Ceramah Master Cheng Yen: Menabur Benih Tzu Chi di Afrika

“Di Lesotho, terdapat sekitar 300 desa. Di setiap desa terdapat insan Tzu Chi. Jadi, kini kita memiliki sekitar 2.500 hingga 3.000 insan Tzu Chi. Setiap hari Kamis, kami mendengar ceramah Master Cheng Yen. Kami harus mendalami dan mempelajari ajaran Master. Kita juga melihat bagaimana orang-orang memperbaiki hidup mereka,” petikan wawancara relawan Tzu Chi Lesotho.

Kita bisa melihat bagaimana insan Tzu Chi mengemban misi di seluruh dunia. bagaimana insan Tzu Chi mengemban misi di seluruh dunia. Ada banyak negara di Afrika yang kekurangan. Ada banyak negara di Afrika yang kekurangan. Tidak mudah mengemban misi Tzu Chi di sana. Contohnya di Mozambik, Afrika Selatan, atau Lesotho, menjalankan bisnis saja tidak mudah, apalagi menghabiskan waktu dan mengerahkan kekuatan untuk mengemban misi Tzu Chi.

Contohnya di Afrika Selatan. Sesungguhnya, keamanan setempat tidak baik. Banyak insan Tzu Chi yang pernah dirampok atau ditembak. Namun, kini mereka tetap berada di sana meski sudah tidak menjalankan bisnis. Saya pernah bertanya pada Relawan Pan, “Kamu sudah tidak berbisnis di sana, mengapa tidak kembali ke sini?” Saya juga bertanya demikian pada beberapa relawan lain. Mereka menjawab, “Master, relawan lokal di Afrika yang Master kasihi masih membutuhkan kami, bagaimana kami bisa kembali?”


Di sana, mereka menggantikan saya membimbing dan memperhatikan relawan lokal. Para relawan dari Afrika Selatan bahkan bisa mencurahkan perhatian ke negara-negara lain di Afrika.

“Sejak mereka datang ke eSwatini pada tahun 2012, saya banyak belajar lewat mereka. Tanpa mereka, tidak ada yang bisa kami lakukan. Jadi, kami sangat bangga terhadap tim relawan dari Durban. Setiap hari, mereka memikirkan kami yang berada di eSwatini. Apa pun yang terjadi, mereka selalu kembali pada kami. Tim relawan dari Durban mengajari kami untuk selalu rendah hati dan menghormati satu sama lain. Jangan membeda-bedakan. Kita harus senantiasa memiliki semangat kerja sama tim,” petikan wawancara relawan Tzu Chi eSwatini.

Selain memberi bantuan materi, mereka juga menginspirasi kekayaan batin. Karena itulah, saya selalu mengingat murid-murid saya yang menggemaskan ini. Meski kekurangan secara materi, tetapi mereka kaya secara batin. Hati mereka sangat dekat dengan hati saya. Setiap kali mengulas tentang mereka, timbul rasa manis dari lubuk hati saya. Demikianlah relawan kita menyebarkan cinta kasih. Sungguh, saya tidak bisa melakukannya, tetapi mereka bisa. Ini berkat cinta kasih murid terhadap guru. Saya hanyalah orang yang memperoleh manfaat. Saya tidak mampu melakukan apa-apa. Murid-murid sayalah yang melakukan semuanya.


Bodhisatwa sekalian, kalian memiliki jalinan jodoh baik dengan saya. Saya berharap kalian dapat terus menyebarluaskan semangat Tzu Chi. Kita harus terjun ke tengah masyarakat karena Buddha mengajari kita untuk bersumbangsih tanpa pamrih. Kita harus membangkitkan cinta kasih agung tanpa penyesalan. Kita harus terjun ke tengah masyarakat dengan cinta kasih agung tanpa penyesalan.

Kita juga harus membangkitkan welas asih agung tanpa keluh kesah. Bersumbangsih membutuhkan kerja keras dan kita mungkin memiliki perbedaan pendapat dengan orang lain. Jangan mengira bahwa semua insan Tzu Chi selalu sependapat. Kita semua adalah manusia awam. Setiap orang memiliki pandangan masing-masing.

Meski memiliki tujuan dan cinta kasih yang sama, tetapi cara kerja setiap orang berbeda. Karena itu, mungkin akan ada perbedaan pendapat atau mengalami kesulitan dalam mengemban misi. Jadi, kita harus memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan. Kita bersumbangsih bagi orang-orang yang menderita karena bisa turut merasakan kepedihan dan penderitaan mereka. Saat orang lain terluka, kita turut merasakan kepedihan mereka.


Untuk menjadi Bodhisatwa, kita harus memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan. Kita tidak tega melihat orang lain terluka atau menderita. Jadi, demi melenyapkan penderitaan mereka, kita rela bekerja keras. Insan Tzu Chi selalu berkata bahwa mereka akan mengatasi segala rintangan untuk menuntaskan misi. Relawan kita bersumbangsih tanpa keluh kesah.

Kita juga harus membangkitkan sukacita agung tanpa kerisauan. Sukacita agung adalah semangat budaya humanis. Kita harus berusaha agar semua orang bisa bekerja sama dengan harmonis. Antarsesama harus bersatu hati. Kita membangun tekad dan ikrar bersama untuk menjadi Bodhisatwa. Untuk menjadi Bodhisatwa, kita harus membangkitkan Empat Pikiran Tanpa Batas, yakni cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin. Jadi, kita harus melepas ego dan memikirkan kepentingan orang banyak.

Selain itu, kita juga harus tahu berpuas diri, bersyukur, bersikap pengertian, dan berlapang hati. Kalian seharusnya pernah mendengar satu kalimat yang berbunyi, “Berkah adalah kebahagiaan yang diperoleh ketika bersumbangsih; kebijaksanaan adalah kedamaian batin yang diperoleh dari sikap penuh pengertian.” Sungguh, kita harus tahu bagaimana menciptakan berkah dan bersikap penuh pengertian. Inilah kebijaksanaan.


Jadi, kita harus bersumbangsih dengan sukacita dan bekerja sama dengan harmonis. Bisa bersikap penuh pengertian, inilah yang disebut kebijaksanaan. Saya sering berkata bahwa kita harus menjaga keharmonisan dalam menghadapi orang dan segala hal. Dengan demikian, barulah kita bisa selaras dengan kebenaran. Karena itu, kita bisa merasakan kebahagiaan ketika bersumbangsih.

Selain sukacita agung tanpa kerisauan, kita juga harus membangkitkan keseimbangan batin agung tanpa pamrih. Kita bisa melihat saat membagikan barang bantuan, insan Tzu Chi membungkukkan badan kepada penerima bantuan. Saat memberikan bantuan, kita harus bersikap rendah hati dan membuat penerima bantuan merasa dihormati.

Kalian hendaknya bersumbangsih dengan cinta kasih seperti ini. Melakukannya tidaklah sulit. Yang lebih sulit adalah membuka pintu hati. Setelah kita membuka pintu hati, ini sama sekali tidak sulit. Selain itu, hati kita akan tergugah. Saat mengenangnya, akan timbul rasa manis di dalam hati kita. Seperti yang saya katakan tadi, setiap kali mengulas tentang para Bodhisatwa Afrika yang hidup di negara tertinggal, timbul rasa manis di dalam hati saya.


Setelah kalian bersumbangsih, hati kalian akan tergugah dan timbul rasa manis di dalam hati kalian. Singkat kata, kita hendaknya bertekad menjadi Bodhisatwa. Setiap orang harus bertekad menjadi Bodhisatwa yang bukan hanya menyucikan hati diri sendiri, tetapi juga orang lain. Kita bersumbangsih dengan sukacita, bukan demi mengejar ketenaran ataupun keuntungan.

Dengan menjadi Bodhisatwa yang rela bersumbangsih, kita tidak akan tersesat. Kita hendaknya membina Empat Pikiran Tanpa Batas, yakni cinta kasih agung, welas asih agung, sukacita agung, dan keseimbangan batin agung. Dengan demikian, kita akan terbebas dari penyesalan, keluh kesah, kerisauan, serta tidak memiliki pamrih. Kita harus menjaga pikiran dengan baik.

Tidak tega meninggalkan Afrika dan terus menabur benih cinta kasih

Tekun dan bersemangat melatih diri dengan Empat Pikiran Tanpa Batas

Terbebas dari penyesalan, keluh kesah, kerisauan, serta tidak memiliki pamrih

Setiap orang hendaknya bertekad menjadi Bodhisatwa

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 21 Juni 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal  23 Juni 2018
Berbicaralah secukupnya sesuai dengan apa yang perlu disampaikan. Bila ditambah atau dikurangi, semuanya tidak bermanfaat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -