Ceramah Master Cheng Yen: Menciptakan Jalinan Jodoh Berkah dengan Empati dan Welas Asih


“Rumah Bapak Wu yang berada di Jalan Guanghua baru selesai kami bersihkan setelah 3 hari. Lumpur di dalam rumahnya begitu tebal. Mengapa bisa setebal itu? Karena saat banjir datang, ibunya yang sudah berusia 80 tahun berada di lantai 1 dan anaknya memecahkan pintu kaca untuk menyelamatkan sang ibu. Ketika pintu pecah, air langsung menerjang masuk ke rumah mereka. Lumpur pun memenuhi seluruh rumah, dari ruang tamu hingga kamar sang ibu, bahkan sampai ke kamar mandi,”
kata You Zi-xuan, relawan Tzu Chi Taoyuan.

“Saat kami menggali lumpur itu, saya berpikir kapan pekerjaan ini akan selesai. Bapak Wu berkata, ‘Kalau tidak ada insan Tzu Chi, saya benar-benar tidak tahu harus bagaimana.’ Dia menangis selama 3 hari. Sambil menangis, dia ikut bekerja dan terus mengucapkan terima kasih. Pada saat itu, saya merasa hidup saya begitu bernilai. Kami sebenarnya hanya memberikan sedikit tenaga, tidak terpikirkan bahwa kekuatan ini mampu membawa begitu banyak kehangatan ke dalam hati orang yang terkena bencana,” pungkas You Zi-xuan.

Saat sampai di Guangfu, Hualien, saya percaya semuanya pasti penuh dengan perasaan yang mendalam. Biasanya, saya selalu mengingatkan tentang ketidakkekalan hidup. Artinya, apa lagi yang bisa dibicarakan dalam kehidupan ini? Dharma yang sejati ialah tentang ketidakkekalan, penderitaan, dan kekosongan. Hidup memang seperti itu. Ketidakkekalan berjalan setiap menit dan detik. Sejak lahir hingga hari ini, tubuh kita tidak lepas dari ketidakkekalan.


Saat lahir, kita hanyalah bayi mungil yang menangis. Tanpa terasa, sekarang kita sudah berusia 40, 50, 60, 70, 80, bahkan 90 tahun. Tanpa disadari, kita semua terus menua. Kita harus percaya bahwa lahir, tua, dan sakit adalah bagian dari hukum alam. Setiap detik dalam hidup manusia selalu berjalan dalam hukum alam itu. Hendaknya kita selalu sadar akan prinsip kebenaran ini. Kita pun harus senantiasa dipenuhi rasa syukur.

Saya sering mengingatkan kepada semuanya bahwa semua orang dapat mencapai kebuddhaan. Namun, kalian harus menapaki Jalan Bodhisatwa. Jika tidak demikian, dengan cara apa kita menciptakan kondisi pendukung? Kalian pada dasarnya memiliki hakikat kebuddhaan, tetapi jalinan jodoh apa yang bisa menumbuhkan sifat Buddha itu hingga terwujud? Jawabannya ialah dengan menapaki Jalan Bodhisatwa.

Lihatlah bencana yang terjadi di Guangfu kali ini. Sesungguhnya, apa hubungannya dengan Anda dan saya? Tidak ada sama sekali. Namun, kita memiliki hati Buddha yang tidak sampai hati melihat makhluk menderita. Kita sering membaca dalam Sutra bahwa hati yang tidak tega melihat makhluk menderita disebut dengan hati Buddha. Jika tidak sampai hati, kita harus bertindak secara nyata. Inilah yang disebut menapaki Jalan Bodhisatwa.

Menapaki Jalan Bodhisatwa tidaklah sulit. Kita hanya perlu menggenggam jalinan jodoh untuk menjalankan praktik Bodhisatwa. Jika hari ini sudah melakukannya, berarti kita sudah menapaki Jalan Bodhisatwa. Ketika ada makhluk yang hidup dalam kesulitan dan penderitaan mereka nyata di hadapan kita, kita harus segera bergerak untuk membantu. Inilah yang disebut meneladan Buddha dan menapaki jalan Buddha.


Saya sangat berterima kasih karena pada bencana di Guangfu kali ini, kalian telah membantu banyak orang, terutama para lansia. Lansia yang hidup sebatang kara, hidup berdua tanpa anak, atau lansia yang sakit merupakan tiga kelompok yang paling membutuhkan. Bencana kali ini justru membangkitkan hati Bodhisatwa kita semua untuk terjun ke dalam keluarga-keluarga itu dan membantu mereka, terutama melalui platform alat bantu.

Terkadang, saat melihat rumah mereka sudah rusak, kita tidak hanya memberi alat bantu, melainkan juga memanggil tukang yang ahli untuk memperbaikinya. Berapa pun lamanya sisa hidup mereka, kita harus memberi kenyamanan bagi mereka. Begitulah cara kita mencurahkan perhatian dengan cinta kasih.

Saya sangat berterima kasih kepada kalian yang telah mengelola alat bantu. Saat mengumpulkannya, ada yang kondisinya masih 70 hingga 80 persen seperti baru. Kalian merapikan dan membersihkannya hingga seperti baru kembali. Saat orang yang membutuhkan memakainya, mereka merasa alat itu begitu berharga. Saat kalian tengah merapikannya dan mendengar ada yang membutuhkan, kalian langsung mengantarkannya kepada mereka.

Alat bantu ini menjadi sangat berharga bagi mereka. Bisa jadi, sepanjang hidup penerima bantuan itu belum pernah tidur di ranjang sebaik itu. Saat kita memberikannya, hati mereka juga akan merasa sukacita. Inilah Bodhisatwa yang membebaskan makhluk dari penderitaan.  Kita tidak hanya meringankan penderitaan hidup mereka, yang paling penting ialah menenangkan batin mereka agar bisa merasakan kepuasan dan sukacita. Ini sangatlah bernilai.


Saya sangat berterima kasih kepada kalian karena dapat membantu mereka yang membutuhkan. Kalian sangat memahami bagaimana menghargai berkah dengan merapikan dan menyimpan alat bantu. Saya telah melihat bagaimana kalian mengelolanya dengan sangat baik. Ketika ada yang membutuhkan, barang-barang itu sudah seperti baru kembali, lalu kalian antarkan kepada mereka. Saya benar-benar tersentuh dan berterima kasih. Inilah pelatihan diri yang terus terakumulasi.

Melatih diri bukan sekadar dengan ucapan, melainkan melalui tindakan nyata sehari-hari. Misalnya, saat ada barang jatuh di jalan, jika dibiarkan saja, orang bisa menendangnya dan jatuh. Kita yang melatih diri bisa menunduk, memungut, lalu menaruhnya di tempat yang aman agar tidak ditendang orang. Barang tersebut tidak rusak dan orang tidak jatuh. Hendaknya kita melatih diri dalam setiap gerakan.

Saya merasa sangat bersyukur bisa melihat kalian kembali ke sini dan mendedikasikan diri untuk membantu dengan membawa sapu dan ember. Setiap tindakan kalian menjadi wujud nyata dalam menciptakan berkah bagi masyarakat dan meringankan penderitaan mereka. Kalian telah mewujudkan hati Bodhisatwa. Saya merasa sangat bersyukur.

Pada Perayaan Pertengahan Musim Gugur ini, kalian memberi mereka sebuah lingkungan yang bersih dan nyaman. Kalian telah menciptakan pahala yang tak terhingga.

Memberi bantuan bencana dan menyaksikan penderitaan serta kekosongan
Menyadari ketidakkekalan hidup dan senantiasa bersyukur
Menanggapi setiap kebutuhan dengan empati dan welas asih
Menciptakan jalinan jodoh berkah dengan menghargai berkah dan mencintai segala yang ada

Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 02 Oktober 2025
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Graciela
Ditayangkan Tanggal 04 Oktober 2025
Cara untuk mengarahkan orang lain bukanlah dengan memberi perintah, namun bimbinglah dengan memberi teladan melalui perbuatan nyata.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -