangunan kembali gedung sekolah. Berhubung pendidikan anak tidak bisa ditunda, kita harus mendirikan gedung sekolah yang tahan terhadap gempa bumi. Saya juga bersyukur ada banyak arsitek yang membuat rancangan gedung sekolah di berbagai tempat.

 

Agar kita bisa mengetahui bentuk bangunan yang akan dibangun, kita juga meminta mereka membuat miniatur bangunannya. Miniatur setiap gedung sekolah pernah saya pegang dan amati dengan saksama. Warga yang terkena dampak bencana tidak sedikit. Kita juga perlu menenangkan batin, fisik, dan kehidupan korban bencana. Karena itu, kita segera mendirikan rumah rakitan sementara.

Saat itu, saya bersiteguh bahwa luas rumah harus sekitar 40 meter persegi. Rumah rakitan sementara ini harus cukup kukuh untuk ditempati para korban bencana selama 3–4 tahun. Kita sangat bersungguh hati merancang lingkungan tempat tinggal mereka untuk menenangkan fisik dan batin mereka. Jadi, mereka bisa berfokus merencanakan pembangunan kembali rumah mereka dan pergi bekerja dengan tenang. Inilah kesungguhan hati kita saat itu.

 

Saat dilantik hari ini, di depan dada kalian disematkan pita bertuliskan “hati Buddha, tekad Guru”. Pesan yang diberikan oleh guru saya adalah  “demi ajaran Buddha, demi semua makhluk”. Saya mengingatnya selamanya. Setiap hari, setelah bersyukur, saya mengingatkan diri sendiri untuk bersumbangsih bagi semua makhluk dan bersungguh hati demi ajaran Buddha. Ajaran Buddha dan pesan guru saya tidak berani saya lupakan. Jadi, saya harus bersumbangsih demi semua makhluk. Saya harus bersyukur atas setiap waktu yang dilalui dengan tenteram. Demikianlah saya meneladani hati Buddha.

Saya berharap setiap insan Tzu Chi dapat meneladani hati Buddha. Ajaran Jing Si adalah giat mempraktikkan jalan kebenaran. Saya berharap semua murid saya, baik bhiksuni maupun umat perumah tangga, dapat tekun dan bersemangat melatih diri. Dengan giat mempraktikkan jalan kebenaran, kita bisa menumbuhkan jiwa kebijaksanaan dan waktu kita tidak disia-siakan. Ini bermanfaat bagi diri sendiri.

 

Kita juga harus turut bersumbangsih untuk melindungi Bumi. Jika kesehatan Bumi terjaga, kita baru bisa menikmati lingkungan tempat tinggal yang baik di kehidupan mendatang. Jika kita terus menciptakan karma buruk, maka kekuatan karma buruk kolektif akan mengikuti kita ke kehidupan berikutnya. Ini sangat menakutkan. Jadi, mulai sekarang, kita harus mengasihi dan melindungi Bumi serta menyucikan hati manusia.

Murid-murid Jing Si Nantou berikrar untuk menyatukan hati dan tenaga, terus-menerus menggalang hati dan cinta kasih, menyebarkan semangat celengan bambu, serta memupuk tetes demi tetes cinta kasih dan berkah.

 

Bodhisatwa sekalian, saya sangat tersentuh. Pementasan Tujuh Faktor Pencerahan kalian sungguh tidak mudah dan iramanya sangat cepat. Selain itu, setiap kata sangat inspiratif. Semoga kalian bisa bekerja keras dan mengingatkan diri sendiri untuk bersungguh-sungguh melatih diri. Kalian melatih fisik dan batin kalian dengan mempraktikkan Dharma. Gerakan, ucapan, dan pikiran yang kompak menunjukkan bahwa kalian telah menyerap Dharma ke dalam hati.

Saya memuji kalian dan bersyukur pada kalian. Semoga kalian dapat mempraktikkan Dharma dalam kehidupan sehari-hari untuk menumbuhkan jiwa kebijaksanaan. Dengan demikian, saya bisa tenang. Saya mendoakan kalian. Terima kasih. Semoga jiwa kebijaksanaan kalian bertumbuh setiap hari serta hidup aman dan tenteram. Terima kasih.

 

Memupuk cinta kasih dan berkah di dalam bambu

Mengenang ketidakkekalan dengan perasaan senasib dan sepenanggungan

Bersama-sama melindungi bumi yang rentan

Menumbuhkan jiwa kebijaksanaan dan mewariskan hati Buddha

 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 17 Januari 2019

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 19 Januari 2019

The beauty of humanity lies in honesty. The value of humanity lies in faith.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -