Ceramah Master Cheng Yen: Mencurahkan Cinta Kasih yang Tulus dan Lebih Banyak Menjalin Jodoh Baik

Saya sangat gembira melihat kepulangan para staf Rumah Sakit Tzu Chi. Baik staf yang sering pulang, staf yang pernah pulang, maupun staf yang belum pernah pulang ke sini, saya yakin hari ini kalian merasa seperti pulang ke rumah sendiri. Sungguh beruntung karena memiliki rumah. Kalian bersama-sama pulang ke rumah untuk merasakan suasana hidup yang berpegang pada prinsip kemandirian.

Saya tahu kalian sangat lelah, tetapi hati kalian pasti merasa gembira, benar tidak? (Benar). Namun, saya yakin ini adalah cara beristirahat dari kesibukan. Dahulu saya selalu sangat sibuk. Pada masa-masa awal, demi kepentingan publikasi Tzu Chi, saya harus berpikir keras untuk menulis artikel. Setiap kali menulis artikel, yang paling membuat saya gembira adalah saat berdiri dan berjalan sejenak. Saya selalu berjalan ke tempat pembuatan lilin untuk membantu membuat lilin. Ini yang paling membuat saya gembira.

Mengerjakan sesuatu yang berbeda merupakan cara terbaik untuk beristirahat. Selain itu, melihat lilin yang sedang menyala, terkadang saya akan meniupnya hingga padam, lalu memperhatikan dengan sungguh-sungguh momen padamnya api lilin. Lilin yang menyala dapat meleleh. Saat kita meniup lilin itu, dengan sangat cepat akan terbentuk sebidang selaput tipis yang menutupi bagian lilin yang meleleh. Saat apinya padam, bagian lilin yang meleleh akan tertutup oleh sebidang selaput tipis. Pada saat itu, saya menyadari mengapa setiap bayi yang baru terlahir ke dunia selalu menangis dengan keras.

Pada masa-masa awal, saat berlatih seorang diri di pondok kayu, saya tidak memiliki apa-apa. Namun, saya sangat bersemangat dan tulus. Saya sangat berharap dapat mempersembahkan seluruh tubuh saya kepada Buddha. Karena itu, pada pagi hari di tanggal 24 setiap bulannya, saya akan menyalakan dupa dan menyulut lengan saya dengan dupa. Untuk menunjukkan tekad saya dalam menjalankan Enam Paramita dan puluhan ribu praktik, setiap kali saya selalu menyulut 6 titik. Setelah itu, sulutan itu akan meninggalkan luka bakar. Lalu, luka itu akan berkerak.

Suatu kali, saya sengaja mengopek kerak tersebut. Saat kerak itu dikopek, saya merasa sangat kesakitan. Saya sangat bersungguh hati untuk melihat dan merasakan keseluruhan proses itu. Saat keraknya dikopek, lapisan bawah kulit pada luka terasa sangat sakit. Saat seorang bayi baru dilahirkan dari kandungan, tubuhnya bersentuhan dengan udara luar sehingga menimbulkan rasa sakit yang merasuk ke dalam tulang. Karena itulah, bayi menangis dengan keras. Sama halnya dengan lilin. Saat api lilin ditiup hingga padam, dengan sangat cepat akan terbentuk sebidang selaput. Saat kerak luka pada lengan dikopek, akan terlihat lapisan kulit yang sangat merah. Dengan sangat cepat, juga akan terbentuk sebidang selaput yang melindungi luka tersebut. Dalam seketika itu, kita juga merasa kesakitan. Ini adalah prinsip yang sama. Karena itu, saya sering mengulas tentang penderitaan dan rasa sakit seorang bayi saat baru dilahirkan. Itu karena bayi bersentuhan dengan udara luar.

Saat berada dalam kandungan, bayi merasa hangat dan terlindungi. Saat lahir, mereka keluar dari rahim sang ibu. Saat bersentuhan dengan udara, mereka merasa kesakitan. Rasa sakit itu menusuk hingga ke dalam tulang. Inilah penderitaan saat lahir. Saat baru dilahirkan, setiap orang merasakan penderitaan yang tak terkira. Setelah terlahir ke dunia, bayi akan dimasukkan ke dalam baskom yang berisikan air hangat, lalu diseka dengan handuk. Karena itu, mereka menangis semakin keras. Hingga setelah dibungkus dengan kain, barulah mereka tenang. Inilah penderitaan dalam hidup. Penderitaan dimulai saat kita terlahir ke dunia ini. Si bayi seolah-olah berkata, “Wahai penderitaan, saya sudah datang.” Apakah penderitaan berlalu setelah si bayi selesai menangis? Sesungguhnya, penderitaan baru saja dimulai pada saat itu.

Menenteramkan Batin Para Pengungsi di Eropa

Tadi saya mengulas tentang pulang ke rumah. Sungguh, memiliki rumah tempat berpulang sangat baik. Belakangan ini, saya terus mengkhawatirkan para pengungsi yang tidak dapat pulang ke rumah, tidak memiliki rumah tempat berpulang, dan tidak tahu di mana rumah mereka berada. Penderitaan para pengungsi itu sungguh tidak terkira. Mereka tidak memiliki rumah tempat berpulang. Bagaimana mereka bertahan hidup? Relawan Tzu Chi telah berangkat ke Serbia untuk berinteraksi dengan para pengungsi di sana. Kekuatan cinta kasih ini telah menyentuh hati Komisi Penanganan Pengungsi. Karena itu, mereka memberi izin kepada relawan Tzu Chi sebagai NGO yang dapat secara langsung menjangkau dan memberi bantuan kepada para pengungsi.

Sejak mengungsikan diri, para pengungsi itu terus merasakan penderitaan. Hingga di tempat persinggahan ini, baru mereka menerima perhatian dan kehangatan dari relawan Tzu Chi yang bagaikan keluarga dan teman baik. Komisi Penanganan Pengungsi merasa sangat tersentuh. Salah seorang anggotanya berkata, “Ternyata ini yang dilakukan Tzu Chi untuk masuk ke dalam hati para pengungsi. Tzu Chi bukan hanya memberi bantuan materi, tetapi juga menyelamatkan hati para pengungsi.”

Bodhisatwa sekalian, dalam interaksi antarsesama, yang terpenting adalah kita harus masuk ke dalam hati sesama. Seperti yang kita ketahui bahwa kehidupan ini penuh dengan penderitaan. Saat terlahir ke dunia, tiada satu orang pun yang tidak menangis karena merasakan rasa sakit yang merasuk ke dalam tulang. Dalam perjalanan hidup ini, mungkin ada orang yang menjadi sangat kaya. Namun, akibat pergolakan yang terjadi, mereka terpaksa menjadi pengungsi dan bahkan kehilangan tempat tinggal. Mereka tidak memiliki tempat untuk berteduh. Sama halnya dengan memiliki daging tanpa kulit. Begitu disentuh sedikit, mereka merasakan sakit yang luar biasa. 

Relawan Tzu Chi memberi penghiburan dengan cinta kasih yang tulus. Karena itu, para pengungsi itu tak merasa sedang menerima bantuan, tetapi merasa bagai bertemu dengan teman baik dan keluarga yang datang mencurahkan perhatian dan memberi bantuan. Mereka bukan menerima bantuan dari orang lain. Cinta kasih ini membuat mereka merasa sangat dihormati. Singkat kata, dalam interaksi antarsesama, kita harus selalu menjalin jodoh baik.

Kedamaian dan ketenteraman dalam keluarga mendatangkan kehangatan

Pergolakan dalam sebuah negara mengakibatkan kehidupan keluarga terpecah belah

Menghibur para pengungsi dengan cinta kasih yang tulus

Meneruskan estafet cinta kasihdan lebih banyak menjalin jodoh baik

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 03 April 2016

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 05 April 2016
Menyayangi diri sendiri adalah wujud balas budi pada orang tua, bersumbangsih adalah wujud dari rasa syukur.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -