Ceramah Master Cheng Yen: Menciptakan Berkah bagi Dunia dengan Tekad Tak Tergoyahkan

Kita bisa melihat insan Tzu Chi Changhua mengadakan pemandian rupang Buddha di alun-alun Baguashan. Lewat rekaman dari udara, kita bisa melihat formasi yang membentuk kata “ketenteraman” dan “berkah”. Setiap titik yang terlihat merupakan satu orang. Saat direkam dari udara, kata-kata itu terlihat dengan jelas.

Alangkah baiknya jika setiap orang dapat membina rasa hormat di dalam hati seperti pada saat mengikuti upacara pemandian rupang Buddha. Antarmanusia hendaknya hidup harmonis tanpa pertikaian serta menghormati satu sama lain. Kita tidak perlu berselisih mengenai siapa yang benar dan siapa yang salah karena ini bisa menimbulkan ketidakharmonisan di tengah masyarakat dan dunia ini. Untuk menjaga keharmonisan, kita harus saling menghormati.

 

Di lembaga pemasyarakatan, narapidana juga mengikuti upacara pemandian rupang Buddha dengan semangat budaya humanis Tzu Chi yang murni. Insan Tzu Chi juga berbagi Sutra Bakti Seorang Anak dengan mereka dan membimbing mereka dalam latihan pementasan adaptasi Sutra. Mereka juga bisa membimbing sesama. Setelah meninggalkan lapas, mereka bisa memulai hidup baru. Di lapas, kita juga melihat bahwa sesama narapidana saling membimbing ke arah yang lebih baik.

Sungguh, tahun ini, mereka juga mengikuti pemandian rupang Buddha dengan khidmat. Di mana pun berada, asalkan seseorang bersikap khidmat, maka dia bisa dibimbing. Untuk mewujudkan masyarakat yang harmonis, menyucikan hati manusia sangatlah penting. Selain manusia, saya juga mendengar kisah yang menyentuh tentang seekor kerbau di Filipina. Sekitar 7 atau 8 bulan yang lalu, kerbau ini akan disembelih. Setelah mengetahui hal ini, Relawan Alfredo Li pun membelinya. Ada seorang bapak yang sangat tulus. Kerbau ini lalu diberikan kepada bapak tersebut untuk membantunya berkebun.

 

“Awalnya, saya mengadopsi kerbau ini agar ia dapat membantu berkebun, baik membantu saya maupun warga lain. Namun, hingga kini, ia belum mulai membajak. Berhubung kerbau ini masih muda, ia belum terbiasa dipasangi kuk. Jadi, saya perlu melatihnya lagi,” tutur seorang penghuni Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi.

Berhubung tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, dia bisa merasakan semangat budaya humanis Tzu Chi. Karena itu, dia ingin mempraktikkan semangat budaya humanis Tzu Chi. Dia melatih kerbau ini sehingga bisa bersujud seperti manusia. Berhubung tahu bahwa semua makhluk memiliki hakikat kebuddhaan dan semua makhluk ialah setara, dia berniat untuk melatih kerbau ini melakukan ritual namaskara dan bersujud. Dia sungguh mewariskan Dharma kepada kerbau ini.

 

Tadi malam, saya juga melihat siaran berita tentang RS Tzu Chi Taichung. Dokter spesialis THT-KL menampilkan operasi secara langsung agar dokter dari departemen yang sama bisa melihat teknik operasi terbaru THT-KL. Demikianlah mereka menciptakan berkah bagi umat manusia.

Beberapa hari yang lalu, Hualien juga sangat ramai. Kepala RS Lin mengadakan simposium tentang penelitian sel punca dan sebagainya. Selama beberapa hari ini, para cendekiawan ternama dari Pan-Pasifik datang untuk menghadirinya. Para cendekiawan itu juga berkunjung ke Griya Jing Si. Semua ini membutuhkan orang untuk membimbing di depan. Para cendekiawan itu juga berkunjung ke Griya Jing Si.

 

Lihatlah misi pendidikan dan kesehatan kita. Sebagai insan Tzu Chi, kita hendaknya turut merasa bangga. Kita semua menjalankan misi kesehatan dan pendidikan dengan sepenuh hati dan penuh cinta kasih. Tzu Chi bisa membangun rumah sakit berkat dukungan dan sumbangsih banyak orang. Begitu pula dengan sekolah kita.

Kita memiliki rumah sakit di Taipei, Taichung, Dalin, dan Hualien. Melihat RS kita terus berkembang dan membawa manfaat bagi manusia, saya sungguh sangat tersentuh. Kehidupan relawan kita penuh cinta kasih dan mereka bagaikan satu keluarga. Meski misi kesehatan bisa membawa manfaat bagi manusia, tetapi sesuai hukum alam, semua orang akan meninggal dunia.

 

Pada subuh kemarin, Lian Li-xiang meninggal dunia dengan damai. Lian Li-xiang dan suaminya telah mengikuti langkah saya hampir 30 tahun. Mereka mendedikasikan diri dengan sepenuh hati dari rambut mereka masih hitam hingga kini sudah beruban. Tekad mereka tetap tidak berubah. Dia selalu tersenyum setiap waktu. Wajahnya akan selalu tersimpan dalam ingatan kita. Kapan pun kita melihatnya, dia selalu tersenyum.

Saya merasa sangat kehilangan, tetapi begitulah kehidupan manusia. Dia meninggal dunia pada usia 79 tahun. Saya merasa sangat tidak rela, tetapi apa yang bisa saya lakukan? Inilah penderitaan dalam hidup manusia. Karena itu, kita harus menggenggam waktu dan memanfaatkan kehidupan untuk menumbuhkan jiwa kebijaksanaan. Semoga di kehidupan sekarang dan mendatang, kita dapat memiliki tujuan yang jelas serta lebih tekun dan bersemangat melatih diri. Selain itu, kita juga harus mendoakan Li-xiang dengan tulus. Saya bersyukur pada kalian semua. Mari kita menyemangati satu sama lain.

Menggenggam setiap waktu dan memiliki tujuan yang jelas

Memiliki tekad yang tidak tergoyahkan karena usia kehidupan manusia terbatas

Menciptakan berkah bagi dunia dengan cinta kasih

Saling menghormati tanpa pertikaian untuk mewujudkan keharmonisan


Ceramah Master Cheng Yen tanggal 7 Mei 2019

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 9 Mei 2019

Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -