Ceramah Master Cheng Yen: Menciptakan Berkah, Membina Kebijaksanaan, dan Mempraktikkan Kebajikan
Saya sungguh merasakan ketulusan hati yang kalian ungkapkan. Saya percaya bahwa keseharian kalian selalu penuh dengan kesatuan hati, keharmonisan, dan cinta kasih terhadap satu sama lain. Selain itu, kalian juga selalu bergotong royong sehingga terciptalah suasana yang begitu indah. Oleh karena itu, kita harus saling berterima kasih. Tanpa saling berterima kasih, keindahan seperti ini tidak akan ada.
Lingkungan Tzu Chi di sana memang sangat indah. Kita harus berterima kasih kepada Bapak Shao dan istrinya yang telah menyumbangkan lahan itu. Lahan tersebut harus kita syukuri, hargai, dan anggap sebagai ladang pelatihan kita. Masing-masing dari kalian memiliki keluarga dan kesibukan, tetapi tetaplah mengatur waktu untuk berkumpul secara rutin.
Bisa berada di lingkungan yang begitu menyenangkan dan menciptakan kondisi yang harum dan indah, ini sangat baik untuk tubuh dan batin. Meski lahan itu merupakan pemberian Bapak Shao, sesungguhnya, kita harus merawatnya dengan penuh cinta kasih bagai milik sendiri. Hendaknya kita saling membantu dan mengasihi di atas lahan itu. Saya merasa ini sangat berharga.

Hidup manusia hanya beberapa puluh tahun saja, seperti tamu yang hanya singgah sebentar. Kita bagai burung yang mengepakkan sayapnya, terbang bebas di langit biru yang cerah dengan hamparan bunga, rerumputan, dan pepohonan yang begitu indah. Inilah energi kehidupan. Di sanalah sekelompok murid saya beraktivitas.
Insan Tzu Chi di tempat itu menciptakan suasana kesatuan dan keharmonisan. Lahan itu pun menjadi ladang pelatihan Tzu Chi. Saat berada di sana, jangan berpikir bahwa saya hanya menyuruh kalian untuk menikmati suasana yang indah. Bukan demikian. Tempat itu ada karena berkah kalian. Meski ini sangat alami, tetaplah ingat bahwa sebagai insan Tzu Chi, kita harus peduli terhadap urusan Tzu Chi dan bertindak secara nyata.
Urusan dunia adalah tanggung jawab insan Tzu Chi dan kita harus selalu memperhatikannya. Di mana pun ada yang membutuhkan, kita harus segera hadir untuk mencurahkan perhatian. Kita memiliki tubuh yang diberikan oleh orang tua dan teman-teman yang begitu ramah yang berjalan bersama di Jalan Bodhisatwa Tzu Chi. Hendaknya kita mengembangkan Jalan Bodhisatwa dan menghargainya.
Jalan ini sangatlah berharga. Jika tidak dijalankan, kita tidak akan memperoleh apa pun; makin banyak kita bertindak, makin banyak pula yang kita peroleh. Saya selalu merasa bahwa setelah terlahir di dunia, jika menyia-nyiakan kehidupan, itu sama saja dengan tidak berbakti kepada orang tua. Oleh karena itu, setiap hari, saya selalu berterima kasih kepada orang tua. Berkat orang tua saya, barulah saya bisa memiliki tubuh ini. Dengan tubuh ini pula, saya memiliki jalinan jodoh untuk terjun ke tengah masyarakat.

Dalam masyarakat, ada begitu banyak orang yang menderita. Ketika memikirkan hal itu, saya merasa bahwa jika tidak ada saya, bagaimana mungkin ada organisasi ini? Organisasi ini telah menginspirasi banyak orang yang bersedia bersumbangsih. Meski tidak terjun langsung, saya tetap merasakan bahwa saya ada bagian di dalamnya.
Setiap hari, saya selalu menginventarisasi diri. Meski kini saya tidak melakukan banyak hal, saya tetap bersyukur atas sebersit niat yang muncul dahulu. Berkat sebersit niat itu dan perpaduan berbagai sebab dan kondisi, Tzu Chi bisa terus berkembang. Inilah yang disebut jalinan jodoh dalam ajaran Buddha. Semua hal tidak terlepas dari adanya jalinan jodoh. Jika tidak ada jalinan jodoh dengan seseorang, bahkan nama kita pun tidak akan terdengar olehnya di kehidupan ini.
Namun, jika ada jalinan jodoh, bukan hanya mendengar nama, ia bahkan bisa memiliki kesatuan hati, jalan, dan tekad dengan kita. Meski tidak memiliki kesatuan hati, jalan, dan tekad, jika ia membutuhkan bantuan, ada sekelompok relawan kita yang siap membantu. Ini berkat jalinan jodoh kita dengannya. Oleh karena itu, ajaran Buddha menekankan bahwa jalinan jodoh agung ini harus kita bawa dalam kehidupan sehari-hari.

Hendaknya kita terus menciptakan berkah. Apa yang kita tabur, itulah yang akan kita tuai. Sama seperti semangkuk nasi. Jika nasi yang disajikan di hadapan kalian hanya dipandang tanpa dimakan, seiring berlalunya waktu, nasi itu pun akhirnya basi serta terbuang. Demikian pula dengan jiwa kebijaksanaan. Jika jiwa kebijaksanaan tidak digunakan, kita pun tidak akan memperoleh apa pun. Kedua prinsip ini sama. Inilah yang Buddha ajarkan tentang sebab, kondisi, buah, dan akibat. Semua ini saling terkait dan terhubung.
Jadi, hendaknya kita memandang penting jalinan jodoh dan berhati-hati terhadap yang baik dan buruk. Dengan adanya jalinan jodoh ini, kita harus tahu bahwa ketika ada sesuatu yang buruk, kita harus menghindarinya. Ketika ada sesuatu yang baik, kita harus segera melakukannya bersama-sama. Hendaknya kita menghargai jalinan jodoh.
Ketika tidak ada tamu yang datang, pikiran saya juga tidak beristirahat. Saya selalu memikirkan berbagai kondisi kehidupan manusia dan berusaha menghayati bagaimana Buddha mencapai pencerahan. Hidup ini tidak boleh berlalu begitu saja. Kita memiliki pikiran dan kesadaran. Jangan biarkan hati dan pikiran kita menjauh dari kondisi batin Buddha. Kita harus senantiasa mengarah pada kebajikan dan menumbuhkan cinta kasih terhadap semua makhluk.
Lihatlah, seekor burung di langit yang terbang dengan bebas pun bisa terancam bahaya. Jika ada orang yang pikirannya menyimpang dan menarik pelatuk, burung yang tengah terbang bebas di udara itu bisa terjatuh. Jadi, hendaknya kita menyucikan hati manusia, mewujudkan keharmonisan masyarakat, dan melindungi semua makhluk di dunia. Inilah yang harus kita pelajari.
Bersatu hati, harmonis, dan bergotong royong
Tekun mencurahkan perhatian dengan saling mengasihi dan saling berterima kasih
Menghargai jalinan jodoh di Jalan Bodhisatwa
Menciptakan berkah, membina kebijaksanaan, dan mempraktikkan kebajikan
Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 24 Agustus 2025
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Graciela
Ditayangkan Tanggal 26 Agustus 2025