Ceramah Master Cheng Yen: Menapaki Jalan Bodhisatwa dengan Perasaan Senasib dan Sepenanggungan

Bodhisatwa sekalian, jalinan jodoh baik membuat kita dapat berkumpul bersama dan mendukung kita menciptakan segala pahala. Apa yang disebut pahala (gong de)? Pahala berarti pelatihan ke dalam diri untuk memurnikan hati dan praktik ke luar dengan cara menapaki Jalan Bodhisatwa. Inilah yang disebut pahala (gong de). Ini membutuhkan usaha keras.

Bersumbangsih bagi sesama dan menapaki Jalan Bodhisatwa di dunia merupakan cara mengembangkan kualitas luhur. Orang yang memiliki kualitas luhur adalah orang yang sudah memperoleh kesadaran. Untuk mengembangkan kualitas luhur, kita harus memahami nilai moralitas. Setelah memperoleh kesadaran, maka kualitas luhur kita juga ikut berkembang.

Intinya, karena adanya jalinan jodoh baik, kita dapat memahami arah hidup yang benar dan memiliki kesatuan tekad untuk mendedikasikan diri serta bersama-sama mengemban misi Tzu Chi. Misi Tzu Chi haruslah diwariskan dari generasi ke generasi. Contohnya sebatang lilin. Apakah cahaya sebatang lilin akan berkurang setelah digunakan untuk menyalakan lilin kedua? (Tidak). Bukankah cahaya lilin malah bertambah satu?(Ya). Setelah menyalakan 10 batang, 100 batang, bahkan puluhan juta batang lilin, bukankah cahaya di dunia kita ini bertambah banyak? (Ya). Karena itu, kita hendaknya membimbing orang-orang untuk berbagi pelita batinnya dengan orang lain agar dunia ini bisa semakin terang.

Menapaki Jalan Bodhisatwa dengan Perasaan Senasib dan Sepenanggungan

Bodhisatwa sekalian, sebelum mengikuti pelatihan, kalian harus mengikuti praktik lapangan untuk lebih memahami Tzu Chi dan kegiatan Tzu Chi di masyarakat. Kalian juga harus mengikuti kegiatan kunjungan kasih dan berbagai jenis kegiatan di komunitas serta memandang semua orang di masyarakat bagai keluarga sendiri. Beberapa hari lalu, seorang anggota Tzu Cheng berbagi bahwa dia mengikuti seorang perawat masuk ke sebuah ruang pasien. Di sana, dia mencium aroma tidak sedap yang tak tertahankan. Pasien itu dilarikan oleh mobil ambulans ke rumah sakit.

Saat tiba di unit gawat darurat, seluruh tubuhnya sangat lengket. Kain bajunya dan dagingnya menempel menjadi satu. Kain bajunya tidak bisa dilepaskan dari dagingnya. Nanah yang keluar dari lukanya dan kotoran menempel di seluruh tubuhnya. Untuk membersihkan tubuhnya, diperlukan waktu yang sangat panjang. Tim medis kita terus menggunakan air untuk perlahan-lahan melunakkan jaringan kulitnya demi melepaskan bajunya. Setelah membersihkan rambut dan wajah pasien itu, anggota Tzu Cheng kita ini mencelupkan kapas ke dalam air untuk membasahi bibirnya. Setelah itu, dia memberikan air agar pasien itu dapat minum perlahan-lahan. Akhirnya, pasien itu dapat mengeluarkan suara.

Namun, saat ditanya siapa namanya, dia tidak dapat menjawab. Anggota Tzu Cheng kita berpikir, “Dia pasti sudah lapar karena entah sudah berapa hari tidak makan dan kekurangan gizi.” Karena itu, dia pun menyiapkan Ensure, lalu perlahan-lahan menyuapinya. Secara perlahan-lahan, pasien itu menelannya. Relawan kita ini berbagi pengalamannya dengan sangat jelas dan nyata pada saat menjadi relawan di rumah sakit. Setelah itu, dia terus memuji perawat kita yang mencurahkan perhatian dengan lemah lembut dan penuh cinta kasih. Dia tidak menceritakan tentang dirinya. “Saya sangat pemberani. “Saya sangat penuh cinta kasih”. “Saya tidak mundur ketika melihat pasien itu.” Dia tidak mengungkit tentang dirinya.

Menapaki Jalan Bodhisatwa dengan Perasaan Senasib dan Sepenanggungan

Dia hanya mengungkit, “Aromanya sangat tidak sedap.” Dia menceritakan apa yang dilihatnya, bagaimana dia memberi minum dan menyuapi Ensure untuk pasien. Dia tidak berkata, “Saya sangat hebat.” Tidak. Dia sangat memuji perawat kita. Inilah Bodhisatwa. Bodhisatwa memuji orang-orang yang bersumbangsih tanpa memiliki pamrih. Relawan kita sangat berempati terhadap pasien itu. Dia sama sekali tidak merasa jengkel dan ingin menjauh darinya. Dia tak berpikiran seperti itu.

Setelah membantu membersihkan pasien itu dan menggantikan baju pasien untuknya, dia menyerahkannya kepada dokter untuk memberikan pengobatan. Hanya begitu saja. Inilah Bodhisatwa. Pasien itu tidak ada hubungan keluarga dengannya. Relawan Tzu Chi selalu mencurahkan cinta kasih tanpa memandang jalinan jodoh serta memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan. Ini bukan slogan semata, tetapi insan Tzu Chi sungguh melakukannya. Inilah kualitas luhur yang sesungguhnya.

Kualitas luhur diperoleh  pada saat bersumbangsih. Setelah membantu pasien itu, hatinya merasa sangat tenang karena telah berusaha yang terbaik untuk pasien itu. Dia merasa tenang karena sudah membersihkan tubuh pasien itu sebelum menyerahkannya kepada dokter. Jadi, dia memperoleh ketenangan hati. Namun, saat mendengar kisahnya, saya sangat memuji keluhurannya. Dia memiliki kebajikan dan kualitas seorang Bodhisatwa karena telah bersumbangsih secara nyata.

Menapaki Jalan Bodhisatwa dengan Perasaan Senasib dan Sepenanggungan

Inilah yang disebut cinta kasih tanpa mementingkan jalinan jodoh dan memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan. Kita harus menjalankan misi amal secara nyata baru bisa menunjukkan nilai-nilai agama. Ajaran Buddha bukan hanya sebuah sebutan, melainkan untuk dipraktikkan.

Saudara sekalian, apakah kalian paham maksud saya?(Paham) Setelah memahaminya, kalian hendaknya bergabung dengan Tzu Chi. Setiap orang hendaknya membangun ikrar dan tekad luhur untuk menapaki Jalan Bodhisatwa dengan tekun dan bersemangat. Ingatlah bahwa Bodhisatwa adalah seseorang yang memiliki cinta kasih berkesadaran.

Di tengah kesadaran, antarsesama manusia memiliki cinta kasih yang murni dan tanpa noda. Ini disebut cinta kasih tanpa mementingkan jalinan jodoh dan memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan. Kita semua harus melakukan tindakan nyata. Setelah mengembangkan kualitas luhur, maka Tiga Permata akan ada di dalam hati kita.

Dengan demikian, secara alami, orang-orang akan merasakan sukacita saat bertemu dengan kita. Selain itu, mereka juga lebih mudah terinspirasi oleh kita. Inilah cara untuk membimbing masyarakat umum tanpa ada rintangan. Dengan kesadaran yang diperoleh, baru kita dapat mengembangkan kualitas luhur. Untuk itu, kita harus melakukan tindakan nyata.

Setiap orang hendaknya melakukan pelatihan ke dalam untuk memurnikan pikiran

Menapaki Jalan Bodhisattva dengan hati yang paling tulus

Memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan tanpa merasa jengkel

Memperoleh sukacita Dharma setelah mengembangkan berkah dan kebijaksanaan

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 16 Oktober 2016

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 18 Oktober 2016

Kendala dalam mengatasi suatu permasalahan biasanya terletak pada "manusianya", bukan pada "masalahnya".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -