Ceramah Master Cheng Yen: Mendonorkan Sumsum Tulang, Membina Berkah dan Kebijaksanaan

“Sekitar akhir bulan Meiatau awal bulan Juni 2013,saya tiba-tiba mengalami demam tinggi.Setelah diperiksa di UGD RS Tzu Chi,saya didiagnosis terkena leukemia akut.Saat tahu bahwa terkena penyakit seperti ini,saya sangat putus asa.Saya hampir menolak menjalani transplantasikarena saat itu,kebetulan ayah saya meninggal duniadan kondisi kesehatan putri sulung sayajuga tidak baik.Saya tidak bisa menghadiriupacara pemakaman ayah sayakarena bertepatan denganhari dijalankannya transplantasi.Karena itu, saat itu saya sempat berpikiruntuk keluar dari rumah sakitdan tidak menjalani transplantasi.Lalu, saya mendengar bahwa Tzu Chi telahmenemukan sumsum tulang yang cocok bagi saya.Itu dalam waktu satu hingga dua minggu saja,” ucap Zhang Ying-kai, Resipien.

“Saat itu,pikiran kami sepenuhnya kosong.Saya juga tidak tahuke mana saya harus meminta bantuan.Namun, kakak-kakak Tzu Chitiba-tiba muncul.Kami tidak meminta bantuan kepada Tzu Chiatau organisasi apa pun,bagaimana mereka bisa tahu?Saya masih ingat Kakak Xu bertanya kepada sayaberapa biaya hidup kami sebulan.Saya lalu memberi tahu merekabesarnya biaya pendidikan anak-anakdan biaya kehidupan sehari-hari.besarnya biaya pendidikan anak-anakdan biaya kehidupan sehari-hari.Lalu, mereka pun memberi kami bantuan dana.Mereka bahkan bertanya kepada sayadana yang mereka berikan cukup atau tidak,” kata Shi Gui-que, Istri Zhang Ying-kai.

Kehidupan sungguh sulit diprediksi. Kapan darah kita akan mengalami perubahan benar-benar tidak bisa diprediksi. Namun, berkat kecanggihan teknologi, kini transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan. Karena itu, pada lebih dari 20 tahun yang lalu, Tzu Chi mulai menggalang donor sumsum tulang. Awalnya, orang-orang merasa ragu. Mengambil dan mendonorkan sumsum tulang, bukankah ini hal yang sangat berbahaya? Apakah ini aman dan dapat membuahkan hasil? Apakah ini akan merusak kesehatan diri sendiri? Keraguan seperti ini sulit dihindari. Setiap orang berhak melindungi diri sendiri. Setiap orang juga sudah seharusnya mengasihi diri sendiri. Namun, sebelum Tzu Chi menggalang donor sumsum tulang, saya sudah terlebih dahulu mencari tahu apa itu transplantasi sumsum tulang dan apakah pengambilan sumsum tulang akan mengganggu kesehatan sang donor. Jika akan mengganggu kesehatan sang donor, maka saya tidak akan melakukannya. Saya terus mencari tahu hingga yakin bahwa cara ini dapat menyelamatkan orang tanpa membahayakan sang donor. Tentu, saat baru mulai menyosialisasikan hal ini, kita harus sangat bekerja keras. Namun, saya berpikir, “Selama sesuatu itu benar, maka lakukan saja.” Karena itulah, kita bisa melihat para resipien sumsum tulang berjalan keluar dari masa-masa yang sulit dan kelam.

Lihatlah Bapak Zhang. Meski fisiknya tidak begitu sehat, tetapi batinnya sangat sehat. Meski masih dalam penyembuhan, dia juga mendedikasikan diri untuk melakukan daur ulang. Jadi, kita harus memanfaatkan tubuh kita dengan baik. Saat tubuh kita tidak sehat, kita harus menjaga batin kita agar tetap sehat. Dalam perjalanan saya kali ini, saya mendengar banyak relawan yang berkata bahwa usia mereka telah semakin lanjut seiring berlalunya tahun demi tahun. Tzu Chi telah berdiri selama lima puluh tahun. Kini para relawan senior sudah terlihat berbeda dengan lima puluh tahun yang lalu. Kita tidak menyadarinya saat melihat diri kita secara langsung. Namun, saat melihat diri kita dalam rekaman video di masa lalu, kita akan menyadari bahwa diri kita pada lima puluh tahun yang lalu benar-benar terlihat jauh lebih muda. Waktu selama lima puluh tahun telah membuat kita jauh lebih tua. Seiring berlalunya waktu, perubahan terus terjadi tanpa kita sadari. Setiap hari, kita mengalami perubahan yang sangat kecil sehingga kita tidak menyadarinya. Namun, penuaan juga merupakan suatu berkah. Pada usia seperti ini, kita harus menghargai tubuh kita yang sehat yang membuat kita bisa mengemban misi Tzu Chi.

Kita bisa melihat Relawan Cai Kuan di Changhua. Tahun ini, beliau sudah berusia 97 tahun, tetapi masih memiliki jiwa dan raga yang sehat. Kini saya bukan meminta para dokter di departemen pengobatan kita untuk meneliti penyakit, melainkan meneliti mengapa sebagian lansia bisa begitu sehat. Contohnya Relawan Cai Kuan yang jiwa dan raganya begitu sehat. Kita sungguh harus meneliti apa yang dilakukannya untuk mempertahankan kesehatan jiwa dan raganya. Beberapa tahun yang lalu, saya mengimbau orang-orang untuk menggunakan buku elektronik. Namun, orang-orang merasa bahwa itu sangat sulit dan tidak berani menggunakannya. Saat itu, Relawan Cai Kuan yang sudah berusia 90-an tahun berkata, “Jika ini merupakan permintaan Master, maka sesulit apa pun harus kita atasi.” Kini beliau sudah menggunakan buku elektronik generasi kedua. Beliau bahkan bisa mengajari relawan lain. Kini beliau sudah berusia 97 tahun. Beliau berkata bahwa dahulu, saat ingin mengumpulkan donasi, beliau harus membawa banyak barang untuk memberikan penjelasan kepada donatur, tetapi kini sudah tidak perlu lagi. Kini beliau cukup membawa buku elektronik saja karena segala sesuatu yang dibutuhkannya terdapat dalam buku elektronik itu. Membawa buku elektronik bagaikan membawa seluruh sejarah Tzu Chi. Dia juga mendedikasikan diri setiap hari untuk menyediakan teh, memberikan pelayanan, dan lain-lain.

Paman A-tong juga datang ke sini hari ini. Sebelumnya, setiap kali saya berkunjung ke sini, begitu relawan daur ulang kita, Bibi A-tong datang, tempat ini selalu dipenuhi suara tawa. Sangat kebetulan, suatu kali, saya meminta mereka untuk berfoto bersama saya. Tidak disangka, foto itu menjadi foto terakhir Bibi A-tong. Hari ini Paman A-tong datang dan menunjukkan foto itu kepada saya. Dia berkata, “Saya sangat gembira bisa setiap hari melihat Master dan istri saya.” “Saya sangat gembira.” Putri mereka berkata bahwa ibunya berikrar untuk melakukan daur ulang hingga napas terakhir. Pada hari dia meninggal dunia, dia benar-benar masih melakukan daur ulang dengan penuh senyuman. Jadi, dalam kehidupan ini, penuaan sama sekali bukan masalah. Penuaan merupakan hukum alam. Kita hendaknya berdoa semoga saat tua, kita bisa memiliki jiwa dan raga yang sehat. Selama memiliki jiwa dan raga yang sehat, kita tidak perlu takut akan penuaan.

Kita juga bisa melihat setelah Wulai diterjang Topan Soudelor pada bulan Agustus, banyak insan Tzu Chi yang memberikan bantuan. Ada pula insan Tzu Chi berusia 80-an dan 90-an tahun yang ikut bersumbangsih di sana. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak menyerah pada usia. Jika berkesempatan untuk bersumbangsih, mereka pasti akan menggenggam kesempatan. Inilah makna kehidupan. Jadi, di Taiwan, ladang pelatihan bagi kita. Bagi Bodhisatwa dunia, semua makhluk yang menderita harus dikasihi. Jadi, kita harus mengasihi orang yang menderita. Bodhisatwa sekalian, kita mengumpulkan sedikit demi sedikit donasi demi kepentingan masyarakat. Kita memanfaatkan sumber daya masyarakat untuk membawa manfaat bagi masyarakat. Saat negara lain dilanda bencana, kita bisa menciptakan berkah bagi dunia.Menyalurkan bantuan ke negara lainberarti menciptakan dan menghimpun berkah bagi diri sendiri. Ini bukanlah hal yang tidak boleh dilakukan. Singkat kata, kita cukup melakukan hal yang benar dengan penuh cinta kasih dan ketulusan.

Menghimpun cinta kasih untuk menyelamatkan semua makhluk

Resipien sumsum tulang memperoleh hidup baru dan menjalin jodoh mendalam dengan Tzu Chi

Giat menciptakan berkah saat masih sehat meski sudah lanjut usia

Mendonorkan sumsum tulang dapat menyelamatkan orang tanpa merugikan diri sendiri

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 05 Desember 2015

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 03 Desember 2015

Keteguhan hati dan keuletan bagaikan tetesan air yang menembus batu karang. Kesulitan dan rintangan sebesar apapun bisa ditembus.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -