Ceramah Master Cheng Yen: Memupuk Kebajikan dan Mewariskan Cinta Kasih dalam Keluarga


Bodhisatwa sekalian, saya merasa sangat senang karena kita telah menjalankan misi Tzu Chi di Pingtung selama 40 tahun lebih. Saat itu, Bapak Chen, Jing Zhi, Jing Li, dan Jing Chou mendedikasikan diri pada misi Tzu Chi. Begitu pula dengan orang-orang yang berada di hadapan saya saat ini. Semuanya sungguh-sungguh sepenuh hati.

Ketika mengikuti saya, kalian semua sangat sepenuh hati pada ladang pelatihan ini untuk menjalankan misi Tzu Chi dan menapaki Jalan Bodhisatwa. Semuanya telah bersungguh hati dan menggunakan cinta kasih. Saya sangat bersyukur. Selama saya masih ada, semuanya adalah generasi pertama Tzu Chi.

Melihat begitu banyak relawan senior yang masih mengikuti saya dengan amat dekat, saya berpikir mengenai jalinan jodoh guru dan murid sejak kalian baru mengenal saya hingga saat ini. Berkat perkembangan teknologi yang pesat, meski saya membabarkan Dharma di Hualien, dengan satu ketukan jari di telepon seluler kalian, kalian akan terhubung dan dapat mendengarkan saya. Begitu pula ketika menyalakan televisi, kalian dapat melihat saya. Jadi, kalian tidak meninggalkan saya dan saya tidak meninggalkan kalian.

Saya selalu teringat akan masa lalu. Saat ini, hal yang paling membahagiakan ialah saya dapat datang ke sini bertemu dengan kalian dan saya memiliki kesempatan untuk mengenang masa lalu. Ini disebut dengan kesadaran. Saya sering mengatakan bahwa semua orang pada dasarnya memiliki hakikat kebuddhaan. Kita semua memiliki hakikat yang sama dengan Buddha. Hanya saja, lebih dari 2 ribu tahun yang lalu, Beliau telah mencapai pencerahan, sedangkan lebih dari 2 ribu tahun kemudian, kita baru mempelajari ajaran Buddha.


Saat ini, kita semua telah bergabung dengan Tzu Chi. Relawan paling senior telah bergabung selama lebih dari 40 tahun. Pada masa awal Tzu Chi, relawan dimulai dari 2 atau 3 orang. Namun, hingga saat ini, tahun demi tahun, kita terus menggalang Bodhisatwa. Saya juga melihat bagaimana semangat Tzu Chi diwariskan ke generasi kedua, ketiga, dan keempat. Anak yang masih sangat kecil juga dapat merespons semangat celengan bambu. Ini dimungkinkan karena nenek, kakek, ayah, dan ibu yang telah membina welas asih mereka dan mewariskan semangat Tzu Chi.

Saya sering mengatakan bahwa kita harus berbuat baik. Keluarga yang memupuk kebajikan akan dipenuhi berkah. Hendaknya kita menanamkan prinsip ini dari generasi ke generasi sehingga mereka bersedia menciptakan berkah bagi dunia. Tidak peduli berapa banyak yang dapat mereka berikan, kita harus membuat mereka memahami bahwa ketika mereka memberi dengan sukacita dan sesuai dengan kemampuan mereka, kita akan turut bersukacita atas pahala mereka. Jika kita memiliki jalinan jodoh yang lebih dalam dengan seseorang, kita dapat berkata, "Jika Anda memiliki waktu, Anda dapat bergabung dengan Tzu Chi dan mendedikasikan diri untuk mempraktikkan kebajikan."

Melihat Bapak Xue, saya teringat dengan berondong beras. Kisah ini telah berlalu puluhan tahun, tetapi saya selalu menceritakan ini ke mana pun. Hari ini, saya bertemu dengannya. Saat itu, dia selalu mengumpulkan uang hasil penjualan berondong berasnya dan diberikan kepada saya untuk membantu pembangunan rumah sakit. Oleh karena itu, ketika bertemu kembali dengannya, saya merasa sangat senang. Keinginan saya selama puluhan tahun ini telah terpenuhi, yaitu bertemu dengan orang yang sering saya ceritakan.

Sesungguhnya, cinta kasih itu abadi. Insan Tzu Chi memiliki jalinan kasih sayang yang langgeng dan cinta kasih yang luas. Hendaknya kita menjalin jodoh dari kehidupan ke kehidupan. Saya telah mendengar bagaimana semuanya menjadi Bodhisatwa dunia. Ketika mendengar ada orang yang membutuhkan, insan Tzu Chi akan segera membawa bantuan, menghibur, dan merangkul mereka. Pada bulan September, terdengar suara ketidakkekalan di Pingtung.


“Bencana kali ini sangat berbeda dari biasanya. Kali ini, terjadi kebakaran yang sangat besar. Jadi, kami segera bergerak untuk memberikan bantuan,”
kata Huang Li-xiang relawan Tzu Chi.

“Wakil bupati berkata kepada saya, ‘Sejak kebakaran terjadi, sangat banyak yang menunggu anggota keluarga mereka untuk diselamatkan. Beberapa jam telah berlalu dan mereka tidak memiliki kursi untuk duduk, tidak memiliki air untuk minum, dan tidak memiliki makanan. Bolehkah kalian meminta bantuan pada pihak pabrik untuk mendirikan tenda agar mereka dapat beristirahat?’ Saat itu, pihak pabrik berkata kepada kami, ‘Maaf, waktu sudah terlalu malam. Kalian hanya bisa menunggu hingga esok hari pukul 6 pagi.’ Lalu, saya teringat dengan Kakak Li-xiang,” kata Liu Mei-shu Kepala Dinas Sosial Pingtung.

“Pada hari itu, ada beberapa korban yang ditemukan dan harus segera dibawa ke rumah duka. Saat itu, waktu telah menunjukkan hampir pukul 2 pagi. Saya sangat segan untuk menelepon Kakak Li-xiang, tetapi dia tetap menjawab panggilan saya. Meski dia berkata bahwa tidak dapat berbuat apa-apa karena waktu sudah terlalu malam, tetapi sekitar 10 hingga 20 menit kemudian, ada beberapa relawan Tzu Chi datang di hadapan saya. Saat itu, saya ingin meneteskan air mata,” pungkas Liu Mei-shu.

“Insan Tzu Chi tidak hanya bertanggung jawab dalam memberikan penghiburan bagi para korban, tetapi kita juga menyediakan makanan, minuman, dan makanan ringan bagi para penyelamat agar mereka tahu bahwa Tzu Chi selalu mendukung mereka,” kata salah seorang relawan Tzu Chi.


Inilah hati orang tua. Insan Tzu Chi senantiasa melakukan segala hal dengan hati orang tua dan hati Bodhisatwa untuk mengasihi dan melindungi masyarakat. Di mana pun ada orang yang membutuhkan, kita akan bergerak ke sana untuk membawa bantuan. Oleh karena itu, hendaknya kita menggenggam jalinan jodoh.

Untuk menjadi Bodhisatwa, kita harus menjalin jodoh baik dengan banyak orang. Jika tidak, kita tidak dapat menginspirasi orang lain. Tanpa menjalin jodoh secara luas, kita tidak dapat menjadi Bodhisatwa. Jadi, untuk menjadi Bodhisatwa, kita harus menjalin jodoh dari kehidupan ke kehidupan. Ini harus ada dalam kesadaran kita.

Saya sering mengingatkan semuanya agar tidak ketinggalan dalam berbuat baik. Namun, semuanya tetap harus ingat bahwa meski saya berterima kasih atas yang kalian semua lakukan, kalian tetap harus membuat hati saya merasa tenang. Untuk membantu orang lain, kita harus menjaga diri kita sendiri agar memiliki tubuh yang sehat serta selalu hidup aman dan damai. Apakah kalian mengerti? (Mengerti.) Baik.

Banyak hal yang patut disyukuri dan banyak nasihat yang tak habis disampaikan. Kalian semua telah memahami hati saya. Hendaknya semua lebih bersungguh hati. 

Guru dan murid bersama-sama menapaki Jalan Bodhisatwa
Mewariskan kebajikan di dalam keluarga dan menjalin jodoh baik
Mengembangkan welas asih demi melenyapkan penderitaan
Menanamkan berkah dan kebijaksanaan di dalam kesadaran 

Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 10 November 2023
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet
Ditayangkan Tanggal 12 November 2023
Cemberut dan tersenyum, keduanya adalah ekspresi. Mengapa tidak memilih tersenyum saja?
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -